🌹 Istimewa 🌹

420 55 42
                                    

Bumi seakan berduka. Langit mendung turut mewarnai acara pemakaman Kyungsoo pagi ini. Suho dan Sehun begitu terkejut ketika mendapati Chanyeol mengetuk pintu dengan Kyungsoo dalam gendongannya. Tak bernyawa. Kesan pertama yang langsung meluluhlantakkan dunia keluarga kecil itu. Tangisan demi tangisan tak kunjung mereda. Meski gerimis menghujam tapi baik Suho maupun Sehun tetap setia bersimpuh didepan makam Kyungsoo.

“Kenapa hyung pergi?” tanya Sehun dengan tangis sedu.

“Biarkan kakak tenang disana ya? Kakak pasti sudah bertemu dengan ibu.” Suho mengusap pelan punggung Sehun. Sesekali mengecup puncak kepala putra bungsunya.

“Padahal besok, Kyungsoo hyung diwisuda Ayah. Harusnya dia masih ada bersama kita.” Suho mengangguk, hanya ada kata seharusnya yang tak akan pernah terlaksana.

**

Suasana perpisahan kelas 12 itu diliputi sendu. Suho tetap hadir, meski putra sulungnya tak lagi berada disisinya. Begitu suara kepala sekolah menyebut nama Kyungsoo, ia berdiri tegak. Sehun sempat mengenggam tangan sang ayah, berusaha menyemangati.

Setiap langkah yang Suho ambil seolah menampakkan berbagai kenangan bersama Kyungsoo. Ia mendekap pigura foto Kyungsoo dalam hangat. Senyuman manis yang membingkai wajah Kyungsoo turut mengundang tangis seisi sekolah. Sosok Kyungsoo yang tak begitu terkenal nyatanya tetap familiar di mata mereka. Tak jarang nama itu tersemat dalam setiap upacara bendera, membawa pulang piala yang membanggakan sekolah.

Kepala Sekolah menunduk dalam, menatap pigura yang dibawah Suho dengan begitu sendu.

“Anakmu hebat pak. Dia salah satu siswa berprestasi yang membanggakan sekolah,” ujar kepala sekolah sesaat sebelum mengalungkan medali pada Suho.

“Nilai ujiannya sempurna,” tambahnya lagi seraya menyerahkan raport juga hasil ujian milik Kyungsoo.

“Andai dia masih ada disini, sudah pasti akan kami panggil untuk berpidato.” Suho tersenyum sendu. Ia meminta izin pada kepala sekolah untuk menyampaikan sepatah dua patah kata.

Langkahnya naik ke mimbar, bersiap memberi petuah untuk para orang tua juga siswa.

“Selamat siang. Saya berdiri disini mewakili anak saya, Kim Kyungsoo. Mungkin beberapa dari anda tau siapa saya, tapi bukan itu yang ingin saya banggakan. Tapi ini-“ Suho menunjukkan medali juga raport Kyungsoo.

“Putra saya begitu hebat. Disaat dunia terus mengujinya, ia tetap tersenyum. Bekerja keras dan selalu berbuat kebaikan. Saya tidak pernah menuntut anak saya agar pintar karena saya tau setiap anak punya kemampuannya masing-masing. Setiap anak punya kelebihan juga kekurangan, begitu pun kita sebagai orang tua. Saya pribadi teramat menyesal tidak bisa menemani putra saya tumbuh. Tapi dia selalu berkata agar saya tidak terlarut dalam kesedihan dan rasa bersalah. Saya harap anda sekalian tidak seperti saya. Sayangi anak anda. Temani mereka, dukung mereka. Saya berterima kasih pada adek-adek sekalian yang sudah menemani dan membantu anak saya. Maaf jika sekiranya anak saya berbuat kesalahan. Dia anak baik tapi sayang Tuhan mengambilnya lebih cepat dari yang saya kira. Dia sudah tidak sakit lagi. Dia sudah bahagia.” Suho menyudahi pidatonya setelah menunduk dalam. Standing applause langsung diberikan para orang tua dan siswa begitu Suho turun dari mimbar.

“Ayah,” panggil Sehun yang sudah merentangkan tangannya, bersiap memeluk ayahnya kapan saja. Suho tersenyum lantas menyambut pelukan hangat anaknya. Keduanya bersitatap lantas menatap lekat pigura foto Kyungsoo.

“Hyung sudah lulus, bahagia ya disana.”

**

Tempat yang indah. Penuh dengan bunga-bunga juga sinar matahari senja yang begitu menawan. Menambah cantik taman ini. Kyungsoo tidak tau ia berada dimana. Matanya terpukau menatap hamparan bunga lantas berhenti ketika menemukan sosok bergaun putih diantara bunga mawar.

Gumiho Hyung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang