L I M A B E L A S

1K 196 3
                                    

Jeselin begitu bosan hanya duduk di sofa ruangan sang suami. Ponselnya bahkan sudah kehabisan dayanya. Sejak pagi tadi dirinya pingsan Jeffrey terus membujuknya untuk pergi ke rumah sakit, namun sayangnya dirinya menolak dan berkata nanti saja sekalian dia periksa dengan dokter langganannya.

"Mas ayo pulang," pinta Jeselin.

"Sebentar, Sayang. Ini tinggal sedikit lagi," tutur Jeffrey.

Jeselin mendengus sebal. "Bukankah kita harus menjemput Jaffan juga? Aku juga ingin ke dokter, kenapa Mas lama sekali," rengek Jeselin.

"Iya, Sayang, Mas enggak lupa kok. Sabar ya, sedikit lagi selesai," bujuk Jeffrey.

"Enggak mau~ Aku maunya sekarang, Mas." Jeselin berdiri dan mengentak-entakkan kaki layaknya seorang anak berusia lima tahun yang sedang mengambek.

Jeffrey menghela napas melihat tingkah kekanakan dari istrinya itu. Ia berusaha fokus dengan urusannya terlebih dahulu agar cepat selesai.

Sedangkan, Jeselin terus saja merengek meminta untuk pergi dari kantor milik suaminya itu.

"Mas~ Ayo pulang." Jeselin terus membujuk Jeffrey untuk segera pulang.

"Kamu ini kenapa sih, Jess! Aku lagi sibuk! Bisa sabar kan?!" bentak Jeffrey yang sudah kehabisan kesabaran.

Bentakan itu lantas membuat nyali Jeselin menjadi ciut. Ia menundukkan kepalanya dan duduk di sofa itu lagi.

Jeffrey yang sadar akan perlakuannya lantas langsung menghampiri Jeselin dan langsung memeluk sang istri.

"Maafi Mas, ya? Mas kelepasan tadi," tutur Jeffrey.

Jeselin terisak mendengar penuturan maaf dari Jeffrey. Hal itu semakin membuat Jeffrey merasa bersalah telah membentak istrinya.

"Jangan menangis, ya? Nanti Mas belikan pecel mang Agus deh," bujuk Jeffrey.

"Enggak mau pecel hiks... hiks."

"Jadi kamu maunya apa, hm?" Jeselin mendongak menatap Jeffrey.

"Maunya ketoprak." Jeselin menunjukkan cengirannya. Pipinya masih terlihat sisa-sisa air matanya.

"Iya, nanti Mas belikan."

"Yang paling pedas, ya?" Jeffrey mengangguk menuruti permintaan Jeselin.

─── ⋆ ───

Jeffrey tak bercanda dalam menuruti keinginan istrinya. Setelah mendengar kemauan Jeselin dirinya langsung menyuruh Mahen atau asisten pribadinya untuk membelikan pesanan Jeselin.

Ternyata, istrinya tak hanya membeli ketoprak, namun juga membeli kue, makanan manis dan juga makanan pedas. Jeffrey bukan terkejut melihat nominalnya, namun terkejut karena banyaknya makanan yang dipesan Jeselin. Ia hanya takut sang istri tak mampu menghabiskannya dan berakhirlah dia menjadi tempat sampah.

"Sayang, kamu yakin semua ini habis?" tanya Jeffrey yang membuat Jeselin mengangguk yakin.

"Kalau enggak habis kan ada kamu sama Mahen, iya kan Mahen?" tanya Jeselin yang membuat Mahen menunjuk dirinya sendiri.

"S-saya, Nyonya?" tanya Mahen tak percaya. Mana mungkin dirinya sanggup menghabiskan makanan pedas itu, dirinya saja tak suka pedas.

"Iya, kamulah, tenang aja nanti ada gaji tambahan di bos kamu," jawab Jeselin sambil menatap Jeffrey.

Wanita itu mulai makan, namun baru tiga menu yang dimakannya ia malah mengeluh kenyang dan menyuruh Jeffrey dan Mahen melanjutkannya.

Awalnya Mahen menolak keras karena yang ada dia bisa diare karena makan makanan pedas milik majikannya itu, tetapi karena ancaman Jeffrey yang akan memecat dirinya, Mahen jadi hanya bisa pasrah, tak apalah jika dirinya diare yang terpenting dirinya tak dipecat. Bisa-bisa sang kekasih tak mau menikah dengannya karena dirinya seorang pengangguran dan lagi saat ini dirinya tengah mempersiapkan pernikahannya dengan sang kekasih dan tentunya membutuhkan biaya yang cukup banyak.

Jeselin hanya tertawa melihat Mahen dan Jeffrey saling berebut minuman ketika panas membakar lidah mereka. Bukannya menolong kedua pria itu, Jeselin malah tertawa sambil merekam semuanya. Ini akan menjadi hadiah yang bagus untuk hari pernikahan Mahen nanti, pasti istri Mahen akan tertawa melihat wajah konyol sang suami. Untuk sejenak Jeffrey benar-benar melupakan tumpukan kertas yang ada di mejanya.

Mahen yang tak kuat langsung keluar dari ruangan atasannya dan berlari menuju toilet. Di dalam toilet dirinya langsung menelepon sang kekasih dan membatalkan janji mereka karena pasti sebentar lagi perutnya akan terus meledak dan ini semua karena istri dari atasannya itu. Bagaimana orang sepertinya disuruh makan pedas, makan saus level 1 saja dia sudah ketar ketir, apalagi makan makanan pesanan Jeselin yang levelnya sampai level gila.

Di ruangannya, Jeffrey langsung membatin bukan hanya istrinya saja yang akan periksa ke dokter, sepertinya dirinya juga akan periksa karena perutnya mulai terasa panas. Dan mulailah aksi bolak balik ke kamar mandi Jeffrey dan Mahen.

Sedangkan, Jeselin yang sedang duduk di kursi Jeffrey membantu sedikit pekerjaan sang suami yang tertunda karena ulah dirinya.

─── ⋆ ───

Jaffan saat ini tengah bermain dengan sang opa di taman belakang rumah besar milik oma dan opanya. Taman belakang rumah itu sangat berbeda dari rumahnya, di taman belakang ini terdapat banyak mainan yang biasa ada di taman-taman kota, seperti ayunan, jungkat-jungkit, dan lain-lain. Setiap hari selama Jaffan menginap di sana dirinya akan bermain di taman itu. Dirinya tak berani mengajak sang paman karna tampaknya sang paman sangat sibuk bersama dengan temannya, yaitu kak Renjana. Kak Renjana adalah teman sang paman yang sangat Jaffan sayangi. Pemuda itu sangat baik dan sering membelikan Jaffan banyak jajanan dan mainan selama dirinya menginap di sana. Dirinya bertemu dengan kak Renjana setiap hari karena teman pamannya itu datang ke rumah setiap hari, biasa karena paman Junonya yang menjemput terlebih dahulu.

Jika kalian bertanya mengapa Jaffan tidak memanggilnya dengan sebutan paman, maka jawabannya adalah Jaffan menganggap kak Ren itu seperti kakaknya bukan pamannya, dilihat juga kak Ren terlihat sangat muda, jadi anak itu tak tega memanggil Renjana dengan sebutan paman. Karena sebutan paman terlalu tua untuk Renjana yang muda. Awalnya Juno marah karena Jaffan tak sopak memanggil temannya dengan sebutan kakak, tapi dirinya tak bisa berbuat apa-apa ketika anak 4 tahun itu mengadu pada sang oma.

"Opa, apa kak Ren hari ini datang?" tanya Jaffan.

Selama di rumah oma dan opanya anak itu terlihat begitu kalem, mungkin karena tak ada yang bisa diganggu olehnya, kalau di rumah kan ia bisa mengganggu sang ayah dan memprovokasi sang bunda agar memarahi ayahnya. Namun, di sini hanya ada paman Juno yang setiap harinya akan bermain dengan kak Renjananya.

"Opa enggak tahu, tapi tadi kata pamanmu dia akan mengerjakan pekerjaan bersama Renjana di luar," jawab Tama.

Melihat wajah kusut sang cucu membuat Tama tak tahan untuk menghibur anak 4 tahun itu. Dirinya langsung mengangkat tubuh Jaffan dan memutar-mutarnya. Gelak tawa keluar dari mulut Jaffan. Hanya opanya saja yang mau berbuat begitu padanya.

"Aduh, Opa lelah, maklum lah ya, faktor umur," ucap Tama yang membuat Jaffan tertawa.

revisi : Medan, 25 Maret 2022

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang