Bagian 2 Siksaan

15 3 2
                                    

(Sam's POV)

Kepalaku terasa sakit dan berat. Suara berisik orang-orang disini memperparah rasanya.

Hansel, Jun, Angel, dan tunangannya berdiskusi untuk memilih film yang akan kami tonton. Rencananya mau lihat Dilan 1990. Tapi, Jun yang tak pernah tertarik menonton film romantis ingin mengajukan judul film lain. Sementara aku tidak bisa mengikuti pembicaraan mereka. Kepalaku tersiksa untuk ku gunakan berpikir, apalagi memilih film. Dan ku putuskan untuk berkata, "Aku pulang ya."

Hansel menatapku tajam sebagai tanda tak setuju. Ya sudah, ku tahan kepalaku.

***

Mataku panas. Pandanganku kabur. Ada yang tak beres dengan penglihatanku.

Kami semua duduk di bangku penonton. Aku duduk diantara Angel dan Hansel. Jun terdapat di ujung bangku tepat sebelah Hansel. Dan disamping Angel selain aku, juga terdapat tunangannya. Aku menunduk dan menahan kepalaku. Semua sakit, panas, sesak. Aku tak tahan.

"Mau ke mana?" tanya Jun saat aku beranjak berjalan menuju pintu keluar bioskop.

"Ke toilet. Cuci muka. Kepalaku sakit dan panas sekarang," ucapku lalu pergi.

Dia tak berkomentar apa-apa. Aneh. Aku kira dia akan bersikap seperti Hansel dan mencegahku karena mengira aku kabur. Dia cuek seperti biasa.

Kemudian aku benar-benar ke toilet dan membasuh seluruh kepalaku hingga basah, tak hanya mukaku. Aku juga sampai memuntahkan isi perutku. Ku tatap wajahku di cermin.

Hah? Mata ungu. Mengerikan. Semakin aku menatapnya semakin sakit rasanya dan....

Krak! Cermin di depanku retak seketika.

Aku terperanjat kaget dan lari dari toilet menuju ruang bioskop lagi. Kenapa? Kenapa hari ini semua yang ada disekitarku jadi mengerikan?

***

Menonton film bersama menjadi tak menyenangkan sama sekali. Kepalaku sakit. Mataku panas dan berubah. Lingkunganku rusak dengan sendirinya. Mungkin orang-orang di sekitarku merasa tak nyaman. Bukan karena mood-ku yang sangat jelek hari ini. Tapi memang suasana bioskop sedang bermasalah. Ada kursi yang bergetar sendiri. Ada lampu yang bergoyang. Dan hal aneh lainnya. Hingga para penonton histeris di tengah pertunjukan film. Seperti baru saja ada gempa bumi kecil. Tentu saja, mereka ketakutan dan keluar dari bioskop, termasuk aku.

"Sayang sekali ya nontonnya jadi batal," keluh Angel. Tak hanya dia yang merasa kecewa. Seluruh penonton disini merasa kesal karena gempa bumi kecil tiba-tiba itu. Semua orang telah keluar dari gedung bioskop. Baiklah, aku akan memanfaatkan ini agar bisa pulang cepat.

"Teman-teman, karena acara nonton batal, aku pulang ya. Aku gak enak badan," pamitku sambil memegangi kepalaku yang sakit dan menutupi mataku dengan satu tangan.

"Sam, kamu pucat banget!" kaget Hansel yang baru sadar bahwa sakitku tidak dibuat-buat. Sebelumnya dia mengira aku pura-pura sakit agar bisa menghindari Angel dan tunangannya.

"Sebaiknya kamu pulang dan istirahat aja, Sam. Cepat istirahat biar cepat sehat lagi," nasehat Jun dengan perhatian namun pandangannya dialihkan ke tempat lain.

Aku mengangguk dan berbalik pulang. Kosku dekat, jadi tinggal berjalan kaki. Aku tidak kuat lagi untuk menyalami mereka sebelumnya. Bahkan baru berjalan lima meter dari mereka, aku sudah terseok dan jatuh. Jun dan Hansel terkejut dan berusaha menolongku, tapi aku menolak dan berusaha berjalan sendirian. Aku berjalan sendirian dan terus berjalan, hingga setelah ku tahu mereka sudah tak bisa melihatku lagi, ku percepat langkahku hingga berubah menjadi pelarian yang kencang. Orang-orang di sekitarku mungkin heran karena ada beberapa orang yang ku tabrak. Tapi aku tidak peduli. Kepalaku lebih sakit daripada lutut mereka yang habis terjatuh. Aku terus meneruskan lariku hingga menuju kos.

EMOINDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang