E N A M

2K 326 21
                                    

Jeselin menghentikan langkahnya dan duduk di bangku taman yang berada di dekat hotel tempat ia dan keluarga kecilnya menginap. Ia menundukkan kepalanya, menatap rumput yang ada di bawah kakinya.

Satu jam Jeselin bertahan di posisinya. Jeselin terus berpikir kenapa putranya bisa bersikap tidak sopan seperti tadi. Ia masih tak habis pikir dengan sikap putranya. Ia sudah berulang kali mengatakan untuk sopan terhadap orang yang lebih tua. Tapi, kenapa putranya itu sulit sekali untuk diajarkan. Mungkin ia bisa sedikit mempercayai perkataan putranya, namun disisi lain hal yang dilakukan putranya juga tak benar.

Jeselin mendongakkan pandangannya ke atas ketika melihat sebuah tangan menyodorkan minuman kepadanya. Orang itu adalah Jeffrey.

Jeffrey duduk di samping Jeselin yang masih menatapnya tak percaya. Tapi, kenapa suaminya ada di sini? Dan bagaimana bisa suaminya meninggalkan anak mereka sendiri di hotel?

"Jaffan mana?" tanya Jeselin.

"Dia sudah tidur sesuai kemauan kamu," jelas Jeffrey.

Jeselin menikmati minuman yang diberikan oleh Jeffrey tadi. Sedangkan, Jeffrey menatap Jeselin yang sangat menikmati minuman itu. Ia juga meminum minuman yang ia pesan berbarengan dengan minuman milik Jeselin.

Selama beberapa menit suasana mereka di penuhi keheningan. Jeffrey akhirnya mau membuka suara. "Kamu tuh kenapa?" tanyanya sambil menatap Jeselin.

Jeselin menatap balik Jeffrey, lalu ia menggelengkan kepalanya. "Aku enggak apa-apa, Mas," jawab Jeselin.

"Kamu lagi menstruasi?" tanya Jeffrey dan dibalas gelengan oleh Jeselin.

"Kalau aku menstruasi, tadi pagi kita enggak mungkin main, Mas," jawab Jeselin yang langsung dibalas kekehan oleh Jeffrey.

"Jadi sebenarnya kamu kenapa?" tanya Jeffrey lagi.

Jeselin menggelengkan kepalanya. Ia sendiri juga bingung dengan dirinya sendiri. "Aku juga bingung sama diri aku sendiri, Mas," jawabnya.

"Kamu banyak pikiran, ya?" Jeffrey mengarahkan kepala Jeselin untuk bersandar di pundaknya.

"Mungkin," jawab Jeselin sambil mengangguk samar.

Keadaan kembali menjadi hening lagi. Tiba-tiba Jeffrey merangkul pundak Jeselin. Suhu udara semakin dingin ketika malam semakin gelap.

"Lebih baik kita kembali ke kamar sekarang, kamu udah kedinginan gini," tutur Jeffrey ketika merasakan tubuh Jeselin yang bergetar karena kedinginan.

"Mas balik dulu aja. Aku mau menenangkan pikiran aku, Mas," tolak Jeselin.

Jeffrey menggelengkan kepalanya. Dirinya berdiri dan langsung menggendong Jeselin ala koala. Jeselin yang digendong hanya pasrah dan diam. Dirinya melihat orang di belakangnya menertawainya. Jeselin yang malu ditertawakan langsung menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami.

─── ⋆ ───

Sesampainya di kamar hotel, Jeselin langsung dikagetkan oleh sebuah kue dan minuman di meja kamar mereka.

"Tadi Jaffan yang pesani itu untuk kamu," ucap Jeffrey.

Jeffrey tak dapat melihat ekspresi Jeselin, karena dirinya sibuk mengganti pakaian. Dirinya melepas pakaiannya di depan sang istri tanpa malu. Lagi pula kenapa? Jeselin juga sudah melihat segalanya.

Jeselin masih asyik menatap kue dan minuman di hadapannya itu dengan mata berkaca-kaca. Tangannya mengambil notes yang ada di piring kue dan mulai membacanya.

Maafi Jaffan, bunda. Jaffan minta maaf kalau tadi enggak sopan sama bunda dan paman tadi. Dan maaf juga karena tadi Jaffan makan es krim bareng ayah sebelum bobok.

Jeselin tertawa membaca pesan yang anaknya sampaikan di secarik kertas. Jeselin tahu bahwa ini tulisan tangan Jeffrey, tapi ia yakin bahwa itu Jaffan yang menyampaikannya. Anak itu belum pandai tulis menulis, dia baru bisa membaca.

"Mas ajak Jaffan makan es krim?" tanya Jeselin.

Jeffrey mengangguk, lalu berkata, "Kamu enggak marah sama aku, kan?"

Jeselin menggelengkan kepalanya tanda bahwa ia tak marah sama sekali. Jeffrey mengelus dada ketika Jeselin menggeleng, untung saja tak marah, kalau marah pasti dirinya yang kena amukan Jeselin.

"Tapi jangan sering-sering, apalagi ini udah malam," anjur Jeselin.

Jeffrey tersenyum dan mengangguk. Jeselin mulai menikmati sajian kue dan minuman yang disajikan untuknya dengan tenang.

Jeffrey juga dengan tenang memandangi wajah sang istri dari bawah. Saat ini, Jeffrey sedang rebahan dengan paha Jeselin yang menjadi bantalnya.

"Jangan pandangi aku terus, Mas," pinta Jeselin, namun tak dituruti oleh Jeffrey.

"Sayang," panggil Jeffrey.

Jeselin menundukkan kepalanya dan menatap Jeffrey. Jeffrey sedikit mengangkat tubuhnya dan menarik tengkuk itu. Menyatukan bibir mereka.

Jeffrey dapat merasakan sensasi manis dari kue dan minuman yang dikonsumsi Jeselin.

Beberapa menit bibir mereka menempel dan saling berbalas ciuman, akhirnya Jeselin yang mengakhirinya dulu. Wanita itu meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

"Sayang~ Mau lebih," pinta Jeffrey dengan nada manja.

Jeselin menggeleng dan memindahkan kepala Jeffrey dari atas pahanya. Dirinya memasuki kamar mandi dan mulai bersiap untuk tidur.

─── ⋆ ───

"Jaffan sudah bangun ternyata," ujar Jeselin ketika melihat anaknya berjalan gontai ke arahnya.

Jaffan menatap Jeselin yang sedang membereskan baju-baju dan belanjaannya kemarin ke dalam koper mereka. Hari ini, mereka akan kembali ke rumah tersayang mereka. Bahkan, belum pulang saja Jeffrey sudah sibuk dengan meeting online-nya. Pria itu lagi ada di ruang tengah dengan ditemani laptop yang dibawanya semalam.

"Bunda," lirih Jaffan.

Jeselin mengalihkan pandangannya ke arah Jaffan. Jeselin tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Jaffan. Wanita itu membawa putranya duduk di salah satu kursi kecil dan menyamakan tingginya.

"Bagaimana tidurmu?" tanya Jeselin.

Jeselin mengusap-usap surai Jaffan dan memeluk tubuh kecil putranya seraya membisikkan kalimat maaf. "Maafi Bunda, ya?" bisik Jeselin.

"Bunda enggak salah, Jaffan yang salah. Maafi Jaffan ya Bunda kalau selama ini Jaffan sering bikin Bunda marah," ucap Jaffan dengan gelengan kepala.

"Maafi Jaffan, Bunda," ucap Jaffan lagi.

"Bunda udah maafi kamu. Bunda juga minta maaf juga ya?" ucap Jeselin yang langsung dihadiahi anggukan lucu oleh si anak 4 tahun.

Pelukan itu dilepas dan Jaffan melihat ke sekeliling. Ia belum melihat sang ayah di mana pun. "Ayah mana, Bunda?" tanya Jaffan.

"Ayah sedang ada di ruang tengah," jawab Jeselin sambil terus mengusap surai Jaffan.

"Jaffan enggak mau kehilangan Bunda," tutur Jaffan yang kembali memeluk Jeselin begitu erat.

"Bunda enggak akan ninggalin kamu, Jaffan," balas Jeselin.

"Cuman janji ke Jaffan aja nih? Ke aku enggak?" tanya Jeffrey yang datang menghampiri sepasang ibu dan anak yang baru saja berbaikan.

"Aku bahkan udah janji di hadapan semua tamu waktu itu, Mas," jawab Jeselin.

Ketika sudah berada tepat di hadapan Jeselin, Jeffrey langsung memeluk tubuh itu. Sedangkan Jaffan jadi merasa terasingkan di posisi itu.

Chup

Jeffrey langsung menutup kedua mata sang putra dengan tangannya ketika dirinya mengecup bibir Jeselin.

"Kenapa ditutup?!" tanya Jaffan.

"Masih kecil, belum boleh lihat," jawab Jeffrey sambil terkekeh gemas.

revisi : Medan, 14 Maret 2022

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang