Bab 3

2.3K 349 16
                                    

***

Terlambat adalah kata yang biasa bagi Antonieta Damiano. Annie telah melewati banyak hari terlambat sepanjang hidupnya di sekolah. Semenjak ia mengikuti banyak audisi menyanyi dan pulang-pergi sampai larut, apalagi memiliki jadwal live yang padat—jam tidurnya tidak terkendali sehingga Annie selalu bangun terlambat dan ia tak peduli. Oh yeah, abaikan sifat buruknya ini. Antonieta Damiano dengan kemalasannya bukanlah contoh yang baik.

Berkali-kali Annie dipaksa untuk beralih ke homeschooling, namun dia tidak bisa melupakan mimpinya untuk memasuki sekolah musik terbaik—bagi Annie sekolah dengan pertemuan yang sedikit tidak cukup—ia juga suka menghabiskan waktunya dengan sahabatnya; Gia dan Tayla. Berkeliling di private school dengan kurikulum internasional, betapa Mamanya sangat berjuang banyak atas masuknya Annie di The British School of Milan, walaupun Annie tidak yakin kemalasannya berubah seratus delapan puluh derajat. Nilai-nilainya kebanyakan mengulang kecuali di mata pelajaran bahasa Perancis, Spanyol dan Inggris.

Lucunya pagi itu Antonieta merasakan jantungnya menghentak-hentak ketika ia turun dari taksi. Keringat dingin mengaliri keningnya dan Annie tidak mampu untuk menghentikan ketakutannya dengan kenyataan bahwa dia terlambat. Sangat terlambat tepatnya—tiga jam dari mata pelajaran matematika Miss Maria. Bayangan tatapan membunuh wanita berkacamata tebal itu membuat Annie bergetar takut.

Antonieta melirik melalui jendela ke arah sekumpulan siswa-siswi yang memenuhi kelas. Dua sahabat jeniusnya, Gianna Gattani dan Tayla Necdet Sezer berada di sana, mereka duduk paling depan dan tampak fokus dengan penjelasan Miss Maria. Antonieta tidak mungkin menampakan batang hidungnya karena tampaknya Miss Maria telah memberikan pidato penutup. Jadi Antonieta memilih berbalik menuju kafetaria dan memesan salad untuk menemani kebosanannya. Ia juga mengirim pesan pada Gia agar dia dan Tayla menyusulnya kemari.

"Ann, kau terlambat?" tanya Gia, ketika gadis itu menyimpan tasnya di kursi dan menyeruput jus jeruk milik Antonieta tanpa izin.

"God, apa aku terlihat duduk di samping kalian tadi?" decak Antonieta menjawab ucapan Gianna.

"Kau tidak pernah memiliki nyali untuk melewati kelas Miss Maria, dan hanya beberapa kali terlambat, Annie," ujar Tayla menimpali.

Annie menghembuskan napas. "Hm," dia bergumam pelan. Awalnya sedikit berpikir dengan kenyataan bahwa Antonieta baru saja membolos, tapi sejurus kemudian senyumannya terlukis. Pandangan Annie berbinar seakan ia tidak menyesal sama sekali. "Tidak apa-apa. Yang penting aku senang pagi ini."

"Senang?" Gia mengernyitkan keningnya. "Kau pasti sudah gila."

"Ah Gia! Jangan katakan bahwa aku gila karena aku benar-benar gila sekarang," Antonieta terkikik. "Kalian harus menebak apa yang terjadi pagi ini. Aku tidak bisa melupakannya."

Gia dan Tayla saling berpandangan. "Well, hanya satu kata yang bisa membuat Annie tidak waras, Gi."

"Pangerannya? Savir?"

Antonieta mengangguk. Ia berteriak dan memekik di waktu yang bersamaan tanpa memedulikan sekitarnya. Tidak tentu saja Annie tidak peduli karena kafetaria sekolah sepi pagi itu. Hanya ada dua bangku yang terisi; yang dia dudukki dan si kapten basket—Andres Felipe—bersama teman-temannya di seberang sana.

"Benar. Benar sekali—calon suamiku—yang memiliki roti sobek di perutnya dan wajah paling tampan itu mengantarku tadi pagi!"

"Saverio Morettiku mengantarku dengan mobilnya. Kalian tahu 'kan? S-A-V-E-R-I-O," eja Annie di akhir kata.

Tayla menghembuskan napas. "Semua orang tahu siapa Saverio—" ia meralat, "—Saveriomu."

"Tampaknya sebentar lagi seluruh dunia akan tahu bahwa kau tergila-gila pada Saverio Moretti—tidak, untuk saat ini baru satu sekolah yang tau—aku tidak bisa membayangkan jika kau berpidato di grand final dan menyebutkan nama Savir juga."

When We KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang