Bab 35: Pantang Ditolak

9 1 0
                                    

Votenya gengs:v

Votenya gengs:v

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Peristiwa dimana hati Milan dibuat semriwing-semriwing telah berlalu sejak kemarin. Mendadak, tekadnya konstan membumbung tinggi seusai diberi pengalaman paling mengesankan sedunia.  Rosa yang dahulu masa bodo mengenai visual cast akhirnya turut campur menggenjot semangat Milan agar segera membujuk Galang. Ia tidak sabar melihat kekonyolan teman se-cirle-nya. Pertunjukan seru pasti akan terjadi nanti.

Dengan begitu, selepas kegiatan pembelajaran usai Milan memutuskan untuk mampir ke angkasa. Misinya harus dijalankan sekarang juga. Sangat setia ia berdiri menanti kepulangan Galang sembari celingak-celinguk sana-sini. Pengen pedekate sekaligus modus sih. Siapa tahu cowok bule yang Milan temui di Angkasa kebetulan lewat dan lebih beruntung lagi kalau ia ditebengi pulang.

Sesuai titah kanjeng ratu Dwi Vera di chat, dirinya pun menunggu di parkiran. Beberapa murid penghuni angkasa melirik curiga. Milan tebak mereka pasti menuduhnya ingin mencuri salah satu motor di sini atau mengambil helm-helm mahal itu.

Ngadi-ngadi emang. Orang cantik gini dikira maling.

Berselang sepuluh menit menunggu di parkiran, batang hidung Galang tak terlihat juga. Milan bosan. Ternyata menunggu cowok peka di dunia perkodean tidak sejenuh menanti kemunculan makhluk tampan itu. Rapalan doa turut ia ucapkan. Meminta Galang segera tiba. Tanpa sadar, derap kaki telah membawa Milan ke deretan kelas. Lorong panjang ini tampak sepi.

"Serem banget suasananya. Biasanya di lorong kayak gini banyak makhluk halusnya. Sebelas duabelaslah mirip teman-temannya Rysan."

Asyik memandangi kelas-kelas kosong tersebut, Milan kontan dibuat berjengit kaget ketika mendengar ketukan langkah seseorang.

"Galang," teriak Milan mengabaikan rasa malu yang akan timbul setelahnya. Tanpa menunggu apa pun gadis remaja itu mengekor orang yang ia tunggu sejak tadi. Milan tidak peduli lagi. Yang penting niatnya terlaksana.

Objek utama yang Milan panggil pun menoleh. Pupil matanya membulat menyaksikan kehadiran cewek yang dua hari lalu ia temui.

"Gal." Milan berjalan terburu-buru demi mengikis jarak yang terbentang antara ia dan Galang. "gue bawain lo roti bakar. Dimakan ya," sambungnya menyerahkan sekotak roti bakar.

Galang memandangi Milan sebentar lalu mengambil sekotak roti bakar yang tersodor untuknya.

"Makasih roti bakarnya. Gue bawa ya," seru Galang sangat ramah. Baru lima langkah berjalan, derap kaki Milan tak urung berhenti mengikuti siswa angkasa itu kemana pun.

"Gal tunggu."

Galang berhenti sejenak. "Ada apa?"

"Izinin gue ya buat makai foto lo untuk visual cast?"

Galang diam. Mengerti masalah visual cast takkan berhenti sampai di situ, Galang pun menghela napas panjang. Ia kembali melanjutkan langkah tanpa menggubris permintaan Milan. Hanya orang gila saja yang mau menuruti keinginan konyol itu. Dan Galang bukanlah tipikal manusia yang suka terhadap hal-hal unfaedah semacamnya. Jika Milan meminta yang wajar mungkin Galang mau mempertimbangkan.

"Gue mohon. Please."

Siluet tinggi tegapnya membayang di tengah-tengah langit yang hampir menggelap. Terhitung enam menit sudah Milan mengikuti si empunya langkah. Namun, Galang tampaknya enggan merespon. Memohon pun sudah ia lakukan, tapi nihil.

Jangan kan menoleh lagi, membalas kata-kata Milan saja ogah Galang lakukan. Arrgh, sesusah ini ternyata menaklukan hati seorang cowok rupanya? Kalau begini bagaimana dengan keberlangsungan misi tersebut? Berulang kali Milan mengacak rambutnya frustasi. Ia seakan kehabisan ide.

"Galang, gue mohon. Setelah ini gue janji deh gak akan ganggu lo lagi."

Perlahan tapi pasti, lagi-lagi Milan utarakan keinginannya. Gadis berusia tujuh belas tahun tersebut lantas mensejajarkan posisinya dengan si cowok. Kini air mineral yang terpaksa ia tawari. Dan, yups, sedetik kemudian, usaha Milan hampir berhasil. Galang menoleh. Menatap Milan tanpa ekspresi. 

Aish, lihat saja, bukannya buka suara, cowok berseragam putih abu-abu disertai jas almamaternya malah melenggang pergi.

Kesabaran Milan terkikis habis.

Dengan langkah lebar ia berjalan. "Woy cowok sombong! Lo pikir dengan sok cuek begitu, gue langsung mundur? Sorry, sampai kapan pun gue nggak akan berhenti selama keinginan itu belum tercapai. Camkan itu, Galang Pramudya Arthasena. GUE GAK AKAN BERHENTI!"

Teriakan Milan menggema di seluruh penjuru sekolah. Kekesalnya tengah memuncak. Berkali-kali Milan memohon akan tetapi tak ada gubrisan sedikit pun. Baju seragam yang dia kenakan sekarang basah kuyup akibat terpaan hujan. Angin kemudian berhembus kencang. Tak ubahnya dengan cuaca, suasana hati Milan pun sama buruknya.

"Coba aja kalau bisa. Sampai kapan pun gue gak akan mau nurutin permintaan unfaedah lo, Ayra Milantika!" batin Galang menjawab kata-kata Milan.

Cowok bertubuh jakung tersebut menghilang di gerbang. Langkah panjang dari kaki jenjangnya, tak Milan dapati lagi. Sia-sia. Itulah kata-kata yang tepat dan cocok menjelaskan kekecewaan yang dirasakan oleh Ayra Milantika. Tau terjadi seperti ini maka dengan tegas Milan menolak keras saran absurd dari sahabat-sahabatnya.

Bersambung...

Visual Cast [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang