Du pu de

77 15 0
                                    

Di waktu tengah hari, ketika suasana sejuknya pagi hendak berganti ke panas terik matahari.

Jam pelajaran kedua baru saja selesai disampaikan oleh guru. Anak kelas IPA 2 bersiap menuju kantin. Namun, beda hal dengan Fiza.

"Ekhem, banget lah, yang langsung mau makan siang bareng ..."

Adalah Yura pemudi yang ucapannya hiperbola, sebagai respon dari seorang adik kelas yang baru saja menyampaikan pesan bahwa Fiza untuk segera ke ruangan pengurus inti dan telah ditunggu Raka.

"Makan siang. Bikin kepala mau pecah iya."

Dan Fiza yang mendapatkan kesempatan untuk mengoreksi kalimat Yura. Karena setelah ini ia harus puyeng sendiri, mikirin banyak catatan dan data keuangan.

"Tapi, asli, jujur, kalian nggak lagi pdkt? Kelihatan cocok juga ..." Yura masih malah membanting stir untuk menuju arah pembicaraan yang berbeda. Malah ke opsi menjodoh-jodohkan.

"Jadi jam pelajaran setelah ini lo nggak ikut?" Zanna menunjuk Fiza dengan permen yang ternyata sudah tersisa gagangnya. Beda dengan Yura, Ia malahlebih tertarik dengan hal yang berbau dispensasi.

Fiza mengangkat bahu. Masih belum tau juga seberapa lama kerjaannya nanti akan selesai. Jadi ia menjawab, "Yang pasti kalau memang udah kelar sebelum bel, gue langsung balik kelas."

"Selamat berpusing ria, Za," ucap Ara menepuk pundak Fiza. Seolah sudah diluar kepala untuk memberikan dosis tekanan batin fase pertama pada Fiza. "Gue kayaknya bakal ke kantin dulu beli minum. Jadi nyusul, dan telat dikit."

Fiza bangkit berdiri. "Jangan salahin gue ya kalau besok-besok kita udah nggak saling kenal." Lalu beranjak pergi dari kelas. "Tega dan enteng baget bilang gitu."

"Gue bercada, woi," teriak Ara denga tawa yang mengikuti.

"Lo pikir gue serius?" Fiza memberikan lambaian terakhir di ambang pintu. Dan benar-benar memutuskan pergi setelahnya.

Di sambut lorong kelas yang cukup ramai dilalui banyak orang. Ada yang jalan berkelompok, berdua, dan tak sedikit pula yang hanya membawa diri sendiri seperti, Fiza.

Tidak punya banyak waktu untuk memperhatikan kondisi sekitar, Fiza memutuskan untuk memaksimalkan langkahnya. Berjaga dan ingin menghindari adanya kemungkinan terjadinya adu argumen dengan Raka nantinya--jika ia telat.

Fiza menarik dan mengembuskan napasnya pelan. Setelah akhirnya berdiri di depan pintu, sebuah ruangan yang menjadi tujuannya.

Bunyi decitan pintu pelan terdengar, setelah didorong untuk terbuka oleh Fiza.

Ujungnya Fiza kembali ke nuansa ruangan yang akhir-akhir ini selalu menjadi sebagian dari waktunya, untuk ia menghabiskan hari di sekolah.

Seseorang duduk di meja paling ujung, membelakangi meja panjang di tengah-tengah ruangan. Jika ditanya siapa jawabannya adalah, Raka.

"Maaf, kalau udah nunggu lama." Fiza berjalan mendekati kursi dengan yang sudah tertera label namanya. Ia harap ucapannya barusan tidak terkesan kegeeran.

Sekelebat ingatan tadi malam muncul, was-was takut dibahas lagi hari ini.

Tidak ada jawaban. Hening dan lenggang. Fiza jadi menarik tumpukan buku catatan kas dari setiap kelas yang sudah rampung terkumpul,  di tengah meja. Dan hendak mengambil buku besar di lemari.

RANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang