Bagian 1 Kebangkitan

16 3 0
                                        

(Sam’s POV)

Satu hari sebelumnya ....
Kampusku selalu nyaman. Dipenuhi oleh mahasiswa yang sering memburu ilmu atau dosen pembimbing skripsi. Atau sekadar sebagai tempat untuk bersosialisasi dengan mahasiswa lain dari berbagai daerah. Atau juga sebagai tempat untuk memulai hidup baru. Seperti aku.

Hidup baru? Membingungkan ya? Baiklah, akan ku ceritakan. Mengapa aku menjadikan tempat ini sebagai tempat memulai hidup baru, walaupun sebenarnya aku belum menikah dan tidak pernah punya pasangan sejak lahir. Hiks. Namun sebelum itu, aku ingin mengenalkan diri.

Hai, namaku Samudra, tapi orang-orang sering memanggilku Sam. Terserah sih orang mau panggil aku apa, yang penting mereka bisa nyaman denganku. Itulah menurutku. Sekarang aku sudah masuk kuliah semester lima di kampus ini. Udah senior rasanya, dan tahun depan harus siap dengan namanya skripsi jika mau lulus cepat. Aku merasa tak masalah dengan itu. Yang ku butuhkan hanya giat belajar, mengerjakan tugas, dan banyak membaca jurnal penelitian. Dan kali ini aku sedang berangkat menuju kelas untuk kuliah Jaringan Komputer Lanjutan.

Tiba-tiba ada yang menepukku dari belakang, hingga aku kaget dan menghentikan narasi tentang diriku. Aku pun berbalik. Oh iya, ini dia. Dua sahabatku yang selalu bersamaku sejak OSPEK. Hansel, mahasiswa terlalu tampan yang sudah membuat jantungku copot karena kejutannya dan Jun, si jutek yang tubuhnya lebih mirip anak SMP daripada anak kuliah.

“Sam,” katanya Hansel sambil merangkulku. “Jangan tengok belakang! Juned lagi PMS.”

“Hah? Kamu apain lagi sekarang?” tanyaku sambil menahan tawa.

“Sialan kalian! Ada tugas malah gak kasih tahu sama sekali!” omel Jun sambil menonjok punggungku dan Hansel. “Gara-gara kalian, aku harus lembur semalaman sampai gagal ikut event game kemarin. Padahal aku udah terlanjur habisin uang bulananku buat daftar itu.”

“Jadi bocil jangan kebanyakan main game. Main gobak sodor gih!” nasehat si Hansel.

“Sialan lo, Hans!” umpat si kecil itu.
“Jangan ngambek gitu dong, Jun! Nanti aku beliin permen deh,” tambahku.

“Sam! Bukannya ngebela, kamu malah ikutan si Hans!” kata Jun kecewa. Wajah kesalnya malah terlihat menggemaskan. “Awas kalian berdua!”

“Aduh, diancam Juned nih! Jadi takut,” ucap Hansel dengan pura-pura merasa ketakutan.

“Biarin aja. Gak ada untungnya ngebela kamu, Jun,” tambahku lalu melakukan tos dengan Hansel sambil tertawa. Aku senang melihat wajah babyface Jun yang marah. Mirip anak kucing yang mengeong omel pada majikan manusianya. “Lagipula salah siapa coba, di kelas waktunya dengar ceramah dosen malah sibuk main ponsel,” kataku yang menusuk hati Jun. Pasti nancep banget, sampai-sampai wajah kesalnya berubah jadi rasa bersalah.

“Gak adil banget sumpah! Kamu sendiri juga sering tidur di kelas, Sam! Tapi kenapa IPK-mu selalu tinggi!” lanjut omel anak itu.

“Sudahlah, jangan cemberut gitu dong, Juned!” ucap Hansel sambil mencubit kedua pipi Jun. “Nanti tambah jones lo.” Tapi Jun tetap menampakkan wajah kesal dan terus mengomel. Berbeda dengan Jun yang seperti anak SMP yang tersesat di kampus, Hansel selalu berhasil menyihir setiap pandangan wanita disekitarnya. Seperti sekarang. Saat kami bertiga bersama, selalu ada cewek yang melihat ke arah kita. Itu semua karena ketampanan Hansel. Bahkan ada juga cewek yang berani mendekati Hansel dengan alasan tugas, tapi laki-laki itu kelihatan tak peduli. Karena selama ini, tugasnya hanya berupa salin-tempel-modifikasi dari tugasku. Rasanya kesal juga. Kemanapun kita bertiga pergi, para cewek selalu fokus ke Hansel saja. Sementara aku dan Jun seperti nyamuk yang numpang lewat saja.
Aku hanya nyengir dengan kelakuan mereka.

EMOINDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang