Kita sebenarnya gak pernah tau apa makna perpisahan yang sebenarnya itu apa.
Happy reading
Desiran ombak-ombak kecil, angin yang cukup kencang, kini menemani sore harinya. Sebentar lagi matahari terbenam. Ah! Rasanya sudah lama ia tidak melihat sunset. "Indah,"
"Terima kasih telah datang, Salsabila Rinjani."
Rinjani berbalik ia terkejut ketika mendapati hadirnya seseorang yang amat berarti baginya. Seseorang yang pernah mengisi sebagai hari-harinya menjadi lebih berwarna. "A ... Alfin?!"
Yang di sebut namanya tersenyum. Manis sangat manis. "Happy sweet seventeen, Rinjani. Maaf, telat."
Rinjani diam. Tubuhnya seakan bergetar hebat. "Apa itu kamu, yang di balik pesan itu?" tanyanya. Rinjani tidak percaya Alfin bisa ada di sini.
Alfin tersenyum. "Aku dengar, kamu akan pergi ke Jerman. Apa itu benar?"
"Iya, aku akan ke Jerman."
"Jika aku minta agar kamu tetap stay di sini, apa kamu mau?" pinta Alfin.
"Maksud kamu apa sih, Fin? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Bukannya kamu gak tau siapa aku?! Tapi kenapa kamu bersikap seperti ini seakan-akan kamu tau siapa aku?!" Tanya Rinjani menggebu. Ia memilih kembali duduk di tepi pantai menyaksikan matahari terbenam. Kehadiran Alfin membuat hatinya semakin tak karuan!
Alfin duduk di samping Rinjani. Matanya lurus ke depan sama-sama menyaksikan keindahan matahari terbenam. "Aku sama sekali gak pernah lupain kamu sedikitpun, Rin. Gak pernah! Aku selalu ingat kamu." Ujar Alfin yang terdengar begitu tulus.
Rinjani memejamkan matanya. Kepalanya semakin terasa sakit. "Jangan bikin aku bingung, Fin. Tolong ... aku benar-benar capek!"
"Aku minta maaf, kemarin-kemarin aku bersikap seakan nggak mengenali kamu. Aku minta maaf udah suruh Zero mengatakan kalau aku Amnesia di depan kamu. Ya ... awal dari kecelakaan itu memang membuat aku kehilangan ingatan tapi aku berhasil lewatin masa-masa sulit aku buat kembaliin ingatanku." Jelas Alfin.
"Jadi yang kemarin-kemarin kamu pura-pura?" tanya Rinjani tak percaya.
Alfin mengangguk. "Ya,"
Rinjani menatap Alfin dengan tajam. "Sumpah, Fin. Gak lucu!!! Maksud kamu lakuin semua ini apa?!"
Alfin tersenyum tipis ia merapikan rambut Rinjani yang sedikit acak-acakan karena terbawa angin. "Aku rasa Al-Varo sudah cukup untuk memberikan jawabannya."
Rinjani menyentak tangan Alfin yang ingin kembali menyentuh rambutnya. "Al-Varo? Kamu sama dia saling kenal?" tanya Rinjani. Ia tersenyum getir. "Ternyata aku benar-benar jadi orang bodoh yang gak tau apa-apa padahal di sini jelas-jelas aku tokoh utamanya." Tutur Rinjani ia benar-benar tidak menyangka. "Aku juga berhak untuk tau!!!!" Pekik Rinjani cukup keras.
Alfin menatap Rinjani dengan lekat. "Aku cuma mau kamu bahagia, Rin. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, aku hanya ingin kamu mendapatkan keadilan. Mungkin, ini sebelumnya udah pernah kamu dengar dari orang lain, Rin. Tapi kalo kamu minta aku untuk jelasin ulang, aku harap kamu gak akan pergi ke Jerman, Rin."
Rinjani diam menunggu laki-laki itu menjelaskan. "Waktu itu, aku datang ke Rumah mu. Aku melihat jelas dengan mataku sendiri bagaimana Al-Varo memperlakukan, kamu. Benar-benar tulus. Dia ngeliat aku tapi kamu enggak. Dari situlah awal pertemuan aku dengan Al-Varo. Melihat bagaimana dia memperlakukan kamu, aku mulai percaya sama dia kalau dia bisa jaga kamu walaupun sebenarnya aku ingin sekali ada di posisi itu. Setelah itu, Aku mengikuti alur permainan Mutia dan Kakak ku sendiri, Elvan."
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Hari [SELESAI]
Novela Juvenil"Tentang harapan yang tidak sesuai dengan harapan." Tentang seorang gadis yang bernama Rinjani yang mencoba untuk bangkit dari masa lalunya, mencoba untuk berdamai dengan dirinya sendiri tapi kembali dipatahkan dengan kenyataan pahit yang menerpa hi...