Setitik Keajaiban

409 58 16
                                    

Kyungsoo membuka matanya perlahan. Ia masih terduduk di depan kursi toilet kamar mandi. Matanya memejam sejenak mengusir rasa pusing lantas keluar dari kamar mandi dengan langkah tertatih. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11. Kyungsoo memutuskan untuk tidak sekolah hari ini, lagi pula siapa yang akan berangkat sekolah dengan kondisi kacau sepertinya. Kyungsoo menghadap cermin kecil di kamarnya. Ia menghela nafas lelah begitu melihat darah di kepalanya mengering dengan sendirinya. Bergegas meraih kotak P3K dan mengobati lukanya. Beruntung ada obat pengar juga, jaga-jaga jika hal tidak memungkinkan terjadi. Kyungsoo merutuki dirinya yang terlalu lemah. Ia menerima semua perlakuan ayahnya tanpa membantah.

“Uhuk....” Sesekali terbatuk karena merasa tak nyaman pada tenggorokannya. Kyungsoo memutuskan untuk beristirahat sebelum nanti sore pergi bekerja. Semoga saja tubuhnya bisa diajak kompromi.

Baru saja memejamkan mata sebentar, suara ayahnya terdengar. Memintanya menyiapkan makanan. Kyungsoo saja belum makan sejak tadi tapi ia tak mau amarah ayahnya kian memuncak.

“Siapkan piringnya. Ada yang memberiku makanan tadi,” ucap Ayah Kyungsoo sembari menenteng plastik.

“Baik Ayah.” Kyungsoo menyiapkan piring dan segelas teh hangat. Menatap nanar ayahnya yang makan dengan lahap tanpa mau berbagi dengannya. Tak apa, Kyungsoo masih bisa menahan rasa laparnya. Ia kembali ke kamar dan melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.

**

Chanyeol menghela nafas frustasi, ia melihat bagaimana pria yang tadi ia beri makan tidak mau berbagi dengan Kyungsoo.

“Seharusnya aku memberi racun pada makanannya,” kesal Chanyeol. Ia pergi dari tempat itu dalam sekelebat bayangan.

**

Sore itu Kyungsoo memaksakan diri. Tak peduli demam tinggi kini merajai tubuhnya bahkan rasa pening menjalar kuat di kepalanya. Kyungsoo tidak ingin membuat bosnya kecewa karena sudah bolos di hari pertama bekerja.

“Selamat sore,” sapa Kyungsoo dengan suara serak. Chanyeol sudah menunggunya dari tadi. Ia duduk manis di depan piano, memainkan nada piano yang familiar di telinga Kyungsoo.

“Hyung?” panggil Kyungsoo yang seketika merinding. Entah suhu ruangan yang dingin atau teringat alunan piano yang sama dengan yang ia dengar dari gedung tua. Chanyeol belum membalas panggilannya, sibuk dengan tuts hitam putih yang menguarkan melodi menenangkan.

“Makanlah terlebih dahulu baru bekerja. Aku tak ingin pelangganku kabur begitu melihat wajah pucatmu,” sarkas Chanyeol sesaat selesai menyelesaikan permainannya. Kyungsoo menoleh ke arah meja. Ada berbagai makanan disana.

“Cepatlah, kafe sebentar lagi buka,”

“Ta-Tapi apa gajiku akan dipotong hyung?” Kyungsoo tau makanan itu lumayan mahal, ia hanya takut gajinya dipotong nantinya.

“Tidak. Makan atau kau ku pecat.” Baik, Kyungsoo takut sekarang. Ia dengan cepat mendudukkan diri dan menyantap makanan yang tersaji. Diam-diam Chanyeol mencuri pandang, tersenyum melihat Kyungsoo yang begitu lahap.

“Eum.. Chanyeol hyung sudah makan?” tanya Kyungsoo.

“Sudah,”

“Jinjja-yo? Aku tidak bisa menghabiskan semua makanan ini. Hyung tidak mau membantu?” Mata Kyungsoo mengerjap lucu, Chanyeol menahan diri agar tidak mencubit pipi yang menggembung itu saking gemasnya.

“Habiskan saja semampumu. Sisanya bawa pulang,”

“Boleh?” Chanyeol mengangguk. Ia tersenyum sendu. Bagaimana bisa anak semanis ini harus menghadapi kehidupan yang sulit. Kyungsoo menyudahi acara makannya, ia merapikan makanan itu.

Gumiho Hyung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang