Meresahkan

4.5K 399 16
                                        

Tidak terasa tiga hari dua malam telah berlalu dan sekarang sepasang kekasih itu sudah berada kembali di rumah dan sedang menonton televisi bersama. Canda tawa selalu mereka perlihatkan mana kala salah satu dari mereka membuat lelucon yang membuat mereka tertawa hingga terasa sakit di perut mereka.

"U-udah Raa perut aku sakit," ucap Chika yang masih sedikit tertawa.
"Itu habisnya mana ada monyet makan sendiri pake sendok," tunjuk Ara ke televisi di depannya.
"Kamu tuh ya Raa segala monyet makan aja kamu ketawain, kan aku jadi ikut ketawa,"
"Siapa suruh ketawa hahahaha,"

Ring... Ring... Ring...

Tawa mereka berdua terhenti ketika suara dering telfon milik Chika berbunyi.

"Angkat tuh ada telpon,"
"Ih nomer ga dikenal Raa males,"
"Yaudah aku aja yang angkay sapa tau penting,"

Ara pun langsung mengangkat telfon tersebut, namun sebelum dirinya berbicara seseorang disebrang telefon itu sudah berbicara.

"Sayang, kok nomerku diblock lagi sih, udah berapa kali aku ganti nomor nih,"

Ara yang mendengar kalimat itu langsung mendengus dan tertawa hambar.

"Lu kalo terus deketin cewe gua, gua gabakal tinggal diem yaa,"
"Oh si Ara yang angakat hahaha, emang lu bisa apa? Chika lu tau Chika, Chika itu pasti masih ada rasa sama gua,"
"Gausah sok iyee deh lu yee, lu tu dah ada pacar urusin pacar lu sana gausah deketin cewe gua,"

Chika yang sedari tadi mendengar ucapan Ara sudah tau siapa orang yang meneleponnya itu. Chika langsung menggenggam tangan Ara dan memberi kode untuk berhenti dan mematikan telfon itu. Tapi Ara tidak memperdulikan Chika.

"Asal lu tau aja ya, gua bakal dapetin Chika, apapun yang terjadi gua bakal dapetin Chika, meskipun gua harus culik Chika sekalipun,"

Ara yang mendengar itu langsung berdiri dari duduknya, dengan mata yang menyiratkan bahwa dirinya sesang marah, Ara masih berbicara dengan tenang.

"Jangan pernah lu nyakitin Chika, sedikit aja gua tau lu nyakitin Chika idup lu gaakan tenang," ucap Ara yang langsung mematikan telepon itu.

Chika yang melihat Ara seperti itu merasa takut. Baru pertama kali dirinya melihat Ara yang sedang marah, tidak tapi sangat marah. Chika takut hingga mdmbuat dadanya berdebar tidak karuan. Air mata yang sebelumnya tidak ada mulai menggenang dan memberi tanda bahwa sebentar lagi akan menetes melewati pipinya.

"Raaa..." ucap Chika lirih sambil meraih tangan Ara.

Saking takutnya Chika merasa tidak sanggup berdiri dan akhirnya hanya bisa memanggil nama Ara dan meraih tangan Ara dari tempatnya. Ara yang mendengar suara Chika yang hampir menangis itu langsung meredam emosinya dan menghampiri Chika. Ara menatap mata Chika dengan tatapan menenangkan miliknya. Tak lupa tangannya dia gunakan untuk mengelus pipi Chika agar kekasihnya itu sedikit tenang.

"Tuan putri kenapa kok nangis? Kaget yaa denger aku teriak?" ucap Ara dengan nada selembut mungkin, tapi di dalam hatinya masih panas dengan emosi dan amarahnya terhadap Vivi.
"Takut Raa," ucap Chika dengan lirih yang akhirnya air matanya tak lagi bisa dia bendung.
"Maaf ya Chika, aku ngga marah ke Chika, mana bisa aku marah ke tuan putriku ini," ucap Ara sambil menghapus air mata di pipi Chika.

Chika yang sudah lagi tak sanggup berkata hanya bisa menangis. Ara yang melihat Chika menangis akhirnya menarik Chika ke dalam dekapannya dengan tujuan agar tuan putrinya itu sedikit lebih tenang.

"Chika gausah takut yaa, dia gabakal bisa nyakitin Chika, aku janji bakal lindungin Chika, aku bakal janji gabakal buat Chika dalam bahaya, jadi Chika gaperlu takut ya," angguk Chika setelah Ara selesai berbicara.

Ara merasa bahwa ucapan Vivi tadi itu tidak sekedar ucapan semata. Terlebih lagi setelah dirinya mendengar cerita dari Chika bahwa Vivi adalah orang yang akan melakukan segala hal untuk membuat apa yang dia inginkan menjadi miliknya.

"Tuhan mengapa perasaanku ini tidak enak? Mengapa aku merasa Chika sedang dalam bahaya, tuhan aku mohon lindungi Chika, aku akan lakukan apapun agar Chika jauh dari bahaya meskipun nyawaku sendiri yang menjadi taruhannya," batin Ara.

*****

"ARAAA JANGAN PERGI," teriak Chika terbangun dari mimpi buruknya.

Ara yang mendengar teriakan Chika dari meja belajar langsung kaget dan merapikan kertas-kertas yang sedari tadi dirinya tulis ke dalam box di laci meja belajarnya. Setelah itu barulah dirinya menghampiri tuan putrinya itu.

"Chika kenapa Chika aku disini," ucap Ara sambil memeluk tubuh Chika yang gemetar karena panik.
"Ara jangan pergi," isak Chika disela tangisnya.
"Hei hei aku disini, ngga kemana-mana sayang," elus Ara pada punggung Chika.

Chika semakin mengeratkan pelukannya kepada Ara. Mimpi itu terlihat terlalu nyata hingga dirinya merasakan takut yang luar biasa.

Setelah beberapa saat akhirnya Chika sudah kembali seperti normal dan perlahan isak tangisnya mulai mereda.

"Chika kenapa?"
"Jangan pergi Ra, aku takut,"
"Siapa yang pergi? Ini aku disini sama Chika,"
"Mimpiku nyata banget Raa, aku takut,"
"Emang mimpi apa?"
"Kamu pergi, pergi jauh banget, sampe aku gabisa gapai kamu Raa,"
"Emang aku mau pergi kemana Chika sayang,"
"Gatau, dimimpiku kamu pergi jauh banget, aku kejar tapi gabisa, kamu bilang ke aku kalo aku harus jaga diri baik-baik,"
"Wih tandanya tuan putri harus bisa lebih mandiri dong dari sekarang hehehe,"
"Ih gagitu Raa,"
"Udah udah gausah dipikirin yaa? Namanya mimpi itu cuma bunga tidur jadi gausah terlalu dipikirin yaa sayang?" angguk Chika kemudian.

Untuk saat ini Ara dapat merasa lega karena tuan putrinya ini sudah kembali tenang. Namun, dilain sisi Ara sangat cemas, iyaa dirinya masih saja kepikiran dengan omongan Vivi. Apakah dia benar-benar akan melakukan tindakan itu hanya unruk mendapatkan Chika? Persetanan dengan Vivi, intinya disini Ara hanya ingin melindungi Chika, iya tuan putri yang sangat dicintainya.





Bersambung...







Selamat membaca yaa semuanya, oh iya mau bilang makasih juga buat semangatnya jadi semangat banget ngerjain UAS nya aku hehehe

Salam dari aku, 2ken.

Always With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang