S E P U L U H

1.8K 305 18
                                    

Hari ini, pagi-pagi buta Jeffrey terbangun dan langsung memandangi wajah sang istri yang masih terlelap. Jeffrey seketika mengubah posisinya menjadi duduk ketika mendengar tangisan Justin. Dirinya bangkit dan berjalan melewati kasur. Ia menggendong Justin dan berusaha menenangkan Justin agar tidak mengganggu Jeselin yang masih terlelap. Karena ia yakin sang istri masih lelah dengan aktivitas semalam.

Jeffrey tersenyum ketika Justin menghentikan tangisnya. Ia kemudian bangkit dan berjalan ke luar kamar. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi lantai dua rumahnya. Dari atas sini tampak para pelayan sedang berlalu lalang mengerjakan setiap tugasnya masing-masing di lantai bawah. Jeffrey menajamkan penglihatannya ketika melihat seorang pelayan tengah duduk bersantai, sementara pelayan lainnya sedang sibuk mengerjakan tugas mereka.

Jeffrey turun ke lantai bawah dengan Justin yang masih berada di gendongannya. Ia berjalan ke arah pelayan itu. Melihat sang tuan yang sudah bangun dari tidurnya membuat keadaan seketika berubah menjadi hening. Semua pelayan memelankan suara pekerjaan mereka. Dalam pikiran mereka, sang tuan terbangun karena suara berisik yang dihasilkan dara pekerjaan mereka, tapi nyatanya tidak begitu. Bagaimana mungkin Jeffrey terganggu oleh suara pekerjaan mereka sedangkan kamarnya saja dipasang peredam suara.

Sepanjang jalan dirinya memikirkan apa sekiranya alasan yang diberikan pelayannya itu.

"Kenapa kamu tidak bekerja?" tanya Jeffrey.

Pelayan yang tadinya duduk langsung berdiri dan menundukkan kepalanya. "M-maaf, Tuan, saya sedang kurang enak badan," jawab pelayan itu.

"Seharusnya jika kamu sedang sakit, beristirahatlah. Jangan biarkan penyakitmu menular ke anak-anak dan istri saya. Kalau sakit kamu seharusnya berobat, beristirahat dan berobat, bukan malah bekerja," omel Jeffrey.

Pelayan itu hanya membungkam mulutnya dan sama sekali tak berniat membantah ucapan majikannya. Dirinya meremet tangannya.

"Pak Dono!" seru Jeffrey.

Seorang laki-laki paruh baya datang ke hadapan Jeffrey lengkap dengan seragam hitamnya.

"Siap, Tuan!" seru pak Dono.

"Tolong antarkan Sisil ke rumah sakit," titah Jeffrey yang langsung dipatuhi olehnya.

"Baik, Tuan." Pak Dona menuntun Sisil untuk keluar dari rumah dan diantarkan menuju rumah sakit terdekat.

─── ⋆ ───

Jeselin bangun dari tidurnya ketika mendengar seruan dari lantai bawah. Kamar itu memang di pasang peredam suara, namun karena saking kerasnya seruan peredam suara mahal itu dapat tembus. Percuma yakan?

Dirinya mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum memakai sendal tidurnya dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat giginya terlebih dahulu.

"Ya ampun, ini muka atau keset sih, lecek amat," tutur Jeselin pada dirinya sendiri ketika melihat seorang wanita dengan rambut urak-urakan dan muka kusam di kaca.

Setelah melakukan ritual sehabis tidur, Jeselin bergegas turun ke lantai bawah untuk melihat apa yang sedang terjadi di pagi hari ini.

"Mas, ada apa?" tanyanya kepada Jeffrey sesampainya di lantai bawah.

"Sudah, tidak ada apa-apa, sekarang lebih baik kamu gendong Justin dulu, aku mau mandi," jawab Jeffrey.

Jeselin pun hanya menganggukkan kepalanya dan mengambil alih Justin dari Jeffrey. Setelahnya Jeselin melangkahkan kakinya ke arah dapur. "Bi Ina, tolong buatkan susu untuk Justin dan Jaffan. Susu Justin ada di lemari di sebelah lemari susunya Jaffan," pinta Jeselin.

"Baik, Nyonya," jawabnya.

Jeselin mengangguk dan pergi berjalan ke arah kamar Jaffan. Ia melihat beberapa pelayan yang masih sibuk dengan tugas mereka masing-masing.

Jeselin menghentikan seorang pelayan. "Tunggu!" perintahnya.

Pelayan itu pun berhenti dan melihat sang majikan. "Iya, ada apa, Nyonya?" tanyanya.

"Ada masalah apa tadi?" tanya Jeselin.

"Tadi tuan besar melihat Sisil hanya duduk dan tak bekerja, kemudian tuan menghampiri Sisil dan bertanya ada apa. Ternyata Sisil sedang sakit, lalu tuan menyuruh Sisil untuk beristirahat dan menyuruh pak Dono mengantarkan Sisil ke rumah sakit," jelas pelayan itu.

Jeselin menganggukkan kepalanya dan menyuruh pelayan itu melanjutkan pekerjaannya dan dirinya juga melanjutkan perjalanannya menuju kamar sang putra.

Jeselin membuka pintu kamar anaknya. Ia melihat Jaffan yang masih tertidur nyenyak dengan guling yang berada di pelukannya.

Jeselin melangkahkan kakinya dan membuka gorden yang menutupi kaca. Sinar matahari yang belum sepenuhnya ada pun langsung masuk ke dalam kamar.

"Jaffan ayo bangun," suruh Jeselin.

Jaffan melenguh ketika mendengar suara bundanya yang menyuruhnya untuk bangun.

"Jaffan, wake up," suruh Jeselin.

"Hmmmm, Bunda," lenguh Jaffan.

"Ayo bangun, Sayang. Masa kamu mau kalah sama Justin sih," ucap Jeselin.

Mendengar sang bunda menyebutkan nama Justin membuat anak itu langsung semangat. Dirinya tak ingin kalah dari bayi itu. "Enggak, Jaffan enggak kalah dari Justin!" serunya yang langsung bangkit dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi.

Jeselin terkekeh melihat tingkah Jaffan yang sama sekali tak ingin kalah dari Justin yang masih sekecil ini.

Jeselin menyiapkan baju Jaffan terlebih dahulu, kemudian ia pergi meninggalkan kamar Jaffan dan berjalan menuju kamarnya.

Jeselin meletakkan Justin di atas tempat tidur dengan dihalangi bantal di segala sisi Justin. Ia berjalan menjauh dari Justin dan pergi ke walk in closet untuk memilihkan pakaian yang akan Jeffrey pakai ke kantor hari ini. Ia sesekali menoleh ke arah Justin yang sedang asyik bermain dengan mainannya.

Toktok

Jeselin mengetuk pintu kamar mandi itu. "Mas," panggilnya.

"Ada apa, Sayang?" tanya Jeffrey dari dalam kamar mandi.

"Bajunya di atas tempat tidur. Aku mau siapkan yang lain dulu," ucap Jeselin.

"Iya!" sahut dari dalam.

"Nanti jangan lupa menyusul ke ruang makan," perintah Jeselin.

"Iya, nanti aku susul," jawab Jeffrey lagi.

Jeselin kembali menggendong Justin, tetapi berbedanya kali ini ia menggunakan kain gendong agar lebih mudah melakukan aktivitas dan agar tangannya tak pegal juga sih.

Justin sepertinya sangat bahagia menemani sang bibi menjalani aktivitas hari ini. Anak itu terus tertawa ketika beberapa pelayan yang dilewatinya melakukan hal lucu yang membuat perut anak kecil itu serasa terisi ribuan kupu-kupu. Dengan tangan yang menggenggam mainan karet yang baru dibeli semalam, anak itu dapat menarik banyak perhatian dari para pelayan. Para pelayan itu pun bersyukur karena dengan kehadiran Justin dapat membuat suasana rumah itu menjadi lebih-lebih berwarna. Setelah sekian lama, tawa seorang bayi kembali hadir dalam rumah itu. Membuat setiap detik di rumah itu terasa lebih indah.

Sejak kejadian masa lalu, rumah itu tak pernah terasa begitu berwarna seperti hari ini. Kejadian yang membuat rumah itu kehilangan warnanya. Walaupun rumah itu masih terasa berwarna dengan adanya Jaffan, namun warnanya sedikit pudar. Kejadian yang membuat Jeselin was-was dan sangat berjaga-jaga dalam memilih pelayan. Semenjak kejadian itu juga dirinya memilih mengurus anak dan suaminya sendiri, sedangkan para pelayan mengurus rumah. Dirinya juga mengurus hal yang berkaitan dengan dapur dan makanan setiap harinya. Hanya orang yang sudah dipercayakan saja yang bisa memasak.

Kejadian itu juga membuat Jeselin lebih tegas terhadap segala hal yang berkaitan dengan keluarganya. Dia akan bilang tidak jika dirinya tak menyukainya dan hal itu tak bisa dibantah. Contohnya adalah saat Jaffan meminta es krim saat sedang pilek, dia bilang tidak dan itu artinya tidak.

revisi : Maret, 17 Maret 2022

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang