6.

8.5K 510 17
                                    

CHAPTER 6

Craddhh!!

Argghhh!

Craddhhhh!

Arrghhhh!

Jason tersenyum puas mendengar suara teriakan yang memenuhi seisi ruangan. Suara yang terdengar meyayat hati itu bagaikan alunan merdu baginya. Dan pertunjukan penyiksaan di depannya bagaikan orchestra yang indah untuknya.

Katakanlah Jason adalah seorang pshycopat berdarah dingin. Tapi, sungguh, apapun akan ia lakukan demi queenya. Demi kesayangannya, Rachel.

"Bagaimana tuan William? Sudah bisa merasakan apa yang queenku rasakan?"tanya Jason dingin sambil menatap pria paruh baya di depannya ini tajam.

William tak menjawab. Pria berwajah sangar itu sibuk mengatur napasnya yang meburu. Sekujur tubuhnya penuh dengan darah akibat cambukan yang ia terima.

"huh.. kau.. pshyco.."lirih William.

Jason tertawa sinis.

"Ya.. kau boleh mengatakan itu padauk. Maka, jangan berani-beraninya kau mengganngguku."

"Kau melukai Rachel maka kau berurusan dengan ku."lanjutnya dingin.

William diam. Rahangnya mengeras karena kesal. Tak menyangka bahwa ia telah berurusan dengan gadis kecil yang salah.

Rachel itu.. menyeramkan!

"baiklah.. cambuk sudah, pukul sudah, apa lagi?"ucap Jason sinis sambil memainkan pisau di tangannya.

William diam-diam mulai gugup dengan apa yang akan Jason lakukan padanya. Pria itu berharap nyawanya tidak hilang saat ini juga.

"oh ya.. kau melukai leher queen ku bukan? Bahkan karena itu sekarang queenku harus mendekam di dalam rumah sakit dengan wajah pucatnya."

"Aku tidak suka melihat queenku kesakitan."

Jantung William berdetak hebat. Kejutan apa lagi yang akan di berikan pria tengil ini padanya? William sadar betul bahwa Jason akan melakukan hal yang diluar nalarnya sekarang juga.

Jason tersenyum sinis sambil menggoreskan sedikit ujung pisau pada jarinya. Membuat jari telunjukanya terluka dan mengeluarkan darah segar.

"well.. potong seluruh anggota tubuhnya berurutan dari bawah hingaa atas...

Secara perlahan.."

*****

Xavier tersenyum tipis sambil memandang wajah cantik putrinya yang sedang tenang mengarungi alam bawah sadarnya.

Tangan kekarnya membelai lembut wajah pucat putrinya. Berusaha membuat putrinya merasa nyaman tidur dalam dekapan hangatnya.

Xavier merindukan putri kecilnya ini. Rasanya begitu menyesakkan ketika 10 tahun yang lalu dia gagal menjaga putrinya sendiri. Putrinya sekaligus cahaya hidupnya.

Xavier menghela nafas pelan mengingat percakapannya dengan putri kecilnya beberapa jam lalu.

Mendengar kabar putrinya sudah sadar dari pingsannya membuat Xavier tersenyum Bahagia. Tanpa pikir Panjang lagi pria itu langsung meninggalkan rapat penting dengan klien dari Swedia yang bernilai ratusan juta dolar. Membuat adiknya, Arham, kelimpungan sendiri mengurus klien yang kebingungan dengan Xavier yang pergi begitu saja.

Xavier terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga sampai di rumah sakit. Bahkan pria yang tetap berwajah tampan meski umurnya telah menginjak paruh bay aitu mengabaikan tatapan aneh seluruh orang yang berada di rumah sakit karena ia berlari dengan terburu-buru di Lorong rumah sakit.

Ketika sampai di depan kamar tempat putrinya terbaring. Xavier menemukan Arvel yang sedang bersandar pintu kamar dengan wajah yang sulit di artikan.

"ada apa?"tanyanya pada Arvel.

Xavier mengenal betul tabiat keponakannya ini. Arvel itu petakilan dan tak pernah bisa diam. Akan sangat aneh melihat keponakannya ini berdiri lesu dengan wajah mengenaskan.

"i.. itu.."

"apa artinya kalian membuangku dulu?"

Xavier terdiam membeku mendengar penuturan suara seorang gadis yang ia yakini adalah suara putrinya sendiri.

Tangan Xavier mengepal dengan keras. Dirinya tak suka mendengar perkataan putrinya yang meragukan keluarganya sendiri seperti itu.

Tanpa pikir Panjang Xavier membuka pintu kamar inap putrinya itu. Membuat dua sosok yang sedang saling berbicara itu tersentak kaget.

"sebaiknya hilangkan pikiran buruk mu itu, little girl.."

Xavier tersenyum tipis melihat putrinya yang kaget melihat kemunculan yang tiba-tiba seperti ini.

"kami tak pernah membuangmu dan tak akan pernah membuangmu, little girl.."

Tubuh Rachel menegang menerima sentuhan lembut dari tangan Xavier. Siapa lagi pria dihadapannya? Siapapun tolong Rachel sekarang juga!

"Aku ini ayah kandungmu, little girl.. ayah yang telah gagal menjaga putrinya dari orang yang beraninya menculik anakku dari ku."

"a.. ayah?"lirih Rachel tak percaya.

Dia memiliki? Sungguh Rachel berharap ayahnya ini tidak seperti William yang suka menyakitinya.

"iya, little girl. Panggil aku ayah,"ucap Xavier sarat akan rasa haru karena setelah 10 tahun lamanya dia kembali dapat mendenagr kata ayah dari mulut putrinya. Perlahan Xavier mencium dahi Rachel lama.

"katamu.. kau gagal melindungi putrimu dari orang yang ingin menculiknya kan?"

"hm,"balas Xavier singkat.

"ap aitu artinya aku di culik dulu?"tanya Rachel hati-hati. Rachel begitu takut sekaligus nyaman dengan aura Xavier yang begitu dominan menguasainya.

"iya, tapi aku sedang tidak ingin membahasnya, little girl.. sebaiknya putri ayah istirahat sekarang."

Hati Rachel menghangat mendengar penuturan Xavier padanya. Gadis itu pun tersenyum hangat.

"kalau boleh.. aku ingin ayah menemaniku tidur sekarang,"ucap Rachel tiba-tiba.

Mendengar itu Xavier mengangkat alisnya bingung. Dan seketika Rachel merutuki dirinya sendiri yang dengan lancing meminta hal itu padda Xavier yang belumia ketahui benar-benar ayahnya atau bukan.

"tentu saja boleh, little girl.." ucap Xavier lembut. Xavier pun menaiki ranjang Rachel yang cukup besar. Membawa tubuh mungil Rachel ke dalam pelukannya.

Marvel yang melihat itu tersenyum lembut. Menyadari perubahan Xavier yang dingin menjadi hangat pada Rachel, putrinya. Tanpa basa-basi Marvel pun meninggalkan ruangan, memberikan Xavier waktu bersama Rachel.

Rachel memejamkan matanya merasa nyaman dengan Xavier. Jujur, ini pertama kalinya ia mendapatkan kasih sayang dari seorang Ayah. Kasih sayang yang selama ini ia tunggu-tunggu.

"jika kalian benar keluargaku.. jangan menyakitiku lagi sepertinya.."lirih Rachel setengah sadar. Xavier mendengarnya dengan jelas. Mengepalkan tangannya kesal. Karena kelalaianya dulu putrinya harus hidup menderita.

"tentu saja little girl.."

****

Tbc

NEVER ENOUGH(Possesive Brother Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang