🌛1

746 198 61
                                    

Happy reading

.
.
.
.
.
.
.

Bab pertama ini adalah awal dari cerita klasik yang ingin sekali aku tunjukkan. Sebuah kisah usang yang memberi warna merah jambu di seragam abu-abu . Masa dimana aku , kau dan kita semua masih terlalu kecil untuk memahami sebuah arti dari kata bernama 'Cinta' . Semua itu telah terbungkus rapi dan tersimpan rapat di sebuah sekolah yang saat itu ku tempati.

SMA Nusa Pelita

Begitu tempat itu dinamakan. Sekolah terfavorit bagi sebagian banyak orang di Kota Kembang. Gedung berlantai, pilar-pilar tinggi berjejer, sederet fasilitas dan reputasi yang sudah terkenal baik. Menjadi alasan bagi banyak orang untuk memilih tempat itu sebagai tempat utama bernaung ilmu.

Kembali mengenai cerita yang ingin ku bagi. Ijinkan aku terlebih dulu untuk memperkenalkan diriku sebagai seorang gadis sepi yang sama sekali belum terisi hati. Sebagai seorang gadis angkuh yang memandang sebelah mata tentang apa itu cinta dan kasih.

Lifana Bulan Semesta

Arti :
Lifana
Lifana / Penuh energi, seakan-akan tidak pernah istirahat

Bulan
Bulan /1bu·lan/ n 1 benda langit yg mengitari bumi, bersinar pd malam hari krn pantulan sinar matahari: pesawat antariksa Apollo berhasil mendarat di bulan; bumi bermandikan cahaya bulan

Semesta
Semesta /se·mes·ta/ 1 num seluruh; segenap; semuanya: semua yg ada di alam semesta ini tidak dapat lepas dr takdirnya masing-masing; 2 a (berlaku untuk) seluruh dunia;

Mungkin, kurang lebih nama itu menjadi sebuah arti supaya aku tidak pernah berhenti menjadi cahaya bagi setiap orang. Meskipun, aku tidak pernah paham cahaya seperti apa yang dimaksud jika aku saja masih bertanya apa alasan aku ada di dunia ini. Bagiku, semua masih terasa semu. Ibarat sebuah garis, aku tidak bisa membedakan mana yang lurus dan mana yang bengkok. Karena bagiku keduanya sama. Sama-sama disebut garis.

Seperti kehidupanku yang hanya ditemani mamah.  Aku yang sedari kecil tak mengenal sosok ayah hanya bisa menganggap cinta tak lebih dari  omong kosong. Karena, bagi orang yang sudah terlanjur dikecewakan oleh cinta pertamanya akan sulit untuk percaya kepada siapapun termasuk dirinya sendiri. Aku pernah menganggap dia cinta pertamaku sebelum akhirnya cinta ku dan mamah tak cukup mengisi ruang dihatinya yang mungkin terlalu luas itu.  Satu hal yang membuatku percaya, jika semua laki-laki tak pernah mau mendapatkan cinta yang cukup. Dia ingin lebih. Manusia serakah. Keinginannya bahkan membuat dia harus gagal menjadi sosok ayah.

Putih abu-abu tak seindah yang dibicarakan kebanyakan orang. Dan aku pun tidak berencana membuat cerita indah di masa ini. Tujuanku hanya lulus SMA dan masuk universitas favorit untuk mimpi besar yang selama ini aku simpan. Untuk mamah, dan untuk membuktikan jika aku bisa tumbuh baik tanpa belas kasih seorang ayah.

"Citra, siniin ngga" ucap seorang gadis yang berusaha meraih sesuatu ditangan orang yang Ia panggil Citra. Aku hanya melihat mereka yang saling berebut sesuatu seperti dua anak kecil yang sedang bertengkar.

Aku lantas mengambil sebuah earphone disaku seragam. Memutar musik dengan full volume adalah jalan satu-satunya yang bisa aku lakukan disaat kaki ini rasanya tidak mau beranjak dari tempat duduk didepan kelas.

Aku memejamkan mataku berusaha mengalihkan perhatian dari berisik yang diciptakan oleh dua orang itu. Setiap kali ada mereka suasana ribut tak dibisa dijauhkan. Aku orang yang menyukai tenang, dan bagiku bisa berteman baik dengan kedua orang berisik itu adalah hal yang menurutku masih terasa aneh.

"Ngapain nih?" tanya seseorang terdengar bersamaan dengan earphone yang terlepas dari telingaku. Aku menoleh kepada dua orang yang sudah duduk di sampingku itu. Wajah mereka tampak kelelahan.

BENUA dan HUJAN (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang