S E B E L A S

1.5K 272 25
                                    

Sepertinya hari ini menjadi hari tersibuk bagi Jeselin. Bagaimana dirinya tak bilang begitu, ketika sang surya belum sepenuhnya terbit, dirinya sudah disibukkan dengan berjalan ke sana dan ke mari untuk melayani dan membantu suami dan anaknya. Contohnya sebagai berikut.

"Sayang!" pekik Jeffrey dari arah kamar.

Jeselin yang tengah mempersiapkan pakaian Jaffan pun merasa terganggu dengan pekikan Jeffrey yang bisa dibilang tak pelan.

Sedangkan, Justin yang berada di gendongan Jeselin sedang asyik menggigiti mainan yang semalam baru mereka beli.

"Jaffan," seru Jeselin, "mandinya sudah, ya, kamu sudah lama di dalam kamar mandi, nanti kalau masuk angin bagaimana?"

"Iya, Bunda! Sebentar lagi Jaffan akan keluar!" pekik Jaffan dari dalam kamar mandi.

"Sayang!" Sekali lagi Jeffrey memanggil Jeselin dengan keras. Jeselin hanya bisa menghela napasnya.

Ia memutuskan untuk pergi dari kamar Jaffan dan berjalan menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamar itu dengan sedikit keras, bahkan Justin saja sampai terlonjak kaget mendengar suara decitan pintu itu, beruntungnya Justin tidak sampai menangis karena keterkejutannya.

"Apa?!" tanya Jeselin ketus.

"Tolong pakaikan dasinya," pinta Jeffrey menyodorkan dasi ke arah Jeselin.

Jeselin menepuk keningnya pelan. Bagaimana laki-laki yang sebentar lagi akan memasuki kepala tiga ini sama sekali tak bisa mengenakan dasi? Ini memang bukan pertama kalinya Jeffrey memintanya untuk memasangkan dasi, tetapi apa Jeffrey tak ada niatan untuk belajar memakai dasi sendiri? Bagaimana jika nanti Jeselin sedang tidak berada di rumah? Apakah Jeffrey akan meminta tolong kepada pelayan?

Jeselin sangat heran dengan Jeffrey, benar-benar heran. "Kan aku udah pernah mengajari kamu cara memakai dasi, Mas. Masa Mas enggak paham juga caranya?" omel Jeselin.

Jeselin mengambil dasi dari tangan Jeffrey dan berdiri di hadapan pria yang jauh lebih tinggi dibandingkan dirinya. Dirinya bahkan harus rela mendongakkan kepalanya.

"Aku udah paham, tapi aku maunya kamu yang pakaikan," ucap Jeffrey dengan nada manja.

"Mas, di rumah ini bukan cuma kita berdua–"

"Ya, aku kan enggak pernah bilang kalau di rumah ini cuma ada kita berdua," potong Jeffrey.

"Mas," bisik Jeselin.

"Ya, Sayang," balas Jeffrey dengan senyum yang terpatri di wajah tampannya.

Jeselin yang sudah terlanjur kesal langsung mengetatkan dasi itu sehingga leher Jeffrey terasa tercekik.

"Ahhhh ...!" jerit Jeffrey ketika dasi itu terpasang erat di lehernya.

"Sudah, aku mau mengurus Jaffan dulu. Kamu kan udah besar, jadi harus mandiri." Jeselin berjalan menjauh dari Jeffrey.

"Sayang, aku udah mandiri loh," bela Jeffrey.

"Mandiri apanya? Dasi saja masih minta dipakaikan," omel Jeselin.

"Aku kan udah mandi sendiri. Kalo kamu masih mau mandikan aku enggak papa kok, nanti kita mandi plus plus kayak hari itu" canda Jeffrey.

"Terserah kamu, Mas." Kali ini Jeselin benar-benar keluar dari kamarnya dan berjalan menuju lantai bawah.

Jeselin masuk kembali ke kamar Jaffan, Jeselin melihat Jaffan yang berusaha memakai baju yang telah ia siapkan tadi.

Jeselin menghampiri Jaffan dan membantu Jaffan memakai pakaiannya itu. Ayah sama anak sama saja. Tak pernah bisa mandiri, harus Jeselin yang turun tangan langsung.

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang