AYARA - 1

81 12 12
                                    

Di taman rumah sakit, terdapat seorang gadis yang sedang melamun menatap kosong lorong rumah sakit di depannya.

"Ikhlasin, Ra" Ucap seseorang yang baru datang dan membuyarkan lamunan gadis itu.

"Papi" gadis itu menoleh dan mendapati ayah nya yang duduk disampingnya.

"Ngga cuma kamu yang sedih, Ra. Papi juga sedih, abang dan adekmu juga. Apalagi mami-mu, ditinggalkan anak perempuan dengan keadaan seperti ini nggak mudah untuk mami-mu, Ra" Ujar

"Kenapa dia pergi secepat itu, Pi?" Tanya Ayara kemudian menunduk dengan mata yang bengkak dan pipi yang masih basah karena air mata.

"Karena Tuhan sayang dia, Ra" jawabnya lalu menunduk, mengingat anak-nya yang pergi meninggalkan-nya lebih dulu.

"Kak Ayara, Papi. Dipanggil Mami tuh didalem" Panggil laki-laki 14 tahun yang tak lain adalah Fadhil, adik Ayara

Ayara dan Papi-nya menoleh lalu beranjak dari taman menuju ruang inkubator dimana mami-nya berada.

*****

Di depan kaca ruang inkubator, seorang wanita paruh baya berdiri menatap cucunya didalam ruang inkubator itu. Lalu ingatannya kembali pada suatu hari dimana anaknya mengatakan hal yang sama sekali tidak mau didengarnya.

Seluruh keluarga berkumpul di ruang keluarga, karena panggilan Reina. Mereka semua duduk diam di sofa bingung melihat Reina yang daritadi hanya menunduk dan menangis tanpa mengeluarkan suara.

"Kak Ina kenapa panggil kita tapi kak Ina malah nangis?" Tanya Ayara memecah keheningan.

"Mami, Papi, Bang Gilang, Ayara, Fadhil. Maafin aku... Hiks... Hiks..." Kata seorang perempuan kepada keluarganya sambil menunduk dan menangis.

"Kakak kenapa?" Tanya Ayara kepada kakaknya yang dari tadi hanya menangis.

"Kamu kenapa, Reina?" Tanya Mami dengan lembut.

"Re-Reina ham-mil. Hikss... Hikss..." Jawab perempuan itu lirih karena takut.

"Kamu ini ngomong apa? Ngomong itu liat yang diajak ngomong, jangan nunduk. Papi nggak suka ya, kamu bercanda masalah kayak gini!" Tegas papi yang membuat mental Reina semakin menciut.

Namun, dia memaksakan dirinya untuk berani. Dia menatap satu-persatu orang yang ada di ruang keluarganya lalu menyerahkan benda berbentuk persegi panjang ke meja.

Gilang mengambilnya dan melihat hasil dari benda itu.

"APA-APAAN INI? SIAPA YANG BUAT KAMU KAYAK GINI? SIAPA B*J*NG*N YANG BUAT KAMU JADI GINI HAH?!" Tanya Gilang dengan nafas memburu setelah melihat garis dua di benda itu.

"Ma-maaf, Reina nggak tau Bang. Tiba-tiba gitu Bang. Hikss... Hikss..."

"JAWAB NA, SIAPA?!"

"Reina nggak tau pi. Reina dijebak pi. Hikss... Hikss..."

Reina benci situasi ini, Papi-nya marah kepadanya. Dan Mami-nya menangis karena nya.

"APAPUN ALASANNYA, DIA TETAP AIB BAGI KELUARGA. KELUAR KAMU SEKARANG DARI RUMAH SAYA!!"

"Papi, maafin Reina. Bukan dengan sengaja Reina nglakuin ini, bahkan Reina sama sekali nggak tau. Reina dijebak, Pi. Pi, plis dengerin Rena... Hiks... Hiks"

"Fadhil, masuk kamar kamu!" Bisik Rina (mami) kepada anak bungsu-nya

"Iya, Mi" Fadhil beranjak dari ruang keluarga, lalu ke kamarnya yang berada di lantai 2.

AYARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang