S E M B I L A N

1.8K 310 16
                                    

Ayah dan anak itu saat ini sedang disibukkan dalam urusan memilih mainan yang si anak inginkan. Sedari tadi si anak menunjuk berbagai macam mainan sejak mereka menginjakkan kaki di salah satu toko mainan terbesar di kota itu.

Tangan si anak menunjuk salah satu robot yang besarnya melebihi ukuran tubuhnya sendiri. Robot yang bisa digerakkan dengan remot kontrol. "Ayah, Jaffan mau itu juga," pinta Jaffan.

"Ya sudah, ayo," jawab Jeffrey sambil menuntun Jaffan menuju ke arah robot itu. Pelayan yang memang sedari tadi mengikuti mereka pun mencatat apa-apa yang diinginkan oleh sang tuan muda Mahendra itu.

Mereka bertiga pergi meninggalkan Jeselin yang sedang asyik memilihkan mainan untuk Justin. Bayi itu sangat tenang di gendongan sang bibi.

"Ayah, Jaffan ingin mobil itu juga," pinta Jaffan. Ia menunjuk sebuah mobil mainan yang bisa dinaiki, dikendarai sendiri maupun dengan remot.

"Jaffan, ingin warna apa?" tanya Jeffrey.

"Warna biru, Ayah," jawab Jaffan.

"Oke," balas Jeffrey sambil menggerakkan jarinya agar sang pelayan menambahkannya ke dalam catatan.

Pelayan itu hanya mampu terkagum karena anak sekecil itu membeli mainan yang sangat banyak, bahkan jumlahnya melebihi lima puluh buah. Jangan lupakan bahwa harga mainan-mainan yang dipilih dapat membuat orang sepertinya pensiun dan memilih menikmati uang tanpa bekerja.

Sedangkan disisi lain, Jeselin sedang asyik memilihkan bola mainan untuk Justin. Justin sedari tadi sangat bersemangat ketika dirinya dibawa oleh sang bibi ke bagian yang menjual bola-bola karet yang berukuran kecil.

"Justin ingin yang mana?" tanya Jeselin ketika dirinya merasakan ketertarikan bayi itu.

Jeselin mengarahkan Justin ke bola-bola yang ada di depan mereka. Justin langsung mengambil yang menurutnya memiliki warna paling menarik dan dirinya memilih memegang bola mainan berukuran kecil yang berwarna hijau, ia menggenggam bola itu begitu erat. "Papapapa!" serunya kesenangan.

"Justin ingin yang ini?" tanya Jeselin.

Justin tidak paham apa yang bibinya bicarakan, namun dirinya hanya tertawa dan memukul-mukul bola itu dengan kedua tangannya.

"Justin ingin apa lagi?" tanya Jeselin.

Bukannya menjawab, Justin malah mengecup pipi kanan sang bibi, lalu setelahnya dirinya tertawa bahagia.

Cup

Jeselin yang sudah terlanjur gemas segera mencubit pipi Justin dengan tangan kirinya karena tangan kanannya menggendong Justin. Dirinya juga menghujani keponakannya itu dengan puluhan kecupan di wajah mungilnya.

─── ⋆ ───

Malam sudah tiba, tak terasa hari begitu cepat berlalu. Saat ini, Jeselin, Jeffrey serta Justin sedang berada di kamar mereka masing-masing. Awalnya Jaffan sempat protes karena Justin tidur di kamar kedua orang tuanya, tetapi karena ancaman Jeselin yang akan membuang semua mainan baru Jaffan, anak itu pasrah dan masuk ke kamarnya dengan langkah yang dientak-entakkan.

Jeselin dan Jeffrey membaringkan tubuh mereka saling berhadapan satu sama lain dengan Justin yang berada di tengah-tengah mereka. Tangan Jeselin menepuk-nepuk pantat Justin agar anak itu tertidur.

"Semoga dengan adanya Justin di sini, kamu jadi bisa lebih cepat hamil ya, Sayang," ucap Jeffrey yang memecahkan keheningan.

"Ihhhh ...! Jangan ribut, Mas, nanti Justin bangun," perintah Jeselin dengan berbisik agar tak mengganggu Justin yang ada di tengah mereka.

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang