5.

9.3K 549 9
                                    

Perlahan tapi pasti Rachel membuka matanya. Mengernyit bingung mendapati dirinya berada di suatu ruangan yang cukup besar yang ia yakini adalah rumah sakit.

Rachel menatap seisi ruangan yang sepi dengan bingung. Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi otak kecilnya. Mencoba mengingat kejadian apa yang sudah menimpanya.

Ah.. Rachel ingat. Renan.. ayahnya.. dan.. ibunya? Dimana ibunya sekarang? Apakah kejadian itu hanya mimpi buruk untuknya? Ya, Rachel berharap kejadian itu hanya mimpi buruknya saja.

Rachel melenguh pelan, ingin meminta tolong, tapi suaranya tak kunjung keluar. Rachel butuh air sekarang. Tangan kecilnya bergerak menyentuh lehernya yang terasa kering. Tunggu.. lehernya...

Rachel mendesah pelan. Lehernya masih terluka. Apakah ini artinya kejadian itu bukan mimpi untuknya?

Cklek!

"eh, Shei? Kamu udah sadar?"ucap seseorang tiba-tiba.

Rachel sontak menoleh ke arah pintu dimana seorang laki-laki yang kira-kira berumur tak jauh darinya itu muncul. Rachel mengernyit bingung dengan ucapan laki-laki itu. Shei? Siapa Shei?

"apa yang kamu rasain sekarang?"ucap laki-laki itu lembut sambil mengelus lembut puncak kepalanya.

"A,, ir.."pinta Rachel susah payah.

Laki-laki itu tersenyum lembut. Meraih segelas air di atas nakas dan memberikan sedotan agar Rachel mudah untuk meminumnya. Yang sebelumnya membantu Rachel untuk mengubah posisinya menjadi bersandar pada ranjang.

Setelah memberi Rachel minum. Laki-laki itu mengotak-atik ponsel miliknya sebentar. Kemudian kembali beralih pada Rachel.

"Siapa?"tanya Rachel singkat. Tenggorokannya masih terasa sakit hanya untuk sekedar berbicara.

"Siapa? Kamu menanyakan tentang aku?"tanya laki-laki itu balik.

Rachel hanya balas mengangguk.

Laki-laki itu tersenyum lebar, berjalan mendekati Rachel. Kemudian mencium dahi Rachel lama. Rachel yang mendapat perlakuan itu hanya mampu terdiam kaku.

"Namaku Marvelo Aditra Ziero. Marvel.. kakakmu Shei.."ucap Marvel lembut. Manik mata coklatnya menatap Rachel tulus.

"Namaku Rachel.. bukan Shei.."rajuk Rachel.

Marvel terkekeh pelan.

"tentu saja kakak tahu hal itu, Shei. Tapi, Shei adalah panggilan kesayangan kakak untukmu, Shei. Gak papa kan?"

Rachel menghela nafas pelan. Kemudian mengangguk.

Tak lama kemudian seorang dokter tampak masuk kedalam ruangan di ikuti seorang suster dibelakangnya.

"Selamat sore tuan Marvel, selamat sore nona,"ucap doter itu ramah.

Rachel tersenyum tipis membalasnya. Sedangkan Marvel hanya berdehem sambil memasang wajah datarnya.

Apa-apaan itu? Bukankah tadi Marvel berlaku sangat lembut padanya? Piker Rachel dalam hati.

Kemudian dokter itu memeriksa keadaaan Rachel dan Rachel pun hanya diam membiarkan dokter itu melakukan tugasnya.

"apa leher nona masih terasa sakit?"

"hm.. sedikit.."ucap Rachel seadanya.

"Baiklah, nona, saya harap nona jangan bergerak terlalubanyak dulu sampai leher nona benar-benar sembuh. Dan sebentar lagi kami akan mengantar makanan anda ke sini."

"ya, dok.."

"Baiklah, saya mohon undur diri. Selamat sore tuan, nona.."

"ya.. sore, dok!"balas Rachel lemah.

"Tak perlu membalasnya kalau kamu merasa kesulitan, Shei,"ucap Marvel sambil mengelus rambut Rachel sayang.

Dan Rachel hanyamembalasnya dengan anggukan.

"SELAMAT SORE TUAN DAN NYONYA! PANGERAN TAMPAN ARVEL DATANG MENJEN--- YAMPUN!! BABY SHEII!?"

Rachel mengernyitkan dahinya bingung. Berbeda dengan Marvel yang berdecak tak suka melihat titisan money--- astaga.. buru-buru Marvel mengingatkan dirinya untuk tidak berkata kasar.

"Baby Shei?! Kamu udah sadar? Ya ampun.. abang kahawatir tau! Heh, kembaran. Napa lo gak ngasih tau gua si kalau baby shei udah sadar? Mau bonyok ditangan bang Renan ya lu?!"

"Berisik kayak toa masjid lu!"omel Marvel kesal.

"yaa ampun... sekate- kate aja lu kalo ngomong. Berisiknya masjid tu berfaedah tau gak?!"omel Arvel balik.

Rachel sedari tadi hanya diam menonton perdebatan Marvel dan cowok bernama Arvel itu bingung. Siapa lagi kira-kira laki-laki ini? Kenapa dia memanggilnya Beby shei? Tapi, tadi laki-laki itu memanggil Marvel dengan sebutan kembaran. Apa iya laki-laki ini kembarannya Marvel? Kalau begitu apa dia juga kakaknya? Sebenarnya dia punya berapa kakak sih?

Rachel menghel nafas pelan. Hari ini dia menemukan banyak hal baru yang tak terduga.

"kenapa baby Shei? Ada yang sakit?"tanya Arvel beralih pada Rachel.

"Mending lo pergi. Shei enek liat muka lo yang 11- 12 sama monyet itu!"

"heh.. my twin! Kalo muka gua 11-12 sama monyet otomatis lo juga lah! Gimana sih? Makanya kalau ngomong tuh di saring! Lanvar bener nistain orang!"omel Arvel bersamaan dengan datangnya makanan untuk Rachel. Tanpa basa-basi Arvel mengambil alih makanan Rachel.

"pergi sana lo! Shei mau makan!"usir Marvel kejam.

"Iyad eh.. demi baby Shei gua makin sehat. Biar gua kasih kabar ke semuanya kalau baby Shei udah sadar."

"iya, bawel!"

Setelah Arvel pergi keluar ruangan. Marvel dengan sigap menyiapkan makanan Rachel. Menatap Rachel dengan lembut. Berbeda denagn tatapan yang ia berikan pada Arvel ataupun dokter. Membuat hati Rachel menghangat begitu saja.

Rachel hanya diam menerima suapan demi suapan yang di berikan Marvel. Berkali-kali Rachel berpikir untuk bertanya pada Marvel , tapi Rachel merasa takut untuk menayakannya.

Setelah memberikan Rachel obat. Marvel menatap Rachel dengan tatapan bingung, "ada apa, Shei"tanya Marvel yang paham betul, adik kecilnya itu sedang merasa gugup.

"hm.. kenapa kalian begitu menyayangiku? Maksudku.. kenapa kalian mau menerima ku? Arghh.. apa kata yang tepat untuk itu?"ucap Rachel frustasi.

Marvel yang melihat itu tersenyum gemas pada Rachel. Oh, ya ampun.. kalau boleh Marvel ingin menyimpan sendiri kegemasan ARchel, rasanya tak ingin 'mereka' melihat kegemasan Rachel ini.

"apa yang kamu pikirin, sih, Shei? Tentu saja kami semua menyayangimu,"ucap marvel sambil menatap lekat manik hitam milik Rachel.

Marvel tersenyum tulus, tangannya bergerak merapikan rambut Rachel yang berantakan dengan lembut.

"seorang Rachel Sheigara Ziero itu... harta terbesar keluarga Ziero.. kamu itu berharga, Rachel.." ucap Marvel tulus.

Rachel terkekeh sinis, "jika aku berharga.. kenapa? Kenapa ku bisa di temukan oleh ibu angkatku dalam keadaan mengenaskan? Bahkan aku harus mengidap amnesia karena luka dulu.."lirihnya.

Marvel menghela nafas pean. Haruskah ia memberi tahu Rachel saat ini?

"lebih baik kamu tidur, shei. Keadaanmu masih kur---"

"apa artinya kalian dulu membuangku?"potong Rachel dingin.

Jika benar, Rachel tak segan segan meninggalkan rumah sakit sekarang . lebih baik dia hidup sebatang kara di banding harus kembali meraskan sakit yang sama.

"sebaik hilangkan pikiran burukmu itu, little girl.."

a.. apa?!

****

TBC..

NEVER ENOUGH(Possesive Brother Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang