Chapter 2 : Guyuran Hujan (Revisi)

13 5 0
                                    

Happy reading

Flashback on

"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday Rinjani ...."

"Happy sweet seventeen!!!!"

Sebuah pesta ulang tahun digelar disebuah pantai dengan desain sederhana, ditambah dengan pancaran sinar matahari terbenam yang terpantul membuat kesan pesta ulang tahun menjadi lebih elegan. Tepat hari ini Rinjani bertambah usia menjadi tujuh belas tahun.

Banyak yang bilang, di umur tujuh belas tahun katanya remaja beranjak menjadi dewasa, tapi Rinjani tidak percaya itu. Banyak orang yang usianya sudah lebih dari tujuh belas tahun tapi sifat dan tingkah lakunya masih kekanak-kanakan dan ada orang yang usianya kurang dari tujuh belas tahun sikapnya sudah dewasa.

Rinjani meyakini bahwa dewasa acuannya bukan lagi tentang angka pada usia. Tetapi, bagaimana manusia bisa memanusiakan manusia.

"Guys, gue minta tiup lilinnya diundur sebentar ya." Pinta Rinjani.

"Ada orang yang lo tunggu?" Rinjani mengangguk. "Dia belum datang,"

"Baiklah, jangan lama-lama ya. Gak enak juga sama tamu yang lain." Ujar Mutia, sahabat Rinjani. Rinjani mengangguk.

Hari semakin gelap tapi Alfin tak kunjung datang. Sebenarnya di mana dia? Padahal dia sudah berjanji akan datang.

Rinjani berdecak kesal kenapa ponselnya mati disaat-saat seperti ini!! Tamu-tamu yang lain sudah pada menunggu ia tidak mau mengecewakan teman-teman yang lain, jadi ia memutuskan untuk melanjutkan acara tanpa adanya Alfin.

Acara selesai Alfin benar-benar tidak datang. Alfin mengingkari janjinya untuk yang pertama kalinya. Perasaannya tak enak, seketika ia gelisah, pikirannya terus menerus memikirkan Alfin. Rinjani mencoba menghubunginya lewat ponsel Mutia tapi hasilnya nihil, nomor Alfin tidak dapat dihubungi.

Mutia membekap mulutnya, ia kaget dan tidak percaya dengan informasi yang ia dapatkan barusan. Jantungnya berdegup kencang, Mutia menatap Rinjani dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

"Kenapa?"

Mutia memperlihatkan pesan yang ia dapatkan. Sebuah pesan yang menyatakan bahwa Alfin jatuh dari Pesawat.

Hening.

Dunia Rinjani seakan berhenti, jantungnya berdegup kencang, seluruh tubuhnya bergetar hebat matanya memanas. Enggak!! Enggak!!! Ini semua gak mungkin!!!

"Ini bohong kan?" tanya Rinjani dengan suara bergetar.

"Muti, ini semua bohong kan? A ... Alfin baik-baik aja kan?"

Mutia tak kuasa melihat manik mata sahabatnya yang menunjukkan kehancuran. Mutia mencoba menenangkan sahabatnya itu tapi Rinjani memberontak ia benar-benar hancur.

"Rinjani, Muti."

"Elvan,"

"Elvan lo dateng sama Alfin kan? Dia di mana?" tanya Rinjani menggebu.

"Alfin! Alfin!"

"Rin, please tenang ya." Ucap Mutia.

"Gimana gue bisa tenang, Muti!!! Alfin ... Alfin ... argh!!!!" Rinjani memukuli kepalanya berharap ini semua adalah mimpi.

365 Hari [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang