Chapter 9 : Dunia Baru (Revisi)

6 1 0
                                    

Happy reading

Varo memarkirkan mobilnya di depan sebuah Club ternama di kota Bandung, Club Star. Rinjani meneguk salivanya ia baru pertama kalinya berada di tempat seperti ini. club adalah tempat maksiat, banyak orang-orang jahat serta mengerikan yang berada di dalam nya. Hanya orang-orang yang tidak mempunyai moral yang masuk ke tempat seperti ini. Rinjani tidak habis pikir kenapa Varo mengajaknya ke sini? Bukankah tempat ini tempat maksiat? Apa selama ini ia salah menilai Al-Varo?

"Kenapa kita ke sini? Apa sebaiknya kita pulang aja, atau cari tempat lain?" Rinjani memberanikan diri untuk bertanya kepada Varo. Sejujurnya ia sangat takut sekarang.

Varo turun dari mobil duluan lalu membukakan pintu untuk Rinjani. "Ikut gue masuk!"

"Ngapain?" kaget Rinjani. "Lo jangan macam-macam ya, sama gue! Gue mau pulang, Varo. Gue gak mau berada di tempat maksiat seperti ini."
Tegas Rinjani.

Varo melepaskan seatbelt, lalu menarik pergelangan tangan Rinjani untuk keluar dari dalam mobil. Dalam hati ia tertawa melihat ekspresi Rinjani yang sungguh ketakutan itu. "Ayo, semuanya sudah menunggu."

Spontan Rinjani melepas cengkraman tangan Varo secara tiba-tiba. Ia menatap Varo dengan tatapan yang sungguh tidak percaya dan sulit untuk diartikan. Apa? Semua?
Mata mereka bertemu, Varo dapat melihat raut wajah Rinjani dan manik matanya yang tampak ketakutan sekarang bahkan sudah berlinang air mata. Astaga!

Varo menyentuh wajah Rinjani yang ketakutan. "Hey ... gak usah takut. Percaya sama gue, gue gak akan apa-apain lo di sini, jangan nangis." Rinjani mengangguk. "Tenangin diri lo," kata Varo lalu menggandeng tangan Rinjani untuk masuk ke club itu.

Dentuman musik keras memekik di telinga, gemerlip lampu-lampu menambahkan kesan dark di tempat itu. Varo membawa Rinjani ke salah satu meja bundar yang sudah di tempati banyak orang. Rinjani semakin risih sekarang!!!!

Kedatangan Varo langsung disambut dengan gembira mereka saling berpelukan dan juga ber-tos ria. Rinjani hanya diam memperhatikan itu semua. Di samping laki-laki yang paling heboh ada dua perempuan yang sedari tadi memperhatikannya dengan tatapan penuh intimidasi.

"Kenalin, dia Salsa." Ujar Varo. Rinjani yang mendengar itu pun tertegun ia tidak percaya Varo mengubah nama panggilannya menjadi Salsa.

"Wihh!!! pacar baru nih?"

"Kepo!" Rinjani yang mendengar itu hanya tersenyum tipis. Ada getaran aneh di hatinya.

"Ini Fajar, Rafka, Bayu, Ayu, dan ini Ana. Mereka adalah sahabat-sahabat SMP gue, kecuali Rafka, dia adalah sepupu gue." Jelas Varo.

"Salsa,"

"Hai!!" sapa Ana dan Fajar bersamaan.

"CIEEEEEEEE!!!!!!!!!" ujar Bayu, dan Ayu bersamaan.

"CELEBEKKKK KUY!!! CELEBEKKK!!!!" heboh Ayu.

"Heboh banget sih, Yu." Ujar Varo terheran-heran.

"Varo, gak seru kalo gak heboh! Ya gak Bay? Raf? Apalagi kalo urusan Fajar sama Ana! Ya, you know lah!!!" kata Ayu diakhiri tawa.

"Gak heboh bukan Ayu namanya!!!" timpal Rafka.

"Nah!!!" sambung Bayu.

"Anak Jakarta ya?" Tanya Ana mengalihkan topik. Salsa mengangguk mengiyakan. "Keciri dari mukanya soalnya." Lanjutnya.

Salsa mengernyit heran. "Emang ada perbedaan nya ya? Antara orang Jakarta sama Bandung?" Tawa mereka meledak seketika. Salsabila Rinjani ini kelewat polos kah? Atau gimana? Sedangkan dua saudara itu hanya diam menyimak.

"Jangan dengerin Ana, dia kalo ngomong suka ngada-ngada soalnya." Ujar Varo.

"Enggak ya!!" Ujar Ana tidak terima.

"Udahlah, mending sekarang kita have fun!!!" Lerai Fajar sambil mengangkat satu gelas minuman bersoda.

"Make a wish!!!" perintah Rafka.

"Untuk memulai kisah yang baru." Ujar Varo.

"Kembali bersama. " Ujar Fajar.

"Melanjutkan dream." Sambung Ayu.

"Mata, telinga, mulut, tangan, dan hati. Bekerja sama lah!!!" kata Ana.

"Merangkul dan berpegangan tangan satu sama lain." Ujar Bayu.

"Tersenyum lah," kata Salsa setelah mendapat perintah dari Varo untuk mengucapkan sesuatu.

"Jadilah rumah untuk pulang tanpa adanya pengkhianatan." Tegas Rafka.

"HAVE FUN!!!!" Mereka bersulang.

"Awal untuk memulai kehidupan yang baru," bisik Varo.

"Thanks, Varo."

Varo menggeleng. "Iqbal,"

"Iqbal?" Rinjani mengernyit bingung.

"Mulai sekarang gak ada lagi Varo, gak ada lagi Rinjani, tapi Iqbal dan Salsa."

"Iqbal dan Salsa."

"Vorever?"

"Vorever!!!" Varo dan Rinjani mengaitkan kelingkingnya dan tersenyum.

Fajar diam sambil memainkan jemarinya di atas meja. "Apa dia harus tau bahwa sekarang Al-Varo sedang memprioritaskan perempuan lain?"

Disela-sela candaan, tanpa sengaja Varo melihat siluet orang yang tidak asing baginya. Ia mengedarkan matanya untuk memastikan keberadaannya dan benar saja! Lagi dan lagi ia melihatnya dengan jelas.

Varo menghampiri orang yang ia lihat tadi. Orang itu sedang menerima minuman dari bartender yang menggunakan apron berwarna hitam.  "Elvano,"

Orang itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya. "Bagaimana bisa lo di sini?" Tanya Elvan dengan sangat terkejut melihat kehadiran Varo.

"Ada yang ingin gue bicarakan." Elvan mengangguk lalu mengikuti langkah Varo. Cukup jauh mereka berjalan dan sampailah sekarang di area belakang club. Tidak ada satupun orang berada di sini kecuali mereka berdua. Ya, mereka benar-benar bicara empat mata!!!

"Langsung ke intinya." Ujar Elvan.

"Di mana lo dan keluarga lo sembunyikan dia?"

Elvan mengangkat sudut bibirnya. Rupanya Varo cukup pintar dan gesit untuk mencari tau sesuatu yang bahkan sudah di tutup rapat. "Lo gak perlu tau, Al Varo. Begitupun dengan Jani."

"Kakak dan teman macam apa lo? Untuk apa lo lakuin semua ini? Apa sebenarnya rencana lo?" tandas Varo dengan berusaha tenang.

Elvan menampilkan senyum liciknya. Ia berjalan mendekati Varo lalu menepuk-nepuk pundaknya. "Al-Varo Iqbal Bagaskara. Secepatnya gue akan ambil Rinjani dari tangan lo!
Dan gue akan pastikan, Rinjani akan membenci lo dan menganggap lo sebagai orang paling jahat di dunia ini."

"BACOTTTT LO!!!!!!!" Varo melayangkan sebuah pukulan pada Elvan tapi dengan cepat Elvan menahannya. "Jangan buang energi lo, Al Varo. Dan gue juga lagi gak mau bikin lo babak belur di sini. Ingat! Ada Rinjani di sini, bro." Ujar Elvan lalu melepaskan tangan Varo.

"Jangan egois, Van. Jangan bikin Rinjani terluka lagi," kata Varo.

"Bukan gue, tapi lo, Ro!!! Lo yang udah merusak segalanya. Kehadiran lo itu sama sekali gak ada artinya!!!" Kata-kata itu berhasil membuat Varo bungkam. Sial! Kenapa seperti kucing masuk dalam perangkap, sekarang?!

"Gue datang dengan baik, dan gue juga akan mengakhirinya dengan baik." Ujar Varo lalu pergi dari tempat itu. Sudah cukup lama ia pergi meninggalkan teman-temannya dengan alasan toilet ia nggak mau ada yang curiga.

***


Happy reading

365 Hari [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang