Part 18: Hari Jum'at

24 6 1
                                    

"Abangmu ga mungkin rela kalo kamu sama laki-laki yang ga baik"
____

Hari jum'at adalah hari pendek. Entah itu karena hari jum'at dilakukan sholat jum'at bagi laki-laki. Atau emang hari jum'at itu pendek.

Maka dari itu, kalo berencana berpergian jangan di hari jum'at. Sebenarnya alasan jangan berpergian di hari jum'at itu karena agar kaum adam bisa melakukan sholat jum'at. Dan di hari jum'at itu kayak waktu itu berjalan cepet banget.

Makanya kalo bang Faiq mau pergi di hari jum'at harus siap pagi. Kalo udah jam sembilan. Lebih baik setelah pulang sholat jum'at aja. Atau bahkan sabtu atau minggu sekalian.

Nanggung banget sih, niat pergi. Terus jam sebelas udah harus di rumah buat persiapan sholat jum'at.

"Kak Shafa!" teriak Atthar berlari menghampiriku. Dari gaya berlarinya aku sudah tau dia mau minta tolong. Minta tolong untuk pakaikan sarung.

"Diem dulu lah, Thar! Gimana masangnya kalo kamu gerak terus," tergurnya membuatnya diam.

Sebenarnya Atthar bisa memakai sarung sendiri. Tapi lima menit kemudian, sarungnya langsung melorot.

"Makasih, kak Shafa," tuturnya menunjukkan deretan giginya.

Detik selanjutnya langsung berlari karena abang-abangnya sudah pada berangkat ke masjid untuk shalat jum'at. Dan dia berlari mengejar dengan langkahnya yang mungil.

"Fa! Kamu nanti kerja kan?" tanya Bunda menghampiriku.

"Iya, Bun. Bunda mau titip apa?"

Di ruangan itu bukan hanya ada aku dan bunda. Banyak anak malahan. Tapi ya gitu. Sibuk sendiri-sendiri. Akhirnya sofa panjang itu hanya berisi aku dan bunda.

"Bunda gak titip apa-apa kok. Bunda capek sendiri liat kamu kuliah sama kerja. Kok kamu gak capek gitu lho. Tiap hari pulang malam. Siang pulang cuma bentar. Sorenya udah berangkat lagi."

Aku hanya cengengesan mendengar itu. Ya karena memang itu kenyatannya. Jarang di rumah.

"Masih lebih hebat Bunda kok. Bisa besarin puluhan anak dengan baik. Shafa mah gak ada apa-apanya," tuturku memuji bunda. "Shafa minta maaf ya, Bun. Gak bisa bantu banyak di panti."

"Kamu itu udah bantu bantu banyak, Fa! Bunda malah bersyukur banget punya anak seperti kamu."

"Shafa lebih beruntung punya bunda."

"Kamu ini! Udah, bunda mau cek yang lain dulu," ujarnya beranjak dari Sofa. "Eh, Fa!"

Baru lima langkah udah balik badan lagi. "Nanti ada tamu."

"Siapa, Bun? Tamu besar?"

"Abang kamu, Faiq."

"Itu mah bukan disebut tamu, Bun," cetusku tak dihiraukan bunda.

Oke, Shafa! Kamu harus siapakan mental. Siapkan batin! Jangan lupa siapkan hati juga!

Terakhir ketemu waktu beli makanan waktu itu. Padahal itu habis berbulan-bulan gak ketemu. Eh sekalinya ketemu malah marah-marah. Di tempat umum pula!

Dan semoga hatiku kuat menghadapi cobaan keuwuuan. Dan jika nanti gak ada sesak di hati. Fix! Aku udah berhasil move on.

___

"Yah! Shafa udah siap dinikahin tuh!" lapor bang Faiq ketika menyalami ayah. Datang-datang udah cari masalah aja!

"Iya, besok ayah daftarin ke KUA," balas ayah yang ikut-ikutan.

Pilihan AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang