A/N : Versi full dari cerita ini tersedia di Google Play, Karya Karsa, dan PDF di admin : 082124089124
***
"Apa kita harus menelepon orangtuanya?"
"Kau tahu ... Ini salahmu! Apa kau tidak tahu caranya bermain bola volly dengan hati-hati?"
"Hei, aku melemparkannya dengan baik. Dia yang seharusnya tidak berdiri di sana!"
"Wow, lihatlah dirimu yang tidak memilikki otak ini. Apa kau sadar kami berada di luar garis lapangan?"
"Kau yang bodoh melemparkan bolanya sembarangan––"
"Cukup!" Suara Mrs. Contandino terdengar samar-samar dari balik tirai. Perdebatan yang semula terdengar memekakkan telinga itu kini terhenti. "Kita tidak bisa menelepon orangtua Annie. Mereka berada di London."
"Bagaimana mungkin ... Annie tidak menceritakannya padaku––"
"Aku sudah menelepon walinya. Dia akan ke sini sebentar lagi." Mrs. Contandino menghembuskan napas. "Gia, Tayla, Roskio, kalian sebaiknya menunggu di luar."
Antonieta melenguh pelan merasakan kepalanya yang begitu berat. Pandangannya masih sedikit berkunang-kunang. Ketika Annie memaksakan diri untuk bangkit, tubuh Annie nyaris terhuyung seandainya Dokter tidak mencekal pundaknya erat.
"Hati-hati, Annie. Tidurlah kembali," ujar Dokter itu dengan cemas.
"Apa yang terjadi Dokter? Apakah aku sekarat?"
Dokter itu terkekeh pelan mendengar ucapan Annie. Namun, beberapa detik kemudian raut wajahnya berubah menjadi serius. Ia membantu Annie untuk kembali merebahkan tubuhnya di ranjang.
"Kau pingsan setelah terkena bola volly. Tapi sepertinya penyebab utamanya bukan hanya bola volly." Dokter itu berdecak pelan sebelum melanjutkan ucapannya, "kau sudah menahan dirimu cukup lama bukan?"
Annie mengernyitkan kening merasakan kepalanya yang berdenyut-denyut. Suhu tubuhnya mendadak panas, mulutnya kering dan ia sedikit menggigil.
"Tubuhmu demam tinggi, Annie. Kenapa kau memutuskan untuk tetap datang ke sekolah?"
Annie tak menjawab ucapan Dokter Martiana. Ketika menginjak kelas sepuluh, Annie seringkali menjadi relawan di unit pelayanan kesehatan sekolah. Ia mempelajari banyak hal dan cukup dekat dengan Dokter Martiana. Itulah kenapa mereka berbicara seperti teman lama dan tidak canggung.
"Temanmu akan dihukum karena melemparkan bola sembarangan."
Annie menggeleng, ia membalas, "Tidak. Dia tidak salah––bola yang terlempar...."
"Dokter Martiana?"
Mrs. Contandino muncul dari balik tirai. Awalnya Annie tidak ingin mendengar apapun yang keduanya katakan hingga Saverio muncul di antara mereka, refleks kedua mata Annie mengerjap cepat. Perhatian Annie seketika teralihkan sepenuhnya.
"Ini Tuan Saverio Moretti, beliau adalah wali Annie yang menggantikan orangtuanya. Dia datang untuk menjemput Annie."
"Saya Martiana," ujar Dokter Martiana terdengar semangat.
Saverio menjabat tangan Dokter Martiana dan membalas, "saya Saverio Moretti, Anda dapat memanggil saya Savir saja."
"Kalau begitu ... Saya akan membiarkan Anda berbicara dengan Dokter Martiana." Mrs. Contadino tersenyum ramah pada Savir. "Jika Anda membutuhkan surat izin tambahan untuk Annie atau sesuatu, Anda dapat menghubungi saya, Tuan Savir."
"Terima kasih, Mrs. Contadino."
Bahkan Mrs. Contadino yang killer seperti es yang mencair setelah melihat Savir. Annie mengerjap tidak percaya. Dokter Martiana pun pasti berpikir demikian karena pandangan matanya dengan terang-terangan menunjukkan kilat semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Kiss
Romance[AFTER LIE WITH ME] Antonieta Damiano adalah seorang diva yang cantik, cerdas, dan memiliki suara merdu yang membuatnya digandrungi para pria. Namun hanya satu yang menarik perhatian Antonieta, si tampan yang dingin bernama Saverio Moretti, pria yan...