#20. Bertengkar

276 17 8
                                    

𝑯𝑨𝑷𝑷𝒀 𝑹𝑬𝑨𝑫𝑰𝑵𝑮!
~~~
Vomment!!

***

      Kami kembali ke mercusuar tepat saat makan malam. ILY sdah ku pindahkan ke tempat yang lain, bukan tempat ia terakhir kali diletakkan. 

     Setelah makan malam, Seye mengadakan rapat singkat dimeja makan.
"Langsung saja, aku telah dapat melacak para penjelajah dunia parallel tersebut." 

Akhirnya tujuan utama cerita ini kembali muncul:v -Author

     Seye membuka tabletnya dan mulai membacakan data yang ia peroleh selama ini. kami semua menyimak dengan seksama.

     "Seperti yang kita tahu, mereka adalah salah satu penjelajah dunia paraller yang kejam. Tapi, berbeda dengan musuh musuh kita sebelumnya, mereka tidak langsung mengirim seluruh pasukannya. 

       "Mereka mengirim unit unit kecil ke beberapa kota penting di Klan ini untuk dilumpuhkan, salah satunya kota kita kemarin. Sejauh ini, sudah ada 8 kota yang telah mereka kuasai, dan 2 kota yang telah hancur. Kota kita itu yang tergolong hancur." Seye berhenti sejenak. 

     "Aku berhasil menemukan pemimpin mereka dan keberadaannya. Mereka dipimpin oleh seseorang yang disebut Q, kekuatannya adalah Bunyi dan suara. Aku tidak pernah terpikirkan ada kekuatan seperti itu, jadi aku tidak tahu." 

     Aku berbisik ke Nana, "Kekuatannya seperti salah satu materi pelajaran di sekolahku dulu. Yaitu gelombang bunyi. Jika ada Ali, dia pasti akan mudah mengatasinya." Bisikku. 

      "Keren, sekolah kalian bahkan mempelajari pelajaran seperti itu ya." Komentarnya. 

      "Untuk keberadaan, kapal induk mereka berada di kota kita kemarin. Jangan sekali-kali pergi kesana tanpa sepengetahuan yang lain, terutama kalian bertiga." Seye menunjukku, Jeno dan Nana. 

      "Iyaa..." 

***

      Setelah rapat bubar, Kami bertiga berkumpul dikamarku untuk berdiskusi. 

     "Bagaimana?" Tanyaku. 

      "Kita pergi saja tanpa sepengetahuan mereka. Kita tidak akan mendapat apa-apa jika tetap berdiam disini." Jawab Jeno santai. Nana mengangguk setuju. 

       "Kamu juga sering pergi tanpa seizin pengawasmu kan Ra? Jadi ini tidak akan apa-apa." Lanjutnya. 

      Aku menggeleng, "Lebih baik jangan gegabah, kita harus memantau situasi dulu."

      "Jadi, kapan?" Tanya Nana. 

       "Jangan terburu buru, kita buat rencana terlebih dahulu." Aku mengambil tablet diatas nakas. 

       "Apakah kita akan melewati jalan yang kemarin?" Nana bertanya lagi. "Menurutmu Jen?" Aku menoleh arah Jen. 

       Jen tampak berfikir, "Kalau menurutku, jangan. Kita ambil jalan manual. Jika kita mengambil jalan kemarin, itu gampang ditebak oleh mereka saat mereka mencari kita." Jelasnya. 

      Aku tidak langsung meng-iyakan

     "Apakah kamu mengetahui jalannya Jen?" Tanyaku, dan dijawab dengan gelengan olehnya. "Tidakkah itu terlalu beresiko? Kita tidak tahu apa yang akan menghadang nanti." Ingatku. 

      Jen berkacak pinggang dan menatapku, "Astaga Ra, kamu seperti baru pertama kali berpetualangan saja. Kami saja yang pertama kali, tidak secemas kamu." Kata Jen. 

      "Aish, tentu saja situasinya berbeda Jen. Aku dulu berani pergi tanpa seizin pengawas karena teman-temanku yang lain memiliki kekuatan. Sedangkan kalian, Kekuatan Nana saja belum diketahui secara pasti. Apalagi kamu Jen, kamu tidak memiliki kekuatan apa-apapun!" Nadaku sedikit meninggi diakhir. Aku kesal pada Jen yang keras kepala. 

      "Memangnya saat kamu pertama kali berpetualang bagaimana Raib? Apa kamu langsung menguasai semua kekuatanmu? Sekarang kamu telah menjadi orang terhebat? Teman-temanmu disana, apa mereka juga mendadak mengetahui kekuatan mereka? Tidak! Apa semua kekuatanmu datang secara instan? Tidak!" Jen Ikut meninggikan suaranya. 

     Jen menatapku tajam, "Sepertinya kamu meremehkan kami. Atau mungkin, kamu lupa kalau semua kehebatanmu itu butuh proses? Ah, bisa saja ya. Kamu kan sudah profesional sejak lama." Sindirnya. 

    Aku tersulut emosi, "Apa yang salah hah? Kenapa kamu sampai berbicara seperti itu? Aku hanya mengkhawatirkan kalian kamu tahu!" 

      "Iya! Aku tahu kamu mengkhawatirkan kami. Tapi kamu lebih menjurus meremehkan kami! Kamu bahkan sampai membandingkan kami dengan teman temanmu. Sebegitu berbedanya kami dengan mereka? Apa Kamu tidak memikirkan perasaan kami saat mendengar itu?" Jen berhenti sejenak, "Kamu juga mengatakan aku tidak memiliki kekuatan, seolah olah aku hanyalah orang biasa yang tidak boleh ikut dalam hal seperti ini." 

       Aku terdiam. Aku seperti tidak mampu lagi membalas kalimat-kalimat yang dilontarkan Jen tadi. Benar yang ia bilang, aku tidak memikirkan perasaan mereka saat mengatakan apa yang ada dipikiranku. 

       "Hah, kamu benar-benar menganggap kami itu jauh dibawahmu ya. Baiklah, lakukan sesukamu wahai orang profesional." Jen keluar dari kamarku. 

       Aku menyingkap rambut yang menutupi dahi, dan menoleh ke samping. Ternyata Nana masih disana. saat mata kami beradu pandang, aku langsung mengalihkannya. Aku merasa bersalah padanya. 

      "Umm, Na? Maaf kalau kamu tersinggung. A-aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu..." Tuturku. 

      Nana menggeleng, "Aku tidak tersinggung. Yang kamu bilang semuanya benar. Aku hanya perlu meningkatkan kekuatanku agar kamu bisa percaya kalau aku bisa bukan?" Ujar nana. 

     "Kalau masalah Jen, mungkin sedikit rumit. Dia itu gampang tersinggung dan sedikin pendendam. Kamu harus pintar-pintar mengambil hatinya agar mudah dimaafkan." Lanjutnya. 

     "Tapi, bagaimana?" Tanyaku bingung. 

     Nana tersenyum tipis dan menyuruhku mendekat. 

    "Caranya..." 

Bersambung...

.

.

.

Halo Hai!
Jeje balik!

Bagaimana chap kali ini?
Sangat menggantung bukan? 

Sebenarnya ini diluar scenerio loh:v
Sengaja aku tambahin biar enggak flat ceritanya.
Semoga kalian suka ya:D

Vote dan Komen jangan lupa!

Btw, Happy (Late) birthday to me!

Oke bye!

Seeyou and enjoyyy!

JEJE


𝓕𝓲𝓷𝓭 𝓜𝓮! - [Choosing Season 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang