20

676 237 169
                                    

🙌Cerita ini ringan-ringan aja, tapi penuh kejutan. Makanya bacanya jangan loncat-loncatan ya, santuy aja, biar nyambung dan tidak bertanya-tanya.

Zalya menghela nafasnya kasar, ia tidak mengingat sama sekali bahwa hari ini ia harus pergi dengan Angga ke tempat Fitting baju. Ia bukan hanya tidak ingat dengan ini melainkan ia tidak berniat sama sekali untuk mengingatnya.

Milka mengembangkan senyumnya saat melihat Zalya sudah ada dihadapannya dengan pakaian rapi, pun Harkat yang merekahkan seulas senyum seraya berkata. "Wah, anak gadis papa udah cantik aja, sini duduk dulu." Pria berumur itu menyuruh putrinya agar duduk bergabung dengannya di sofa ruang tv. "Oh, apa mau langsung berangkat aja?"

"Langsung berangkat aja kali, Pa, udah sana, dek, keburu siangan." Sorot mata Milka menyuruhnya untuk segera pergi, Zalya balik menatapnya dengan sendu.

Anak gadisnya belum saja bergerak pergi, Milka pun berinisiatif untuk menggiringnya. "Dek, ayo, kamu ini harus aja di anter ke depan pintu," kikik Milka dan masih menggiring anak gadisnya hingga sampai pintu rumah.

"Nitip Adity sampe pulang lagi ke rumah, ya, Ngga!" ujar Milka menyeru pada calon menantunya.

Si Mama apaan sih, emang aku barang di titip-titip! — gerutu Zalya dalam hati mencebik.

"Siap. Kalo gitu kami berangkat, Ma, Om, Assalammu'alaikum," pamit Angga.

"Iya, Wa'alaikumsalam," jawab Milka dan Harkat serempak. "Hati-hati, ya," lanjut Milka sambil melambai-lambaikan tangan.

Angga mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang dan sesekali melirik Zalya yang mukanya sedang ditekuk sedari kehadirannya di rumah tadi.

"Kamu gak seneng, ya?" tanya Angga dengan lembut tapi tidak melirik ke arah gadis itu.

"Iya lah, pake ditanya lagi," ketus Zalya.

Angga tidak menjawabnya. ada rasa pedih yang menjalar di dalam dirinya saat mendengar balasan dari gadis tersebut, tapi ia mengertikan perasaan gadis itu. Mungkin, apabila dia yang berada dalam posisinya yang harus menikah dengan seseorang yang tidak sama sekali dicintai juga memiliki pacar, pasti ia akan bersikap seperti itu, dan mungkin malah bertindak lebih dari itu.

Zalya menghela, "padahal saya udah ada janji sama temen saya hari ini," lanjutnya dengan nada sedih.

Angga tersenyum tipis, kali ini Zalya tidak berucap nge-gas seperti biasanya, hanya nada lemah yang ia keluarkan.

"Jam sekarang?" tanya Angga.

Zalya mengangguk.

"Kalo gitu saya telpon ibu butik-nya dulu buat mundurin jamnya, biar kamu pergi main dulu. Agak sorean aja kita ke sananya." Angga menunggu persetujuan Zalya dahulu.

"Beneran?" tanya Zalya antusias tak menyangka.

Angga mengganguk lalu ia menepikan mobilnya ke sisi jalan dan bergerak mencari nomer yang hendak ia hubungi di ponselnya.

Setelah menghubungi orang pekerja di sana, Angga pun mulai melajukan mobilnya.

"Turunin saya di sini aja, biar nanti temen saya yang jemput," pinta Zalya.

"Hah? Saya anterin, ketemuan di mana kamu?" tanya Angga.

"Maksudnya Om-nya juga ikut gitu?" Alis Zalya bertaut tajam. Angga mengangguk.

Zalya mengumpat dalam hati, sebelum akhirnya berkata, "kalo kayak gitu sih mendingan sekarang aja ke tempat bajunya," ujar Zalya kembali dengan nada ketus.

Angga menengok ke arahnya kedua alisnya pun bertaut. "Tapi kan tadi udah bilang di—" Ucapannya tidak ia teruskan melihat perubahan mimik Zalya. Angga menghela pasrah. "Oke."

Angga kembali menepikan mobilnya dan kembali menghubungi orang sana. Tadinya ia hendak meminta bantuan pada Zalya untuk meminta menghubunginya, tapi ia pikir itu ide buruk meminta bantuan kepadanya.

Sesudah menghubungi kembali pihak butik, Angga langsung menancapkan gas untuk segera melaju. Dengan perasaan campur aduk di keduanya, akhirnya mereka pun tiba di tempat tujuan.

Angga dan Zalya turun dari mobil lalu di sambut baik oleh pegawai sana. Satu persatu-satu mereka jelajahi hingga ke sudutnya, dan pegawai sana melayaninya dengan baik, memperlihatkan gaun cantik yang cocok dipakai untuk Zalya. Tapi gadis itu malah fokus pada ponselnya sedari masuk.

"Yang ini bagaimana, Kak? Ini sangat cocok sekali untuk kakak yang cantik dan memiliki kulit putih mulus," ujar salah satu pekerja sana.

"Oh iya, yaudah yang itu aja, Mba," balas Zalya masih tetap fokus pada ponselnya.

Angga yang memperhatikannya sedari tadi menegurnya pelan. "Kamu lagi ngapain? Itu Mba-mbanya kasian gak kamu hiraukan!"

"Iya, yang itu aja gapapa," jawabnya tanpa menoleh pada Angga.

"Oh, apa yang ini? Ini juga bagus buat kakak," ujar salah satunya lagi, menawarkan gaun cantik yang mereka punya.

"Oh, itu iya, boleh-boleh."

Angga yang merasa kasihan pada pegawai tersebut yang tak dihiraukan oleh Zalya dan perasaanya yang buruk takut gadis itu sedari tadi sibuk chattingan dengan pacarnya, ia kembali menegurnya dengan menarik ponsel yang berada di genggamannya.

"Kamu bisa fokus sini dulu, gak?" tegur Angga dingin.

Zalya berdecak,l. "Apaan sih, sini balikin gak! Mau balesin chat dari Hellena dulu."

"Buat apa?" tanya Angga.

"Ck, dibilang mau belesin chat. Tadi di mobil saya lupa gak ngabarin mereka kalo saya ijin telat dulu, dan mahkluk itu marah sama saya, mereka udah nungguin saya lama di sana," jelas Zalya nge-gas tanpa memperdulikan siapa pun.

"Ya salah siapa gak ngabarin dulu," sungut Angga menarik emosi Zalya dan ia sudah lupa bahwa mereka tidak sedang berduaan.

"Salah, Om! Abis Om-nya ngeselin," balas Zalya memberenggut kesal.

Angga kembali sadar dengan keadaan ini, ia benar-benar malu dengan Zalya yang memanggil dirinya seperti itu di depan orang lain.

"Om?" pekik Angga.

"Iya, OM. Kenapa? Gak suka?" balas Zalya seperti tengah menantang ribut.

Angga mengutuk dirinya sendiri, mengapa ia harus mengatakan itu sudah jelas-jelas ia tahu bahwa Zalya akan menjawabnya seperti itu.

Lelaki itu justru tergelak guna menghilangkan rasa malunya. "Istigfar kamu, Om, apa coba?" Angga mengusap pelan wajah Zalya. "Yaudah kita ambil yang ini aja, yuk, tinggal bayar." Kemudian ia menarik lengan Zalya yang terjebak di mode kebingungan.

Dan meninggalkan pegawai yang menganga tak menyangka. "Oh baik," jawab pegawai tersebut.

"Ini kita langsung ke sana aja?" tanya Angga pada Zalya yang sudah berada di dalam mobil.

"Ke mana?" tanya gadis itu, alisnya bertaut.

"Katanya kamu mau main?"

"Iya mau, tapi Om-nya ikut gitu?"

"Iya, lah," jawab Angga sedikit ditekan.

"DIH! Apaan gak bisa, gak bisa." Zalya menyemburnya dengan tatapan tak suka.

"Loh, berarti gak jadi, dong?" Angga meliriknya sekilas.

"Jadi lah tapi, kan—"

"Kamu lupa? Tadi Mama udah nitipin kamu ke saya sampai balik lagi ke rumah," potong Angga cepat.

"Ya tapi, kan—"

"Gak jadi?" potong Angga lagi.

"Up to you," dengus Zalya.

"Oh ga jadi?"

"Iya, jadi, jadi," balas Zalya cepat. Akhirnya ia hanya bisa pasrah saja. Untung saja Hellena dan Audrey sudah mengetahui tentang Angga, jadi tidak perlu panik dan repot lagi.

Angga melajukan mobilnya ke tempat yang Zalya suruh, dan tidak butuh waktu lama mereka pun tiba di tempat tujuan.

Lanjut part berikutnya😊

Without You [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang