Bagian 10 Normal

4 1 0
                                    


(Jun's POV)

Namaku Jun. Junaidy lengkapnya. Saat aku masih kecil, aku lebih sering dipanggil Juna. Sepanjang hidupku, aku selalu bertingkah normal dalam membaur dengan orang-orang. Walaupun aku tidak suka keramaian. Aku selalu menganggap bahwa sifatku ini normal dibanding Sam dan Hansel yang kadang sering menggila dan konyol. Padahal kanyataannya, aku bukan orang normal sama sekali.

Aku Indigo. Kemampuanku membaca aura.

Sejak lahir, aku sudah dapat melihat warna-warna yang muncul dari tubuh seseorang, walaupun agak samar. Ada yang cerah menyenangkan, ada juga gelap mengerikan. Setiap warna tersebut mewakili watak asli dan energi dari orang yang memilikinya. Itulah mengapa, sejak kecil aku tidak terlalu suka mendekati orang. Karena aku sudah tahu watak busuk mereka sebelum mengenalnya lebih jauh.

Teman-temanku juga menjauhiku karena aku dianggap aneh. Ketika aku masih SD, aku sering memberi julukan pada tiap orang dengan warna aura mereka.

"Aurel warnanya merah! Pantas dia suka berisik!"

"Si Nando yang butek itu ya? Dia nakal, makanya butek."

"Warnamu biru!"

Awalnya teman-temanku hanya menertawakanku. Tapi karena aku selalu menyendiri di sekolah dan menjauhi mereka, mereka pun mulai merundungku dengan lebih parah.Guru-guru sampai memangggil orang tuaku karena kelakuanku yang aneh itu. Sampai rumah, aku dimarahi habis-habisan. Mereka menganggapku sakit mata karena sering bermain game. Aku berusaha membela diri dan menceritakan semua yang ku lihat. Tapi mereka tetap tak percaya.

Tidak dipercayai oleh orang yang kamu percaya itu menyakitkan.

Aku mogok sekolah. Aku tidak mau bersama orang-orang yang merundungku, apalagi dengan warna di sekeliling tubuhnya yang mengerikan. Aku juga benci orang tuaku yang tidak mempercayaiku. Orang tuaku sampai kewalahan dalam menyikapiku yang selalu mengunci diri di kamar dan hanya main game. Lalu aku dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa.

Hasilnya normal. Mataku sehat tanpa cacat. Orang tuaku tetap tidak percaya, lalu mereka membawaku ke beberapa dokter spesialis mata yang lain. Hasilnya tetap sama. Normal. Bahkan mereka berdua mengirimku ke psikolog! Mereka kira aku gila apa? Tapi yang mereka lakukan semuanya sia-sia. Kejiwaanku normal. Aku dinyatakan sehat secara fisik maupun mental.

Hingga akhirnya ....

"Sudah ke paranormal?" tanya psikolog ke mama.

"Eh?" Mama langsung kaget. "Kenapa paranormal?"

"Sepertinya yang janggal dari anak ini bukan dari fisik atau mentalnya. Saya tidak tahu bagaimana. Juna tidak menampakkan tanda-tanda kebohongan maupun halusinasi sama sekali. Jadi menurut saya, mungkin ini masalah spiritualnya."

"Tapi, apa itu mungkin?" tanya mama yang berprinsip tidak percaya pada tahayul. Sementara aku duduk di sampingnya dan merasa agak ngeri ketika disuruh ke paranormal.

"Tidak ada salahnya mencoba. Itu termasuk ikhtiar," terang psikolog itu.

Mama hanya menggerutu setelah keluar dari ruangan psikolog itu. Menurutnya, pergi ke paranormal malah merupakan usaha yang paling sia-sia. Dia sama sekali tak percaya hal mistis seperti itu, walaupun dia masih punya iman pada Tuhan. Sementara aku merasa takut dan bersembunyi didalam kamar. Aku tidak mau ke paranormal. Dalam bayanganku, orang seperti itu pasti akan memanggil hantu-hantu menyeramkan. Melihat aura gelap manusia jahat saja sudah mengerikan, apalagi hantu!

Aku tidak pernah masuk sekolah lagi. Hidupku hanya ku isi dengan bermain PSP. Sebenarnya aku ingin seperti anak normal lainnya. Bermain di luar dengan banyak teman dan tertawa bersama. Namun hal itu hanya mimpi buruk jika dilihat dari keadaanku sekarang.

EMOINDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang