Bab 1

3.1K 405 15
                                    

A/N : Sedikit informasi, di Wattpad cerita ini masih on-going dan akan terus diupdate, namun aku tidak akan menyertakan adegan dewasa yang eksplisit.

Untuk versi yang sudah full (ending-ekstra part) telah tersedia di Google Play dengan pencarian : Tilly D - When We Kiss
Di karya karsa : @iamtillyd

Dan pemesanan versi pdf di admin, whatsapp : 082124089124

***

"Antonieta, percaya padaku ... kau adalah satu-satunya gadis yang kusukai sejak dulu."

"Jadi? Kau juga suka padaku—kau mencintaiku?"

Saverio mengangguk. "Ya, aku jatuh cinta padamu." Pria itu menatap Antonieta tepat di kedua matanya dan Antonieta tercekat merasakan jemari Savir membelai tengkuknya. Kepalanya menunduk. "Aku ingin menciummu sekarang."

Antonieta memejamkan kedua matanya. Bibirnya sedikit terbuka dan ia menantikan bibir Savir di atas bibirnya hingga....

"ANTONIETA DAMIANO!!! BANGUN DARI MIMPI MESUMMU ITU ... WAHAI KAKAK GILAKU!"

BYURRR....

Antonieta Damiano tersentak merasakan air membanjiri wajahnya. Ia refleks terbatuk-batuk dan terbangun dari mimpi indahnya itu. Kedua mata Antonieta terbuka lebar. Ia beranjak dari posisinya menyadari Lorette Damiano—adiknya yang berusia sebelas tahun—berdiri tepat di atas ranjangnya dengan setelan seragam sekolahnya yang lengkap dan berkacak pinggang. Kedua mata Antonieta bergerak lebih jeli; ia menangkap sebuah wadah dicekal oleh tangan kiri gadis remaja itu.

Antonieta mengusap wajahnya yang basah dengan kesal. Bukankah tadi dia dan Savir akan berciuman, kenapa Lorette ada di hadapannya sekarang? Oh God, jangan sadarkan Annie dari mimpi atau apapun yang sepatutnya dikatakan dari adegan indah itu, karena Annie sangat jengkel kenapa Lorette menjadi pemeran ketiga dalam drama indahnya bersama Sang Pangeran, Saverio Moretti. Apa yang figuran itu lakukan di sini?

Kesadaran Antonieta mulai terkumpul ketika jam beker di atas nakas berdering nyaring. Annie menghembuskan napas. Mimpi lagi—akhirnya ia mengakui bahwa ciuman yang nyaris ciuman itu adalah mimpi. Tapi Antonieta tak menampik bahwa dia sangat antusias, sebelum banjir hebat membuat tubuhnya basah kuyup. Ia melirik waktu yang tertera dan masih jauh sekali dari kata terlambat. Lorette tidak pernah membangunkannya lebih pagi.

"Apa yang kaulakukan di kamarku bodoh?" desis Annie kasar.

"Menontonmu bermimpi mesum dengan berkata; "Cium aku, Savir." Sial, aku juga baru saja melihatmu menyentuh dadamu sendiri—"

Antonieta melotot tajam. "Aku tidak mungkin melakukannya!" putusnya marah.

Lorette beranjak turun dari ranjang Antonieta. Antonieta mendesah melihat jejak sepatu di spreinya. Dan jejak basah akibat air yang ditumpahkan Lorry ke dirinya. Lorette tertawa keras dan membuyarkan lamunan setengah panik Antonieta.

"Tidak. Kau memang tidak menyentuh dadamu, tapi kau memanyunkan bibirmu." Lorette memasang wajah jijik. "Ew, berhenti berkhayal kak! Savir tidak akan pernah mau menciummu."

Antonieta menggeram marah. "Savir pasti akan melakukannya."

Lorette menjulurkan lidahnya. Melangkah mundur ketika Annie berniat untuk membalas perlakuan gadis itu pagi ini. "Savir tidak mungkin mau bersama gadis jelek sepertimu! Kau bau! Jelek! Wajahmu jelek!"

"Aku dan Savir akan menikah suatu saat nanti," balas Antonieta percaya diri.

Lorette tertawa keras; Antonieta kian kesal mendengar ejekan adiknya. "Kau juga bodoh, nilai-nilaimu selalu mengulang. Savir tidak mungkin jatuh cinta pada gadis bodoh dan jelek sepertimu—"

"Kemari kau!" Antonieta menjambak rambut Lorette. "Dengar ya! Di sekolah aku primadona, mereka bilang aku cantik—bahkan pria-pria itu selalu mengirimiku surat."

Lorette mencekal pergelangan tangan Antonieta untuk merelai jambakannya, tapi amarah Antonieta yang telah memuncak membuat cekalan itu sulit dilepaskan. Antonieta tidak peduli dia membuat rambut adiknya berantakan. Ia mengacak-ngacak rambut Lorette sekuat tenaga, dan Lorette terus merengek seraya berteriak sesekali. Hingga kegaduhan keduanya dipisahkan oleh pintu yang terbuka lebar....

Makayla Tanutama-Bonaparte, neneknya, menatap terkejut pada kedua cucunya yang tengah bergulat satu sama lain. "Astaga! Ann! Lorry! Apa yang kalian lakukan?"

"Nenek dia—"

Suara Lorette tertahan ketika Antonieta langsung berteriak nyaring. "Nenek!" ujar Antonieta semangat. Ia berhambur ke hadapan neneknya dan berniat memeluk wanita paruh baya itu. "Akhirnya nenek kembali dan kemari—nenek! Nenek ... membawa oleh-oleh 'kan untukku?"

Bukannya membalas pelukan cucunya, ekspresi kesal Makayla membuat Antonieta sedikit menjauh. "Kenapa kau belum mandi? Kau malah membuat keributan Ann. Kau akan pergi sekolah bukan?"

Antonieta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Makayla kembali berkata. "Dan kenapa pakaianmu basah?" Pandangannya tertuju pada Lorette dan kekacauan yang lain. "Ya Tuhan, aku memintamu untuk membangunkan kakakmu."

Lorette menghembuskan napas. "Maaf, Nek. Habisnya dia malah bermimpi mesum—hmmph—"

Antonieta membungkam mulut Lorette dengan punggung tangannya sebelum Lorette melanjutkan ucapannya. "Lorry, sebaiknya kau perbaiki rambutmu, oke?"

Lorette menghentakan kakinya kesal; Antonieta tersenyum puas dan menjulurkan lidahnya. Sepeninggalnya Lorette, Makayla sepenuhnya menatap Antonieta dan memberikan senyuman yang membuat Antonieta kembali mendekatinya. "Jadi apa nenek membawa rendang pesananku?"

Makayla mengangguk. "Tentu. Tapi kau harus mandi dulu."

Antonieta mengangguk sumringah. "Yes!"

Rendang—ah betapa aromanya seakan sudah tercium meskipun Antonieta belum menemukan makanan dari Indonesia itu di depan matanya. Antonieta selalu berpesan pada neneknya, Makayla Tanutama-Bonaparte untuk membawakannya rendang sebagai oleh-oleh dan camilan Indonesia lainnya. Tapi dari sekian banyak makanan yang bisa Annie minta, dia hanya ingin daging dengan guyuran kuah warna kecokelatan itu, apalagi dengan sambalnya yang berwarna hijau.

Neneknya, Makayla Tanutama, berdarah Indonesia dan terlahir di sana sebelum menikah dengan kakeknya yang berdarah Italia, Otto Phoenix Bonaparte. Wanita paruh baya itu seringkali pulang ke Bali bersama kakeknya, namun mereka menetap di Venesia—dan berkunjung sesekali ke kediaman Ibunya—seperti hari ini.

Selesai memoles lipstik berwarna pink di bibir, Antonieta menyemprotkan parfum bubble gum favoritnya dan berlari menuju meja makan. Ia mendapati kakeknya yang tersenyum lebar—Antonieta mendekati pria itu dan memberikan kecupan singkat di pipi.

"Apa kita tidak akan sarapan dengan rendang?"

"Tidak, Ann. Kau bisa memakannya nanti saat makan siang."

Pertessa tampak memasukan sebuah kotak ke dalam paper bag. Hal itu menarik perhatian Annie. "Mama ... menyimpannya untuk nanti?"

Pertessa menggeleng. "Tidak. Karena nenekmu membawa banyak, aku ingin membaginya dengan Megan—ketika aku memberikannya pertama kali—dia juga suka..."

Raut wajah Antonieta seketika berubah dua kali lebih sumringah. "Kemari Ma! Aku akan mengantarkannya pada calon mertuaku," ujarnya ceria.

Pertessa meringis. "Bukankah kau akan pergi sekolah—"

"Benar, Ann. Kau harus sarapan dulu," terang kakeknya.

Antonieta memeluk paper bag itu dan berlari menuju ruang tamu lalu berteriak. "Aku akan sarapan bersama calon suamiku saja!"

TBC

When We KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang