🌛13

124 68 3
                                    

Happy reading
.
.
.
.

"Semuanya naik ke bus ya, kita berangkat" tukas Dea yang terus mengecek arlojinya.

Aku melihatnya dari dalam bus. Sudah setengah jam berlalu kami menunggu dan akhirnya bus itu pun meninggalkan sekolah di pagi yang cukup berkabut itu. Sesekali aku menguap, malam tadi memang jam tidurku berantakan. Pikiran yang terus berisik membuatku harus terjaga sampai tengah malam. Entah, yang kali keberapa tapi lagi-lagi benua adalah jawabannya. Aku cukup terganggu dengan pernyataannya kemarin.

Saat ini bahagia dan tidak bahagia adalah bagian semu yang cukup sulit untuk ku bedakan. Karena mau dibuat seperti apapun bahagia tidak akan pernah jadi bahagia jika harus mengorbankan orang lain didalamnya. Seperti bahagia hanya melintas sebentar lalu sisanya berganti dengan cemas. Perasaan membingungkan ini bahkan tidak bisa ku jelaskan secara detail kepada siapapun. Karena aku yakin tidak ada yang benar-benar paham. Yang ku tahu dari dulu menyukai Benua adalah bagian paling seru dimana dunia yang ku kira hanya abu-abu bisa sedikit berwarna setiap harinya.

Perjalanan menuju tempat camping lumayan jauh. Aku yang mulai merasa bosan kemudian memasang earphone untuk menyetel beberapa lagu. Sedangkan yang lainnya saat ini sedang asyik mengobrol.  Aku yang duduk sendirian dibagian belakang sesekali melihat ke sekeliling. Bus melaju kencang. Aku memejamkan mataku untuk perjalanan yang cukup panjang itu.

****

Perjalanan yang jauh telah berakhir beberapa jam yang lalu. Dan disini kami akhirnya. Di tempat yang jauh dari keramaian. Suara hewan hutan menambah suasana semakin terasa menenangkan. Tenda-tenda telah terpasang sejak tadi. Hari yang beranjak sore membuat kami harus sesegera mungkin menyiapkan kayu bakar untuk api unggun malam nanti. Dan mengumpulkan kayu bakar merupakan bagian ku saat itu.

Aku memutuskan untuk keluar dari tenda setelah lama berada didalam untuk menata semua barang-barang. Di luar lebih ramai karena kebanyakan dari mereka sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Aku pun menghampiri Dea yang sedang berbincang dengan seseorang didepan sana.

"Dea," panggil ku kepada Dea yang langsung menoleh dan melambaikan tangannya. Aku mendekat ke arah Dea dengan seorang laki-laki yang tampaknya tak asing.

"Hai," sapaku kepada laki-laki itu.

"Oh iya, ini gue minta beberapa anak OSIS buat bantuin kita nanti," jelas Dea membuatku mengangguk.

"Oooh, makasih ya udah mau bantu," kata ku sedikit berbasa basi.

"Oke, santai aja," jawab nya kemudian.

"De, gue mau cari kayu bakar dulu," celetuk ku kepada Dea.

"Aduh Na, gue nggak bisa nemenin,"

"Gue temenin," sahut seseorang dibelakang ku.

Dari suaranya seperti tidak asing.

"Oh iya ada Benua, lo sama Benua ya?" tukas Dea menambahkan.

Aku sedikit membulatkan mataku mendengar perkataan Dea. Benua. Entah, bagaimana ceritanya Benua berada di tempat ini. Dari sekian banyak anak OSIS kenapa harus Benua. Kira-kira begitu pertanyaan di otakku sekarang.

"G-gue sendirian juga nggak apa-apa kok," balasku cepat.

"Lo yakin? ini udah mau gelap," tanya Dea meyakinkan.

Aku yang ditanya lantas diam. Benar juga perkataan Dea. Aku pun tidak terlalu paham tentang jalan di hutan ini dan meminta bantuan yang lain pun rasanya tidak mungkin karena kami semua memang sedang sibuk-sibuknya. Jadi, pilihan terakhir adalah menyetujui penawaran Benua. Tapi, sepertinya tidak terdengar seperti penawaran kalimat yang keluar dari mulutnya lebih ku anggap perintah yang mau tidak mau harus disetujui.

BENUA dan HUJAN (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang