13

799 307 161
                                    

«

Zalya tersadar, ia langsung mengubah posisinya yang tadinya duduk menjadi berdiri. Kemudian Ia mengekori Devan yang telah lebih dulu pergi.

Saat Zalya telah sejajar dengan Devan, Mereka berdua saling tersenyum kikuk satu sama lain, Devan mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu, sedangkan Zalya meremat sisi bajunya dan mengigit bibir bawah bagian dalam.

"Hm ... Zal, maafin aku, em, yang tadi ...." Devan menunjuk ragu ke arah di mana ia dan Zalya hampir berbuat kekhilafan.

"Em ... iya," jawab Zalya tanpa menoleh ke arah Devan. "Ini juga bukan salah kamu sepenuhnya kok, tadi aku juga ke bawa suasana, jadi gak cegah kamu buat berhenti i-itu, deh," tambah Zalya menatap Devan sambil memamerkan gigi ratanya.

"Untung aja kamu langsung sadar," tambahnya lagi dan kembali menatap Devan.

"Eh? Hehe, iya untung sadar, ya," balas Devan dengan tawa kikuk.

"Oh iya, camilan kita mana?" tanya Zalya mengalihkan topik.

"Aku tinggal di sana," jawab Devan sembari menengadahkan kepalanya. "Tuh," tambahnya.

"Yaudah, yuk!" ajak Zalya lalu ia menarik lengan Devan dan membawanya lari menghampiri camilan yang mereka bawa dari rumah.

--

"Cot, sini!" panggil Devan pada Zalya tuk segera bergabung dengannya di tikar yang sudah ia hamparkan.

Zalya yang tengah asyik mencoret-coret pasir pantai bersama snack-nya, mengangguk dan segera mendatanginya.

Devan merebut ciki Rin-bee dari tangan Zalya yang sudah berada di sampingnya, refleks saja Zalya menjitak kepalanya sampai ia mengaduh kesakitan, lalu Zalya merampasnya kembali.

"Ya Allah, Cot, pelit banget, sih." Devan menyunggingkan bibirnya.

"Ya abis, maen nyerobot aja gak sopan!"

"Minta ...," rengek Devan, ia berharap Zalya luluh dengan rengekkannya.

"Mau? Nih." Zalya melambungkan tangannya ke atas agar ciki yang dipegang olehnya tidak mudah direbut oleh Devan, dengan secepat kilat Devan terus berusaha menggapainya. Namun, usahanya sia-sia. Kini Zalya menghimpit ciki itu ke dekapannya dan membuat Devan kesusahan merenggut darinya.

Devan mendengus kesal, "huh, dasar, udah jelek, pelit pula."

"Kamu lebih jelek! Huh, udah jelek pemaksa pula," balas Zalya menirukan ucapannya.

Langsung saja tangannya mengusap gemas wajah Zalya, "em ...."

"Ciki gak cuma bawa satu, ambil aja sih yang lain," ucap Zalya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Iya, iya bawel." Sekarang Devan mencubit hidung Zalya gemas, membuat Zalya semakin mengerucutkan bibirnya.

"Lho, Bang Devan?" Kali ini suara anak laki-laki yang sekiranya menginjak kelas 1 Smp, mengalihkan dunia mereka.

"Eh Cil, ngapain di sini?" tanya Devan pada anak laki-laki itu yang baru saja datang.

"Biasa, Bang, maen, sekalian ngamen," terang anak laki-laki itu dan diakhiri tawa.

"Sumpah sih ngamen?" tanyanya lagi seraya membekap mulutnya penuh dramatis, Zalya yang melihat ekspresi yang diberikan Devan mendelik ia menatap Devan dengan pandangan 'ish lebay.' "kalian semua juga ikut ngamen?" tambahnya lagi, ia bertanya kepada 4 orang anak yang baru saja datang bersama Acil.

"Kagak Bang bercanda, elah, yang bener aja Acil ngamen, orang ganteng gini ga boleh jadi pengamen!" Anak laki-laki itu berucap penuh percaya diri.

Lantas Devan dan teman-teman Acil yang mendengarnya tertawa menghina, Zalya hanya geleng-geleng kepala melihat candaan orang-orang jahil di hadapannya. "Dih, apa hubungannya?" pekik Devan.

Without You [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang