Part 10

14 1 0
                                    

Khansa membuka matanya perlahan. Disebelahnya terdapat teman temannya dan Pak Sipar dengan wajah gelisah. Khansa mengangkat tubuhnya dan sekarang berposisi duduk dengan pundak menempel tembok ruang BK.

Mimpi? Tapi serasa beneran? Apa maksut tadi?
Khansa ngalamun hampir tidak berkedip.

"Sa!" teriak Missel dengan menganyunkan badan Khansa.

Khansa kaget, "i-iiya kenapa?"

"Kamu kenapa Nak? Mimpi mu enak ya? Sampai gak bangun bangun dari tadi." Pak Sipar halus.

Chaesar memberi segelas teh hangat kepada Khansa. Dengan perlahan Khansa meminum sedikit demi sedikit teh itu. Khansa menghela nafas panjang dan memulai bercerita apa yang dia rasakan.

"Tadi aku bermimpi tapi serasa mimpi itu nyata. Saat itu aku berada di gudang sekolah dan disana aku mendapati seorang Kak Geisha, kata dia tolong carikan jasadnya sebelum semuanya terlambat."

"Geisha? Mana ada! Ini engga ada hubungannya dengan dia ataupun makhluk yang tidak kasat mata! Dia udah tenang di Surga!" tegas Pak Sipar.

"Jelas ada Pak! Ini udah kuat Pak! Semenjak kejadian hilangnya Geisha, sekolah sini banyak hal mistis! Geisha belum tenang di alam sana Pak!" Pak Edi menentang.

Di ruang BK seperti debat MPR antara Pak Edi dan Pak Sipar. Pak Edi percaya akan ini semua ada hubungannya dengan hilangnya Geisha. Begitupun sebaliknya dengan Pak Sipar, Pak Sipar tidak percaya bahwa ini semuanya ada hubungannya dengan hilangnya Geisha.

"Cukup Pak! Kalau ini semuanya tidak ada hubungannya dengan Kak Geisha, kenapa banyak muncul sesosok Geisha? Kenapa kejadiannya sesudah hilangnya Kak Geisha?" Chaesar membuka suara.

"PAK SIPAR, PAK EDI!" teriak seorang guru yang berlari menuju ruang BK dengan meneteskan beberapa air mata.

Keadaan di pagi itu terasa sangat mencekam ditambah dengan sesosok Tejo yang tangannya dilumuri banyak darah. Para murid menangis tanda takdir mereka disini tidak mereka terima.

"Cepat atau lambat kita semua akan mati tidak masuk akal disini!" lirih seorang murid.

"Gue gak mau gue gak mau!" saut murid yang lain.

Para guru binggung dengan kejadian yang menjanggal ini. Dengan cepat mereka mengecek nadi Tejo dan hasilnya dia menghembuskan nafas terakhir di koridor sekolah.

08.00

Tejo Fadhulloh Tewas

Pak Edi mengambil kain kafan di kantor. Guru yang lain membersihkan darah segar yang ada di lantai. Pak Sipar dan Bu Sri menggiring siswanya untuk masuk ke ruang aula.

"Pak, bantu aku!" serak Geisha.

Pak Edi merinding ketakutan, melihat sesosok di pojok ruang kantor dengan tangan mengalir darah segar dan juga bagian paha menerjunkan darah yang amat banyak. Pak Edi memberanikan diri untuk mendekatinya secara perlahan.

"STOP!" teriak sesosok itu.

"Apa yang kamu mau? Apa ini semua ulah mu? Lantas apa maksut nya semua ini? Tolong kembalikan kami seperti semula! Kita tidak mempunyai dosa sedikitpun kepada mu! Tolong hilangkan siksaan neraka ini!" Pak Edi tegas.

Sesosok itu ketawa seram.

"Memang kalian tidak berdosa kepada ku, tapi sesorang dari kalian ada yang berdosa dengan ku! Dan aku mohon temukan jasad ku! Kalau tidak satu persatu anak laki laki disini akan meninggal dengan tidak wajar! Dan siapa itu yang berdosa dengan ku akan aku bunuh lebih sadis lagi! Nyawa dibayar dengan nyawa!"

"Tapi siapa yang...." pertanyaan Pak Edi terpotong karena Geisha hilang begitu saja.

Aku harus menemukan jasad Geisha! Harus!

•••


Jenazah Tejo telah dibungkus dan dikumpulkan dengan jasad yang lain. Pak Kharim menaburkan kapur barus disisi jasad itu. Tak lupa mereka mendoakan jasad Tejo dan lainnya. Karena dianggap cukup mereka keluar dari tempat itu.

Ceklik...

Suara pintu yang telah mereka tutup dengan rapat.

"Hahahhaaa..." suara ketawa tanda kemenangan dari balik pintu yang mereka tutup itu.

Para siswa dikumpulkan di aula sekolah. Perut keroncongan, itu yang mereka rasakan. Guru kebingungan mencari makanan untuk mereka.

"Apa kita semua akan mati kelaparan disini?" tanya seorang cowok kepada temannya.

"Tidak! Kita harus pergi dari sini secepatnya! Harus!" emosi temannya.

"Bagaimana caranya? Kita seperti dikelilingi makhluk makhluk tak kasat mata!"

"Aku tau caranya!" senyum licik.

Bu Sri mendekapkan tangannya, mencari jalan keluar untuk bisa memakani anak didik mereka.

"Ya Allah ini gimana? Bantu kami Ya Allah. Maafkan kesalahan kami Ya Allah, jangan kau hukum kami kaya gini. Kami juga punya kehidupan Ya Allah." Batin Bu Sri tanpa disengaja dia meneteskan air matanya.

Pak Sipar melihat keadaan Bu Sri spontan menyodorkan air mineral yang diberinya dengan senyum tipis khas kepala sekolah itu. Bu Sri hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tanda air mineralnya tidak ia terima.

"Sabar ya, Bu! Ini semua akan berlalu!" Pak Sipar dengan nada pelan.

"Sampai kapan Pak? Kita kayak gini terus? Disiksa seakan kita mempunyai dosa yang amat besar tanpa ada pahala yang mengalir sedikitpun! Di rumah banyak yang khawatir bahkan menangis nangis Pak! Kita masih ada anak sama suami bahkan orang tua Pak! Hiks...hiks..." Bu Sri dengan isak tangisnya.

Pak Sipar terdiam seribu bahasa. Dia mencerna satu persatu kata yang dilontarkan oleh Bu Sri. Ingin sekali Pak Sipar menjerit keras karena masalah yang ia hadapi saat ini. Ingin meminta tolong agar bisa bebas dari penjara kesetanan ini tapi Pak Sipar bisa apa? Sudah telfon orang luar sekolah bahkan polisi sudah datang ke tempat kejadian juga hasilnya nihil.

Dibilangnya sekolah udah kosong tidak ada manusia satupun disana padahal tempat itu terdapat manusia yang kelaparan ketakutan dan ditambah dengan kematian kematian misterius yang terus terusan mengintai setiap siswa.

DIBACA DONG JANGAN CUMA DIVOTE DOANG!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PENYESALAN BERUJUNG KEMATIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang