D E L A P A N

1.9K 327 20
                                    

"Sayang," panggil Jeffrey ketika memasuki rumah yang tampak seperti tak memiliki penghuni.

"Bunda!" pekik Jaffan.

Setelah pekikan Jaffan terdengar menggema di seluruh rumah, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan pekikan bayi menangis dari arah ruang tengah. Jeffrey langsung berlari ke ruang tengah.

Pandangan pertama yang Jeffrey lihat adalah Jeselin yang berusaha menenangkan bayi yang mungkin berusia sekitar dua tahun. Kaki itu melangkah menghampiri Jeselin.

Tepat ketika sampai di dekat si bayi, Jeffrey langsung menggendong bayi itu dan menenangkannya. "Justin kok ada di sini?" Ia menggerak-gerakkan tubuhnya dan hal itu terasa seperti berayun bagi si bayi.

"Tadi mas Alex datang, katanya dia ada dinas ke luar kota," jelas Jeselin.

Jeffrey mengerutkan keningnya, kenapa sepupu sang istri menitipkannya di sini? Apa bibi tidak bisa menjaganya? Atau memang sengaja membuat orang kerepotan? Tidak-tidak, Jeffrey tidak boleh berpikir negatif tentang sepupu sang istri itu. "Kenapa enggak dititipkan ke bibi atau ibu aja?" tanyanya.

Jeselin melipat tangannya di depan dada dan menggeleng. "Enggak tahu tuh. Bibi sedang sibuk menyiapkan persiapan pernikahan Rani dan mas Alex segan sama ibu," jelas Jeselin.

Jeffrey menganggukkan kepalanya "Kok bisa menangis gini?" tanya Jeffrey.

"Itu semua karena Mas sama Jaffan teriaklah. Jadi karena apalagi?" geram Jeselin.

"Maaf ya, Sayang," bisik Jeffrey.

Jeselin mendengus sebal karena tidurnya terganggu lagi. Kalau saja Jeffrey dan Jaffan tak berteriak, Justin tak akan bangun dari tidurnya dan menangis begitu kencangnya. Padahal bayi itu sudah sangat tenang tadi dan dirinya juga bisa menikmati istirahatnya. Tapi, karena beberapa detik suara menggelegar terdengar membuat jam istirahat Jeselin kembali terhenti.

Jaffan yang baru sampai di ruang tengah langsung berlari ke arah sang bunda ketika dirinya menyadari bahwa ada seorang yang asing di dalam keluarganya. "Bunda!" pekik Jaffan ke pelukan Jeselin.

Jeselin dan Jeffrey menghela napas bersamaan dengan pekikan Jaffan yang menggelegar dan mengganggu Justin yang akan tertidur lagi.

Anak itu mendongakkan kepalanya dan menatap sang ayah yang tengah menggendong Justin. Dirinya tak tahu siapa bayi itu, tapi dirinya tak suka ketika orang lain berada di gendongan sang ayah. Dirinya melepaskan pelukannya dan berdiri di depan si ayah.

Jaffan menarik-narik ujung kaos yang Jeffrey kenakan. Jeffrey yang merasakan kaosnya ditarik-tarik kecil pun mengalihkan pandangannya ke arah Jaffan.

"Ada apa, Jaffan?" tanya Jeffrey dengan suara seperti berbisik agar tidak mengganggu bayi yang sedang digendongnya.

"Ayo ke mall. Ayah kan udah janji," ucap Jaffan dengan puppy eyes khas dirinya.

Bukannya memberikan perhatiannya pada ucapan Jaffan, Jeffrey malah sibuk menidurkan Justin lagi. Namun, si bayi memang sudah tidak mengantuk lagi sepertinya. Pria itu membulatkan matanya ketika merasakan hal hangat yang membasahi baju kaosnya.

"Yahhh," raung Jeffrey.

Jeselin tertawa melihat Jeffrey diompoli oleh Justin. Sedangkan, Jaffan yang diabaikan eksistensinya pun kesal dan semakin kesal setelah melihat Justin yang mengompoli ayahnya. Anak itu meremet tangannya dan jangan lupakan wajah yang tertekuk itu.

Jeffrey memberikan Justin kepada Jeselin untuk dibersihkan dari ompol agar bayi itu tak demam karena pakaiannya basah. Sementara, dirinya akan mandi terlebih dahulu.

Jeffrey dan Jeselin pergi ke dalam kamar mereka, meninggalkan sang anak yang semakin kesal karena sudah diabaikan, dan ditinggalkan.

─── ⋆ ───

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang