Em pu tu

43 3 0
                                    

,




Matahari, tengah bersenang ria dengan semangat dan tersenyum pagi ini. Sehingga sinarnya juga terasa nyengat di kulit.

Hari ini jam pelajaran olahraga. Setelah selesai dengan barisan dan mendengarkan penjelasan Pak Juna, yang kemudian memerintah dilanjut untuk semua siswa-siswi lari memutar lapangan sebanyak mereka menyerah, kelelahan.

"Tiga putaran ya!" Dengan napas yang memburu Yura secara mendadak membuat kesepakatan. Berhubung Zanna yang berlari di belakangnya.

Ara di belakang Zanna semakin mempercepat larinya. Menyusul Fiza yang entah kenapa akhir-akhir ini suka memisahkan diri.

"Ampun, tadi minum vitamin c berapa sih Za?" Lekas saja Ara bertanya, sambil tetap mensejajarkan larinya dengan Fiza. "Lagi ber-energi banget, kayaknya."

Fiza melirik dan menarik senyum tipis. "Sarapan dua lembar roti aja sih tadi," jawabnya, sambil menyeka keringat di dahinya.

"Pelan dikit larinya bisa nggak??" Ara berusaha mengatur napasnya untuk stabil.

Namun, sepertinya pertanyaan Ara barusan malah Fiza jadikan sebagai acuan dan dukungan untuknya semakin mempercepat laju lari.

Fiza tidak juga bisa dikatakan punya kekuatan super, tapi Ara sukses kembali tertinggal.

Ara yakin senyum Fiza yang tadi itu, palsu.

Sedangkan Fiza yang berlari sekencang itu, juga tanpa pedulikan sekitarnya mulai merasakan sesak dadanya terasa terhimpit dua bongkah batu besar.

Ia lupa sudah mencapai putaran keberapa yang dirinya lalui kini. Dan sudah siapa saja anak kelas yang ia lewatkan.

Rasa sesak semakin menjadi. Pikirannya kacau dan terlewat penuh. Pandangannya mengabur.

Untuk semua yang terjadi belakangan ini, Fiza semakin menaikkan kecepatan laju larinya. Tangannya terkepal kuat. Keringat mengucur turun dari kepala ke pelipisnya.

Suara di sekitar tak lagi cukup jelas masuk tertangkap oleh indera pendengarnya.

Sampai tiba ia bagian ujung lapangan, jauh dari titik tengah lapangan yang dijadikan titik kumpul kembali, seperti yang di intruksikan untuk semua yang sudah menyelesaikan lari.

Kaki Fiza seolah mati rasa, napasnya kesulitan menemukan jalan untuk berhembus dengan teratur.

Dan larinya terhenti. Dirinya berakhir duduk bersimpuh, dengan pandangan yang masih kosong dan air mata yang lolos dari sudut matanya.

Menghasilkan keringat berlomba meluap dari pori-pori kulitnya.

.

Ada sekitar 30 menit Fiza yang memilih bungkam, dan tak peduli ada banyak hujan pertanyaan kepadanya.

Hingga yang terakhir panggilan dari Ara, ia balas dengan anggukan pelan. Setelah memperhatikan sekitar, ternyata anak yang lain sudah pada kembali masuk kelas.

Maka Fiza mengulurkan tangan pada Ara untuk membantunya berdiri.

Dan ternyata sesampainya di depan kelas, Fiza dan Ara disambut uluran selembar kertas dari teman kelas.

RANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang