D U A

2.9K 440 32
                                    

Mobil itu membelah jalanan yang cukup ramai akan pengendara mobil, motor dan kendaraan umum. Dan jangan lupakan di trotoar banyak orang yang berlalu-lalang ke sana ke mari. Saat ini, Jeffrey tengah mengendarai mobilnya, bermaksud mengantar Jeselin dan Jaffan menuju ke tempat Jaffan berlatih taekwondo.

Jeffrey dan Jeselin memang sengaja memasukkan anak mereka ke kelas taekwondo agar putra mereka dapat menjaga dirinya sendiri jikalau suatu waktu dirinya dalam bahaya. Walaupun masih anak-anak, tapi memang pada dasarnya pada masa anak-anaklah seseorang dapat dengan mudah memahami. Maksud memahami di sini ialah, otak anak-anak yang belum terisi hal-hal yang negatif dapat memudahkan dirinya memahami hal-hal baru. Oleh karena itu, ada baiknya sedari dini anak-anak diajari tentang suatu hal, seperti membedakan mana yang baik dan buruk dan hal-hal lainnya.

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan yang tampak sangat modern. Dengan pagar yang bisa terbuka sendiri ketika ada seseorang yang ingin masuk dan alat-alat kekinian lainnya.

Jeffrey menghentikan mobilnya tepat di depan pintu lobby gedung itu. Keluar terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk sang istri tercinta.

Jeselin keluar dari mobil dengan senyuman di wajahnya. Jaffan juga ikut keluar dari pintu penumpang belakang tanpa bantuan sang ayah yang membukakan pintunya karena ia yakin ayahnya tak akan membukakan pintu mobil untuknya, kan ayahnya hanya bucin pada bundanya.

Jeffrey bertumpu lutut untuk menyamai tingginya dengan sang putra. Ia mengusap surai putranya, dan berkata, "Latihan yang rajin ya. Nanti ayah kasih adik," ucap Jeffrey diselingi nada bercanda. Pada saat seperti ini ayah satu anak masih saja sempat-sempatnya menggoda anaknya.

"Enggak mau, Jaffan masih marah sama Ayah," jawab Jaffan sembari menggembungkan pipinya dan jangan lupa tangannya yang dilipat dan ditaruh di depan dada, seakan-akan anak itu benar-benar marah.

Jeselin mencubit pipi gembul putranya itu karena gemas. Sedangkan, Jeffrey bangkit dari posisinya dan menatap sang istri.

"Mas hati-hati ya," ucap Jeselin sambil menatap mata sang suami dengan posisi kepala mendongak karena perbedaan tinggi mereka.

Jeffrey mengangguk. "Hm, nanti kalau pulang jangan lupa hubungi pak Rudi aja, jangan naik bus, enggak level," perintah Jeffrey, kemudian dirinya menarik kepala sang istri dan mendaratkan bibirnya di kening sang istri yang tak tertutup poni.

"Iya-iya, kamu hati-hati," ucap Jeselin sembari melambaikan tangannya ke arah Jeffrey yang sedang berjalan menuju mobilnya.

Pria itu memasuki mobilnya dan menyalakan mesinnya, jangan lupakan kaca mobil yang sengaja dibuka agar dirinya dapat melihat anak dan istrinya. Jeffrey melambaikan tangannya sejenak sebelum mobil yang dikendarainya meninggalkan halaman tempat kelas taekwondo itu.

Sepeninggalnya Jeffrey dari tempat itu, Jeselin langsung menuntun anaknya memasuki tempat kelas taekwondonya dilaksanakan.

Ternyata sesampainya di kelas taekwondo, sudah banyak anak-anak yang hadir, mulai dari usia tiga tahun sampai dewasa. Ada yang ditemani orang tuanya dan ada juga yang tidak ditemani. Untuk orang tua yang menemani juga ada tempatnya sendiri agar tak mengganggu anak-anak mereka yang sedang latihan. Tepat di samping ruangan untuk latihan ada ruangan khusus orang tua dan kedua ruangan itu hanya disekat dengan kaca transparan.

Seseorang menghampiri Jaffan yang masih ditemani Jeselin. "Hai, Jaffan," sapa orang itu.

Ternyata orang itu adalah guru yang melatih Jaffan. Guru itu juga sudah sangat akrab dengan Jeselin. "Hai juga, Saboeumnim," sapa Jaffan balik.

"Saboeumnim, hari ini kita akan belajar apa?" tanya Jaffan dengan penuh rasa penasaran.

"Kita lihat nanti, oke?" ucap sang guru yang langsung dibalas anggukan oleh anak itu. Kemudian, guru itu membawa Jaffan menuju ruang latihan dan meninggalkan Jeselin dengan orang tua anak-anak lainnya.

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang