Part 23: Dilamar?

30 6 1
                                    

"Banyak mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah."
____

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Entah cepat atau lambat pasti terjadi perpisahan.

Waktu praktek di SMA Cendekiawan sudah habis. Dan hari ini hari terakhir praktek. Ada suka ada duka praktek selama dua bulan setengah di sini.

Dan aku jadi semakin menghargai waktu. Dimana aku pulang dari praktek harus segera ke Star Night. Dan itu yang ku lakukan selama ini.

Capek? Jangan tanyakan lagi?

"Bu kalo lama gak ketemu aku, jangan kangen ya, Bu," cetus salah satu anak laki-laki.

"Yang ada kamu yang kangen sama bu Shafa! Hayoo ngakuu!" sorak temannya.

"Kenapa harus kangen?"

"Ya Allah, Bu. Jawabannya gitu banget."

"Lha maunya gimana?" tanyaku mendekat ke deretan laki-laki.

"Gak jadi deh! Di belakang ada pawangnya," tuturnya membuatku bingung. Dan ketika seisi kelas menatap Raffa yang di belakang, aku baru paham. Rumor itu masih beredar.

Berawal dari yang ngatain mirip wajahnya. Sekarang malah dipasang-pasangkan.

Aku memang sengaja mengajak Raffa. Gak ada tujuan aneh-aneh sih. Cuma dijadiin kang foto buat laporan. Dari sekian mahasiswa yang praktek lapangan, cuma Raffa yang gak sibuk. Kebetulan dia juga mau. Yaudah aku ajak ke kelas.

"Gini aja deh! Nanti kalo ada yang kangen saya atau bu Shafa, silakan datang di Star Night cabang. Tau tempatnya kan? Bukan yang pusat lho ya, yang cabang baru buka tiga bulan yang lalu itu lho," tutur Raffa.

"Iya, tau pak."

Pengen ketawa sebenarnya, tau niatnya. Ya meskipun bukan niat buruk sih. Paling tau mengubah suasana Raffa itu.

"Nah kalo kangen datang aja ke situ. Tapi ya jangan cuma duduk aja, pesen apa gitu buat temen sepi."

"S3 marketing memang," cetus sang ketua dengan gaya khasnya. Tentu saja dibalas gelakan tawa seisi kelas.

Cukup sukses rupanya promosi tersebut. Sekarang malah ada yang tanya-tanya tentang Star Night. Promosi Cafe tempat kerja gak salah kan? Ya nggak lah! Kalo Star Night rame, barista juga yang suka.

"Bu Shafa ada rencana nikah sama pak Raffa ya?" tanya salah satu anak perempuan ragu.

"Ha? Gimana?" tanyaku karena kurang jelas.

"Bu Shafa punya rencana nikah sama pak Raffa? Cocok lho, Bu."

Baru aku mau menjawab. Tapi sudah didahului Raffa.

"Belum."

Bentar! Aku merasa ada yang janggal di sini.

"Belum kan? Bukan tidak? Berarti pak Raffa memang ada rencana!" cetus anak laki-laki yang tak lain adalah Alif.

Heh Raffa! Kenapa jawab gitu! Astaghfirullah!

Sekarang seisi kelas langsung ramai tidak kondusif. Dan Raffa tetap santai dengan gayanya.

Aku melirik Raffa agar tidak jail. Tapi dia malah santai dan menaikkan alisnya jail. Dasar si Raffa!

Alhamdulillah lima menit kemudian suasana kembali kondusif.

____

Satu per satu telah terselesaikan. Mungkin sedikit berat menjalani hari-hari. Tapi jika dijalani juga selesai.

Tadi setelah penutupan magang, pak Akmal mengirimiku pesan, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Aku menggiyakan karena katanya dia mengajak kang Kahfi. Sepertinya memang hal penting.

Pilihan AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang