Cerita panjang yang gak menentu, ternyata lebih jahat dari cerita yang selesai.
Happy reading
Sesak rasanya. Sunyi, hampa, sendiri, Rinjani kembali merasakan itu kembali. Ia di buat plin-plan dengan keputusannya sendiri. Keputusan yang mengharuskan ia untuk menyusul ke dua orang tuanya. Berat rasanya untuk meninggalkan semuanya yang ada di sini. Tapi di sisi lain Rinjani tidak ingin terus terusan berada di titik ini. Dirinya merasa lelah, capek, serta rapuh, ia ingin sekali merasakan kebahagiaan serta kehangatan dari orang-orang terdekatnya.
Ya, memang. Lari atau pergi dari sebuah masalah tanpa menyelesaikannya adalah seorang pengecut. Tapi cerita panjang yang gak menentu lebih jahat dari cerita yang selesai. Lebih kejam karena cerita kita gak punya titik akhirnya. Gak akan pernah selesai, dan mungkin menyerah adalah jalan satu-satunya.
Rinjani menatap jam beker di atas nakas pukul dua dini hari. Ia menghela nafasnya sudah beberapa hari belakangan ini ia sulit untuk tidur. Rinjani duduk menghadap cermin meja riasnya. Kantung matanya kini semakin membesar dan tampak lebih jelas. Lelah ia rasakan, ia ingin memejamkan matanya tertidur dengan pulas tapi Rinjani tidak bisa. Ia benar-benar capek dengan keadaan.
Tangan Rinjani bergerak membuka salah satu loker ia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi tablet-tablet kecil. Mungkin hanya dengan ini caranya ia bisa tidur.
***
BandungPerginya Rinjani, sudah diketahui oleh Rafka dan yang lainnya. Semenjak adanya sedikit keributan antara Varo dan Fajar hubungan persahabatan mereka memang sedikit merenggang. Yang merenggang antara Varo dan Fajar tapi semua bisa merasakan efeknya. Al-Varo yang melindungi Rinjani dan Fajar yang melindungi Ana, penyebab nya adalah perempuan. Karena perempuan hubungan persahabatan bisa merenggang. Kejadian seperti ini sebelumnya pernah terjadi, dan dengan pelaku yang sama, Varo dan Fajar. Dua sejoli itu memang sering ribut tapi siapa sangka dibalik itu semua mereka berdua lah yang selalu maju paling depan.
Seperti pada saat itu Fajar membutuhkan donor darah dan stok darah yang dibutuhkan kosong Varo rela kembali ke Bandung meninggalkan final olimpiade matematikanya untuk mendonorkan darahnya walaupun pada saat itu hubungannya dengan Fajar sedang tidak baik. Kepala sekolah, guru-guru memarahinya karena akibat dari ulah Al-Varo mereka tidak mendapatkan apa-apa dan bahkan ia harus mendapatkan skors karena perbuatannya itu. Bagi Varo itu tidak masalah, yang terpenting adalah sahabatnya itu baik-baik aja.
Untuk pertama kalinya setelah keributan itu, Varo kembali menginjakkan kakinya masuk ke basecamp. Sepi, gelap, kosong namun acak-acakan.
"Ka ... Fajar ... Ana ... Bay ... ini lampu mati, ya?" tanya Varo sambil berjalan pelan.
"Saklar di mana ya? Kenapa gue jadi lupa saklar lampu sih?!" Gerutu Varo.
"Ini beneran gak ada orang ya? RAFKA AYU FAJAR ANA BAYU!!!!! WOY ORANG GANTENG DATENG NIH!!"
Gubrak
Varo mengangkat kakinya ia sedikit meringis. Tangannya meraba-raba dinding dan menekan sesuatu yang diyakini adalah saklar lampu.
Dug
Bertepatan dengan lampu yang menyala satu buah anak panah tertancap dengan mulus di atas kepala Al-Varo. Jika saja ia tidak menundukkan kepalanya mungkin anak panah itu tertancap dengan mulus di bagian otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Hari [SELESAI]
Teen Fiction"Tentang harapan yang tidak sesuai dengan harapan." Tentang seorang gadis yang bernama Rinjani yang mencoba untuk bangkit dari masa lalunya, mencoba untuk berdamai dengan dirinya sendiri tapi kembali dipatahkan dengan kenyataan pahit yang menerpa hi...