#21 For Ara

47 6 206
                                    

Syifa beranjak saat suara ketukan tak kunjung berhenti. Padahal, biasanya Yeonhwa tak pernah mengetuk pintu untuk masuk.

Syifa mengerutkan dahi saat mendapati Taehyung sedang menggendong Ara yang kini tertidur.

"Boleh aku menitipkannya? Aku tak mungkin membiarkannya sendirian di rumah atau tetap di ruang rawat Tzuyu. Aku harus pergi ke agensi untuk mengurus soal skandal itu."

Syifa tak langsung menanggapi. Ia heran sebab, untuk apa Taehyung datang semalam itu ke kamarnya hanya untuk menitipkan Ara. Lagi pula, Jungkook bisa saja menjaga gadis kecil itu.

"Maaf jika aku mengganggu, tapi ini terlalu mendesak dan Jungkook sudah tidur."

Syifa tak mengatakan apa pun. Ia membuka pintu kamarnya, mempersilahkan Taehyung masuk. Lagi pula, ia tak mau berhutang budi karena Taehyung sudah menyelamatkannya.

"Aku janji hanya sebentar." Taehyung hampir menepuk bahu Syifa. Namun, ia lantas mengepalkan tangannya kemudian tersenyum. Ia lantas membungkukan tubuh sebelum akhirnya pergi.

Syifa menatap Ara yang kini tertidur pulas di atas ranjangnya. Tak ada pilihan untuk menolak. Ia yakin Taehyung sangat terdesak dan tak mungkin meninggalkan Ara sendirian di rumah. Apalagi, Ara juga menjadi perbincangan sekarang.

Syifa terkejut saat mendapati Ara mulai menangis. Ia mendekat ke arah ranjang lalu menyeka air mata gadis kecil itu.

"Eomma." Itulah yang digumamkan Ara. Syifa yakin, Ara pasti sangat merindukan Ibunya. Namun, sayang sekali karena Ara takkan bisa menemui Ibunya lagi.

Syifa menarik selimut untuk menutup tubuh mungil itu. Selanjutnya, ia mengusap halus pucuk kepala Ara. Namun, tangannya berhenti saat Ara menggenggam tangannya.

"Eomma."

Syifa juga jadi inget Mama, batin Syifa. Ia melepas perlahan genggaman tangan mungil.

"Tidur yang nyenyak, Ara."








Taehyung hanya menundukan kepala. Ia memilih diam, mendengar setiap ucapan pemilik agensi yang menaunginya.

"Sudah pernah kukatakan 'kan? Ara bisa membuat karirmu benar-benar hancur, Taehyung. Bukankah sejak awal, semua orang memintamu menyingkirkan bayi kecil itu?"

"Apa aku bisa dengan tega meninggalkan bayi yang sudah kulenyapkan Ibunya? Kenapa tidak katakan jika aku mengangkatnya sebagai putriku?" tanya Taehyung. Ia yakin, mungkin dengan alasan itu, semua orang bisa menerima.

"Taehyung, semuanya tak semudah yang kau pikirkan? Semua orang berpikir kau benar-benar mempunyai anak." Pria itu mengusap kasar wajahnya. "Jika kau ingin berbuat sesuka hatimu, kenapa tidak pindah agensi saja?"

"Dan membuat hidupku semakin dalam masalah? Bukankah seharusnya Anda melindungi saya?"

Pria itu meletakan beberapa lembar kertas berisi surat pengunduran diri dari berbagai brand yang Taehyung bintangi. "Apa aku terkesan tak melindungimu? Bukan hanya soal identitas Ara, tapi kau tahu? Saat ini kau dituduh melakukan pelecehan karena beberapa foto yang mirip denganmu sedang berada di bar, tersebar."

"Apa Anda meragukan kepribadian saya? Selama ini saya tidak pernah pergi ke bar kecuali bersama member. Ah ya, soal pelecehan. Bukankah Anda bisa menyangkal semuanya? Katakan saja jika Ara adalah yatim piatu yang kuasuh dari kecil." Taehyung heran kenapa hanya dirinya yang disorot. Padahal, banyak idol yang membiayai anak orang lain. Apa salah jika ia mengurus Ara? Ia merasa dunia tak adil padanya.

"Pilihannya hanya ada dua, kirim Ara ke tempat yang jauh, atau mengundurkan diri."

"Mengundurkan diri," ujar Taehyung tanpa memikirkannya. Lagi pula, baginya Ara adalah yang paling penting. Bahkan di saat ia dalam keadaan terpuruk karena semua keluarganya memutuskan untuk menjauh, Ara mulai merangkak ke arahnya dan mengatakan 'Appa' dengan sangat menggemaskan.

"Kau yakin?"

"Lagi pula, agensi sepertinya sudah tak membutuhkanku. Buktinya, kalian memilih bungkam dibanding membersihkan namaku yang sudah telanjur kotor dengan banyaknya tuduhan tak berdasar."

*
*
*

Taehyung mengerutkan dahi saat cahaya matahari menyorot matanya. Perlahan ia terduduk lalu menggosok matanya. Ia tak ingat kenapa ia bisa tidur di sana semalam.

"Kau sudah bangun? Astaga, semalam adalah kali pertamaku melihatmu minum sebanyak itu." Yoongi meletakan semangkuk sup anti pengar yang masih mengepulkan asap panas di atas meja. "Kau mendapat masalah lagi?"

"Aku mengundurkan diri," jawab Taehyung dengan tangan yang masih memijat pelipis. Ia sungguh merasa kepalanya sangat sakit.

"Maksudmu?"

"Aku tidak akan berada di atas panggung lagi. Aku sungguh lelah," jawab Taehyung.

"Kau mengambil keputusan buru-buru lagi? Menurutmu, kau akan memberi makan Ara bagaimana jika kau tidak bekerja?" Yoongi membuka kaleng soda yang tadi ia bawa kemudian meneguknya. "Kau harus memikirkannya berkali-kali."

"Mereka memberiku dua pilihan. Mengirim Ara pergi, atau aku mengundurkan diri. Akan sulit jika aku harus hidup tanpa Ara." Taehyung berusaha menahan air matanya. Keputusannya benar-benar akan berpengaruh. Baik untuk Ara atau penggemarnya.

"Aku rasa keputusanmu sudah bagus, tapi aku lebih merasa jika keputusanmu terlalu terburu-buru. Mungkin pd-nim hanya sedang marah saja. Apa kau tahu? Kasus-kasusmu keluar saat hoobae kita akan comeback. Satu hal, jangan dulu menandatangani surat pengunduran diri."





"Apa Appa tidak akan menjemputku?" Ara mencebik sambil melipat kedua tangannya. Sementara, Syifa sibuk menyisir rambut gadis kecil itu untuk mengikatnya.

"Mungkin Appa-mu belum bangun."

Ara menoleh untuk menatap Syifa. "Kenapa aku ada di kamar Bibi?"

"Kau tahu? Anak kecil tidak boleh menginap di rumah sakit. Mungkin itulah kenapa, Appa mengirimmu kemari." Syifa juga sebenarnya tak tahu pasti kenapa Taehyung menitipkan Ara dan tak kunjung kembali. Ia jadi khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu.

Syifa melirik jam tangannya. Sebentar lagi ia harus bertugas. Namun, Taehyung belum kembali untuk menjemput Ara.

"Aku akan temui Bibi Tzuyu."

"Tidak, kau tidak boleh ke sana, ya? Bagaimana jika bermain dengan Bibi saja?" tanya Syifa. Namun, Ara justru menggeleng lalu berlari menuju pintu.

"Ara, apa kau suka cokelat? Bibi punya cokelat." Sebisa mungkin, Syifa harus menahan Ara. Ia tak mau jika Ara hilang nantinya.

"Apa Appa sedang mencari Eomma?" Ara menerima cokelat yang Syifa berikan. Namun, wajahnya justru menunjukan jika ia sedang sedih sekarang. "Aku ingin bertemu Eomma."

Syifa tersenyum lalu mencubit pelan pipi Ara. Selanjutnya, ia menggendong gadis kecil itu. "Kau pasti akan bertemu dengannya. Apa semalam kau memimpikannya?"

Ara mengangguk. "Tapi dia pergi."

Syifa sungguh sedih jika sudah mendengar Ara membicarakan sang Ibu. Ia sedih karena anak sekecil Ara harus hidup tanpa kedua orang tuanya. Namun, Ara beruntung karena bertemu sosok sebaik Taehyung. Mungkin jika orang lain yang menabrak sang Ibu, Ara belum tentu dirawat sejak masih bayi.

"Ara harus bersabar menunggu Eomma datang. Sekarang Bibi harus bertugas. Kau mau bermain dengan Paman?" Syifa membuka pintu, berjalan keluar dan berharap Rey mau menjaga Ara sampai Taehyung datang.

Benar saja, pria itu sedang berjalan menuju kamar. Bukankah ini sebuah kebetulan yang menguntungkan?

"Rey, Syifa boleh minta tolong? Jagain Ara ya? Syifa bagian tugas," ujar Syifa yang tentu membuat Rey bingung.

"Kenapa gak minta Bang Yusuf aja?"

"Dia lagi tidur kayaknya. Ya? Please, cuman sebentar kok," ujar Syifa yang tentu membuat Rey terpaksa menerima. Padahal ia sudah sangat kesal karena hal-hal yang berhubungan dengan Taehyung.

"Oke, tapi kalo Bapaknya dateng, kabarin."





TBC🖤

18 May 2021

Paper Heart Return✔️ [Terbit!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang