Ketulusan

335 64 20
                                    

Pagi ini mendung bergelayut mesra. Cuaca bahkan cukup berangin sehingga Kyungsoo terpaksa memakai jaket untuk menghalau dinginnya udara. Senyumnya masih terukir, sibuk memasak untuk sarapan pagi ini. Mengenyahkan sejenak kejadian semalam. Kyungsoo tidak berubah. Ia masih baik pada ayahnya. Bahkan kini hidangan sederhana sudah memenuhi meja makan. Lengkap dengan aroma yang menggoda. Kyungsoo menulis sesuatu di sticky notes miliknya lantas mengambil roti yang digigitnya sembari berlalu untuk pergi ke sekolah.

'Kyungsoo sekolah dulu ayah. Dimakan ya sup dagingnya. Kyungsoo sayang Ayah.'

Nyatanya Kyungsoo tidak bisa marah. Ia memang kecewa tapi pada kenyataan pahit yang menimpa hidupnya. Tapi lagi, hatinya ia usahakan untuk lebih lapang menerima.

“Ternyata hidup bisa menjadi selucu ini ya,” gurau Kyungsoo.

**

Chanyeol mendapat sinyal keberadaan Imoogi. Ia harus bertindak cepat agar tidak menimbulkan masalah nantinya. Sayangnya keberadaan musuhnya itu berada di luar Seoul. Chanyeol merasa khawatir untuk meninggalkan Kyungsoo. Ia jadi uring-uringan sendiri. Ekornya bergerak kesana-kemari mengikuti gerakan mondar-mandir rubah itu.

“Diamlah Chan,” seru Xiumin yang mulai jengah. Ia menyesap teh hangat yang dihidangkan Chanyeol untuknya.

“Kenapa tidak Xiumin hyung saja yang membunuh Imoogi. Kekuataan Xiumin hyung lebih besar daripada aku,” ucap Chanyeol yang akhirnya mendudukkan diri di sofa.

“Itu bukan kuasaku. Itu tugasmu,”

“Aish... Bagaimana dengan Kyungsoo?”

“Semuanya tergantung keputusanmu. Mana yang lebih penting. Ingat setiap keputusan ada risikonya masing-masing. Aku harap kau tidak lupa akan tugasmu karena kalau sampai Imoogi melewati batas dan membahayakan manusia kau bisa dihukum,”

“Yak! Itu kan salahnya kenapa aku yang kena,”

“Karena kau ditugaskan untuk membunuhnya. Jadi selesaikan tugasmu secepatnya sebelum ada korban. Imoogi sudah bertindak diluaran sana, menyebarkan racun disebuah desa. Jika tidak ditangani dengan cepat akan banyak nyawa yang melayang!”

“Arraseo.”

**

Liontin bulan itu bersinar biru. Beruntung Kyungsoo sedang berada di taman belakang yang jarang dikunjungi siswa. Ia bingung dan memegang kalungnya kemudian suara yang ia kenali terdengar.

“Kau bisa mendengarku Kyung? Cukup jawab dalam hatimu,” ucap Chanyeol. Kyungsoo mengangguk pelan sembari berujar dalam hati.

“Hari ini aku akan pergi ke suatu tempat. Mungkin sampai beberapa hari kedepan. Ada hadiah yang menunggumu di rumah. Aku tidak tau apa yang terjadi tapi sepertinya dirimu sedang bersedih. Satu lagi, besok gajimu akan ku transfer melalui rekening. Gunakan sebaik mungkin.” Suara itu berhenti seiring sinar liontin yang perlahan meredup. Kyungsoo berdecak kagum.

“Daebak! Kalung ini lebih canggih daripada handphone,” gumamnya tak percaya. Ia melayangkan pandangan ke arah langit biru diatas sana. Pagi tadi mendung perlahan sirna digantikan cahaya matahari yang menyiram lembut kehidupan di bumi.

Sekuat apapun Kyungsoo mengabaikan perkataan ayahnya ia tidak pernah bisa menghentikan pikirannya yang terus bertanya banyak hal.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Bagaimana bisa ia terpisah dari keluarga kandungnya?

Siapa keluarga kandungnya? Dimana mereka sekarang?

Pertanyaan itu tidak Kyungsoo temukan jawabannya. Ia memejamkan matanya, berusaha mengusir rasa pusing yang mendera. Selalu seperti ini jika pikirannya penuh dan dirinya tetap memaksakan diri. Tidak baik memang bagi kesehatan tapi Kyungsoo juga tidak terlalu peduli. Masih ada beberapa jam sebelum bel masuk berbunyi. Kyungsoo bersenandung acak, mengusir rasa bosan juga mencoba menenangkan hati.

Gumiho Hyung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang