Melodi Sumbang

857 77 9
                                    

Aku pikir menjadi pintar itu menyenangkan. Sering mengikuti lomba dan menang membawa pulang piala. Selalu dipanggil tiap upacara bendera dan dipuji guru. Tapi nyatanya tidak seindah itu.

Rasa cemburu muncul membingkai teman-temanku. Membuatku menjadi siswa yang dijauhi. Aku tidak pernah pilih kasih. Tapi tampaknya ada tabir penghalang yang menyebabkan teman-temanku enggan mendekat dan akupun tidak ingin mendekati mereka karena aku tipikal orang yang pendiam. Ayolah, mereka hanya belum mengenalku dengan baik bukan? Aku bisa menjadi sosok yang menyenangkan kok, mungkin.

Teman-temanku datang saat mereka butuh bantuan, sibuk memintaku mengajari dan memberi contekan. Aku menuruti permintaan mereka hingga tak jarang aku hanya dimanfaatkan. Tapi tak apa karena aku benci sendirian. Tidak di rumah, tidak sekolah. Aku hanya butuh teman. Ini kisahku... Seseorang yang suka menyendiri tapi benci kesepian hingga di satu titik aku terpuruk dan ingin mengakhiri hidup namun seseorang menolongku.

He is My Guardian Gumiho

Tidak usah basa-basi, namaku Do Kyungsoo. Kalian bisa memanggilku Kyungsoo, Dyo atau apalah terserah. Aku tidak peduli. Pria mungil yang kini duduk di bangku terakhir pendidikan sekolah menengah atas. Aku mengambil jurusan IPA tetapi menyukai seni. Aku jatuh cinta pada musik sejak telingaku tanpa sengaja menangkap alunan piano tengah malam. Menyeramkan? Sepertinya iya. Disamping sebuah gedung tua alunan itu semakin keras terdengar. Aku tidak berani mendekat, hanya menikmati hingga denting piano itu berakhir.

Nada-nada mulai mengisi hari-hariku, menenangkanku dan menghiburku dari pahitnya kehidupan. Jika kalian berpikir aku hidup berkecukupun jawabannya adalah tidak. Rumah sederhana yang menjadi tempat tinggalku tidak terasa seperti rumah pada umumnya. Tidak ada kehangatan disana.

"Yak! Kyungsoo, dimana kau sialan!" suara itu mengalahkan melodi lembut yang membelai indra pendengaranku. Ayolah, aku ingin berkonsentrasi. Belajar untuk menyiapkan olimpiade minggu depan.

"Ada apa Ayah?" Sosok yang ku panggil ayah itu dengan ringan membelai pipiku. Membelai dalam artian lain.

Plak... Panas dan perih kurasakan secara bersamaan. Bau alkohol yang menyengat langsung memenuhi indra penciumanku.

"Sial. Aku kalah lagi! Berikan uangmu," pinta Ayah dengan nada menuntut. Ini yang aku tak suka. Selain pemabuk, ayah juga penjudi.

"Aku tidak punya uang Ayah,"

"Jangan berbohong. Aku melihat pialamu bertambah satu. Pasti hadiahnya banyak kan. Cepat berikan sekarang!" Bukannya aku tak mau hanya saja jika terus begini mau makan apa nanti. Ayah tidak bekerja dan mengandalku sebagai mesin pencari uang.

"Hadiahnya sedikit Ayah dan itu untuk makan kita," kataku mencoba membuat Ayah mengerti. Tapi sepertinya Ayah tidak mau mengerti.

Buagh.. Tinjuan itu telak mengenai rahangku. Membuat luka disudut bibir berbentuk hati. Aku tak melawan karena tidak mau dianggap anak durhaka.

"Dasar brengsek! Bilang saja kau tidak mau berbagi. Kalau besok kau tidak mau memberiku uang, angkat kaki saja dari rumah ini!" bentak Ayah lantas berlalu pergi. Jika bisa aku sudah dari dulu kabur tapi sekali lagi aku tidak ingin dianggap anak durhaka. Ayah hanya punya aku dan Ayah tetaplah Ayahku meskipun tak pernah memberi apa itu yang dinamakan kasih sayang.

"Sepertinya aku harus mencari pekerjaan," finalku sebelum menatap nanar pintu yang terbuka. Udara malam yang menusuk tak ku hiraukan. Aku keluar dan menyapa rembulan malam yang kebetulan berbentuk sabit. Indah sekali. Membuat bibirku juga ikut melengkungkan senyum walau diakhir ringisanku terdengar.

**

"Lihat-lihat sepertinya dia berantem. Dasar berandalan!"

"Aku dengar ayahnya pemabuk. Aku rasa dia juga pernah mencoba meminum alkohol,"

Gumiho Hyung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang