Syifa tersenyum kemudian meletakkan lipatan kertas yang ia bentuk menjadi burung. "Bibi tidak tahu jika kau sangat suka melipat."
Gadis kecil dengan rambut diikat dua, rok kotak-kotak merah selutut, serta kaos putih pendeknya, tampak serius melipat. Namun, kemudian ia kesal karena hasilnya berbeda dengan yang ia lihat. "Kenapa punyaku jelek?"
"Mau mencobanya lagi? Kita bisa melipatnya lagi. Kau perhatikan dengan baik ya?" Syifa kembali melipat kertas warna itu dengan sangat pelan agar Ara bisa menirunya.
Memilih kawasan dorm adalah keputusan tepat bagi Syifa. Dengan begini, ia dan Ara takkan berada di bawah ancaman penyerangan. Bahkan mereka bisa dengan nyaman bermain di sana meski sesekali Syifa harus meminta Ara agar tak terlalu berisik. Bukan apa-apa, Syifa yakin beberapa orang sedang beristirahat sekarang.
"Bibi, kita akhiri saja. Aku bosan," ujar Ara, membuat Syifa menghentikan aktivitasnya.
"Baiklah, kau ingin bermain apa?"
"Di taman. Aku ingin main ayunan."
Syifa sebenarnya bukan tak mau mengajak Ara ke sana. Namun, kondisi saat ini sedang sangat parah. Ia tak mau jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ara.
"Ara, kau tidak mau pakaianmu kotor 'kan? Kalau begitu, tetaplah di sini."
"Tapi di sini cukup membosankan."
"Tapi jika Ara pergi keluar, pakaian Ara bisa kotor."
Ara terdiam seolah memikirkan semuanya. Namun, pada akhirnya gadis itu tetap mengangguk. "Baiklah, aku akan tetap di sini sampai Appa menjemput."
Syifa sebenarnya tak berniat menakuti. Namun, kenyataannya seperti itu. Ia tak menjelaskan terlalu jelas karena yakin, hal itu hanya akan membuat Ara takut dengan dunia luar nantinya.
"Sebentar." Syifa segera beranjak saat ekor matanya menangkap siluet seseorang. Sebenarnya sejak tadi ia juga menunggu kedatangan seseorang. Kebetulan sekali orang yang ia tunggu sudah tiba dengan 2 kantung plastik besar di tangan.
"Jangan alesan soal artikel lagi. Tau gak? Nyari ginian tuh susah," gerutu Rey sambil memberikan 2 kantung plastik itu.
"Makasih." Syifa segera menghampiri Ara, membuat Rey yang notabene berjasa sebab membelikan hal yang gadis itu inginkan, menggeleng. Namun, ia tak kesal sebab bisa membelikan banyak mainan juga makanan untuk Ara.
"Apa Paman mau bermain denganku juga?" tanya Ara. Namun, Rey justru menggeleng kemudian meregangkan ototnya.
"Paman lelah. Lain kali kita mungkin bisa bermain lagi." Rey melangkah masuk ke kamarnya, membuat Ara hanya menatap sebelum memilih membongkar isi belanjaan yang dibawakan pria itu.
"Karena Ara sangat cerdas, Bibi belikan ini. Mungkin Ara akan suka dengan angka," jelas Syifa saat mengeluarkan mainan puzzle dengan gambar angka. "Lalu, Ara suka melipat kertas. Jadi, Bibi juga belikan kertas warna."
Ara hanya tersenyum melihat banyaknya mainan di sana. Meski bukan mainan yang mahal, gadis kecil itu terlihat senang dengan pemberian Syifa. "Apa aku boleh membawanya pulang nanti?"
"Tentu saja, Bibi membelikannya untukmu. Kau pasti sangat suka mainan." Syifa beranjak dengan satu cup mie instan di tangan. Ia kemudian mengentuk pintu kamar Rey, berniat memberikannya pada pria itu. Namun, karena kelelahan Rey pasti sudah tidur dengan nyenyak. Hingga akhirnya Syifa kembali menghampiri Ara.
"Apa Paman sudah tidur."
"Sepertinya. Kau mau makan apa? Kau pasti lapar 'kan? Atau ... Bagaimana jika pesan sesuatu?" tawar Syifa sambil mengeluarkan ponsel. Namun, Ara malah menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Heart Return✔️ [Terbit!]
FanficPemesanan bisa dilakukan dengan mengunjungi akun resmi Mayra Pustaka Perasaan sebelumnya yang belum sempat tertuntaskan, membuat Jungkook kembali dibingungkan oleh hati dan logikanya. Terlebih, kehadiran Syifa kembali dalam hidupnya.