seruan langit jingga

228 45 22
                                    

Arthur merasa hampa. Bukan ini yang ia mau, bukankah ia dan Suratma masih bisa menjadi teman?. Lalu, kalau Suratma tidak memilihnya, itu haknya kan? Arthur tidak punya kewenangan untuk marah. Hari ini, Arthur berencana untuk mengajak Suratma jalan-jalan, sebagai permintaan maaf karena telah mengusir sebelumnya.

Disatu sisi, ia merasa kecewa. Disatu sisi lain, ia bertanya-tanya, artinya tugasnya sudah selesai kan?. Arthur baru saja ingin menelfon Kento tapi orang yang Arthur maksud sudah berada di depan tokonya, membunyikan bel. Aneh, biasanya seorang Kento Manggada akan masuk tanpa membunyikan bel sekalipun. Ada apa dengannya hari ini?.

Arthur berjalan menuju tokonya, membukakan pintu untuk Kento. “Rencanamu berhasil kan?” tanya Kento. Lalu Arthur menggeleng, “Gagal. Aku sudah berusaha sebaik mungkin. Untuk uang, kau tidak perlu memberikan aku upah,”. Sorot mata Kento terlihat berbeda berbeda, Arthur menelan salivanya karena takut.

Kento mengambil satu amplop cokelat yang berisi lembaran pound, “Ambil. Aku mempekerjakanmu, bukan membudakkanmu,”. Arthur menggeleng, “Tidak perlu, aku melakukannya bukan atas perintahmu. Tapi karena perasaanku,”. Tangan Kento masih memegang amplop itu, masih mengarahkannya pada Arthur, “Ambil. Aku tidak ingin berhutang pada seseorang,”.

Dengan terpaksa Arthur mengambilnya. “Itu saja kan? Kau boleh pergi—” perkataan Arthur terpotong karena ia terkejut. Mengapa Kento membawakannya sebuah bunga dan cokelat?. “Ini untuk apa?” Tanya Arthur.

“Untukmu,”.

“Tapi aku tidak memerlukannya, mengapa memberikannya padaku?”.

“Karena aku menyukaimu,”.

Setelah mengatakan itu, Kento pergi begitu saja. Meninggalkan Arthur yang melongo mendengar jawabannya. Kento bercanda atau bagaimana?. “Hei, Kento! Aku belum selesai bicara! Hei, aduh!”. Arthur masih tidak mempercayai ini, bagaimana bisa?.

Sebuah kertas jatuh dari buket bunga. Arthur mengambilnya lalu membacanya. Arthur terkesiap, ternyata tulisan Kento sangat bagus seperti menulis kaligrafi. Disana tertulis,

Aku tidak bercanda. Mari berkencan? Jika kau setuju, tunggu aku besok di Sayong Bhagawan jam 9 pagi.

Arthur memijit pelipisnya, sejak kapan Kento menyukainya? Ini sangat tidak masuk akal. Tapi sebentar, ide muncul dari otak jenius Arthur. “Kalau aku setuju, Kento akan melepaskan Suratma dan teman-temannya kan? Ini kesempatan yang bagus!”.

Tapi yang Arthur tidak tahu adalah bagaimana kesialan yang menghantamnya secara terus menerus karena mulai sekarang, Arthur adalah segalanya bagi Kento.

Suratma sedang membersihkan wajahnya di ruang istirahat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suratma sedang membersihkan wajahnya di ruang istirahat. Perutnya sama sekali tidak enak, rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal. Karenanya, dengan modal nekat, Suratma membeli alat tes kehamilan, di sebuah apotek terdekat. Suratma mengambil alat tersebut, disana tercetak jelas dua garis biru.

aksasuratma✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang