Bab 15

718 90 2
                                    

"Di mana dia?"

"Tadi aku melihatnya di sini—"

"Ya, dia berbicara dengan seseorang."

"Aku yakin Antonieta masih di sini."

"Wah ... aku tidak menyangka dia menjual dirinya semurah itu demi lisensi."

Antonieta Damiano mendengarkan wartawan yang berbicara dan saling menimpali dari balik pintu. Mereka tampaknya tidak menyerah untuk mendapatkan wajah Antonieta. Demi sekadar potret, demi sebuah uang dan berita ... orang-orang itu tidak segan-segan mempermalukannya tanpa mengulik lebih dalam.

Tanpa sadar jemari Antonieta mencengkram jas yang dikenakan Savir lebih kuat. Gerakkan refleks itu sukses membuat pelukannya di tubuh Savir mengerat.

"Bisakah kau menjauh dariku sekarang?" ujar Savir datar.

Suara Savir yang berat meskipun datar sukses membuat Annie menjauh dari pria itu. Tidak seperti dulu, jika Annie memeluk Savir pria itu akan mendorongnya kasar, kali ini Annie melepaskan diri tanpa penuh tekanan. Kedua pipi Annie tampak memerah di samping keringat dingin mengaliri keningnya.

"Ma-maaf, aku takut kau meninggalkanku sendirian. A-aku benar-benar takut." Annie meremas kedua tangannya yang saling bertautan, ia berdeham dan kembali berkata, "me-mereka tidak akan berhenti," bisiknya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Tanpa kau memelukku, kau tetap aman di sini."

Annie mendekap jubah mandi yang ia kenakan dengan erat. Ia dapat merasakan deru napasnya yang masih saling berkejaran. Detak jantung Annie seakan ingin keluar dari tubuhnya—Annie dapat mendengar dengan telinganya sendiri.

Apalagi melihat Saverio Moretti di hadapannya secara nyata, di depan matanya setelah tujuh tahun berlalu, seperti Annie baru saja berusaha untuk bernapas setelah dikejar oleh segerombolan preman, sekarang Annie lupa caranya bernapas dengan baik.

Saverio masih memiliki tubuh tinggi yang menjulang bahkan mungkin lebih tinggi lagi. Wajahnya yang tampan semakin tampan. Dengan cambang halus dan rahang tegasnya, Saverio di usia matang tampak lebih seksi.

Annie berjingkit terkejut mendengar pintu diketuk. Kedua mata birunya membulat. Ia menjauhi pintu dan melihat Savir mendekat ke arah sana.

"Tidak, kumohon ... ja-jangan buka pintunya, Savir." Annie mencekal lengan Savir erat. "Aku mohon Savir, aku tidak..."

Savir mengintip dari balik door view. Pria itu kemudian mengeluarkan ponselnya, mengetik sebuah pesan.

"Tuan, maaf. Tolong buka pintunya."

"Tuan, maaf kami mengganggu, tapi kami harus bertemu dengan Antonieta—"

"Bisakah kalian berhenti mengetuk di depan sana? Kalian mengganggu penghuni lain," ujar salah seorang penghuni dari sisi kamar yang ditempati mereka.

Saverio menyimpan ponselnya ke dalam saku. Pria itu menelisik Annie dan membuat Annie mendadak salah tingkah seketika.

"Duduk dan diam di sini," perintah Savir.

Annie duduk di kursi. Tidak lama Savir muncul membawa segelas air putih untuknya. Annie menerimanya dengan senyuman di bibir. Ia segera menenggaknya hingga tandas.

When We KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang