Bagian 5 Merusak Pemandangan

9 1 0
                                    

(Sam's POV)

Hari ini aku berangkat kuliah lagi. Hah~ Rasanya aku malas untuk berangkat. Harus bertemu Ara, eh, Angel. Sial! Gara-gara mimpi saat aku sakit kemarin, aku jadi teringat lagi dengan gadis itu. Tapi kali ini emosiku tidak terlalu parah seperti saat aku mengetahui kemunafikan Ara terbongkar dulu, karena sekarang aku sudah punya teman yang ada disampingku. Yaitu Hansel dan Jun. Walaupun sebenarnya aku masih belum mempercayai mereka sepenuhnya. Aku percaya mereka akan selalu bersamaku, namun aku tidak yakin apakah mereka akan tetap menerimaku yang sesungguhnya atau tidak. Karena itulah sampai sekarang, aku masih belum mencurahkan segala rahasiaku pada mereka. Aku takut mereka akan menjauh dariku seperti teman-teman masa kecilku lakukan atau berlaku baik di depanku tapi berlaku busuk di belakang seperti Ara. Aku ingin menjalani pertemanan sebagai orang normal.

Aku berkaca di depan cermin. Mataku baik-baik saja sekarang. Penampilanku juga terlihat rapi. Mencerminkan calon mahasiswa teladan yang rajin. Aku harus dapat mengontrol emosiku lagi seperti biasanya. Itulah sosok yang selalu ku tampilkan pada orang-orang di kampus. Oke, aku berangkat.

Kak Ega yang kemarin sempat merawatku saat aku sakit juga siap berangkat untuk konsultasi skripsi. Kami berangkat. Aku bersyukur. Dia dan warga kos lain tidak sadar dengan kekuatan mataku dan mengira warna mataku hanyalah softlense serta kekacauan di kamarku disebabkan oleh aku yang sedang mengamuk waktu itu. Hal itu pasti terdengar masuk akal bagi mereka. Walaupun ada beberapa orang yang masih heran karena aku yang biasanya tenang dan diam tak biasanya mengamuk hebat seperti itu.

Aku dan Ega berpisah karena berbeda gedung fakultas. Aku masuk gerbang fakultasku sendiri. Akhirnya setelah sekian beberpa hari aku tidak masuk ke tempat ini. Semoga hari ini tidak terjadi hal-hal buruk seperti waktu lalu dan ....

Bruk! Tiba-tiba ada seseorang yang mendorongku dari belakang. Brengsek. Aku terjatuh, menoleh, dan mengeluh, "Apa seperti ini caranya memperlakukan orang yang baru sembuh?"

Sial. Hampir saja aku tak bisa menahan emosiku. Lampu di belakang orang itu bergetar, lalu diam kembali.

"Hoy hoy, jangan baper begitu dong! Ini adalah cara penyambutan khusus dariku untukmu," kata Hansel, pelaku utama yang membuatku terjatuh saat ini sambil memitingku. Ya ampun, seseorang tolong aku! Dengan posisiku yang disiksa Hansel seperti ini, aku lebih mirip kucing yang sedang dipelihara majikannya. Tapi aku berusaha menahan diri. Hampir saja aku meledakkan tas cowok yang sekarang sedang dilihati setiap cewek di sekitar kami sambil bilang "Ya ampun, gantengnya" atau "Oh gusti, keren banget dia. Cowok itu bisa ngalahin si cupu itu" tanpa berniat untuk menolongku.

Sementara Jun yang ternyata ada di belakang terus menuju gedung tanpa menoleh sedikitpun.

"Jun, tolong aku! Aku ditindas sekarang!" teriakku padanya.

"Jangan dekati aku!" ucapnya dengan nada datar dan dingin tanpa menoleh.

Heh? Kok rasanya de javu ya?

"Ayolah, Jun! Jangan abaikan aku! Notice me, please!" rengekku dengan manja.

"Sudah ku bilang! Aku gak ingin dekat denganmu," balasnya dengan dingin. "Kamu merusak pemandanganku."

Aku dan Hansel melongo. Pitingannya pun melonggar. Tapi..

Hua! Aku diabaikan Jun!

***

"Aku tidak habis pikir mengapa si Jun menjadi seperti itu," kata Hansel ketika mendapatkan kewarasannya kembali setelah menyerangku dengan brutal.

"Seharusnya aku yang bilang begitu. Aku kan gak masuk beberapa hari ini dan gak pernah ketemu dengannya. Ada apa dengan Jun hingga dia menjauhiku seperti tadi?" tanyaku lalu meminum minuman isotonik. Karena akhir-akhir ini badanku lemah, aku merasa perlu mengisi cairan tubuhku.

EMOINDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang