27

1.9K 426 5
                                    

Weekend ini, Jina menghabiskan sebagian waktunya untuk membersihkan rumahnya. Tentu saja dengan bantuan adiknya, Yang Jungwon.

"Tinggal bagian dapur aja kan yang belum di pel?" tanya Jina

"Iya, Kak. Kalo Kakak capek istirahat aja ya, biar Uwon yang ngelanjutin" ucap Jungwon

"Nggak, Won. Kakak masih sanggup kok" ucap Jina

"Tapi Kakak pucet, Kakak juga keringetan banyak banget" ucap Jungwon

"Ah, nggak apa-apa kok, Won" ucap Jina

"Berhenti aja, Kak. Biar Uwon yang ngelanjutin" ucap Jungwon

"Jangan kerja sendiri, nanti di marahin Mama" ucap Jina

"Nggak akan, Mama juga lagi di kamar. Cuma ngepel mah sebentar doang kok" ucap Jungwon

"Beneran?" tanya Jina

"Iya, Kak Jina sayang" ucap Jungwon

"Ya udah, Kakak ke kamar dulu ya" ucap Jina

"Iya, Kak" ucap Jungwon

Jina segera naik ke kamarnya. Ia langsung mencari obat untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya yang sudah ia tahan sejak tadi. Tepat saat ia sedang meminum obat, darah itu kembali menetes dari hidungnya.

"Aish, kenapa lo keluar lagi" gumamnya

Ia segera mengambil beberapa lembar tisu yang ada di depannya. Dengan segera, ia membersihkan darah itu sembari menghadap cermin.

"Kenapa makin hari muka gue makin pucet sih? Badan juga makin kurus. Kalo Jungwon sama temen-temen lain curiga gimana ya?" gumamnya

"Semoga aja nggak deh, gue harus lebih pinter lagi nutupinnya"

"Yah ... Mana liptint gue hampir habis lagi. Beli sekarang aja kali ya, sekalian refreshing sebentar"

Jina segera bersiap untuk pergi ke toko kosmetik terdekat. Untuk sebentar saja, ia melupakan rasa sakit di kepalanya.

"Mau kemana?" tanya Mamanya tiba-tiba

"Mau keluar sebentar, Ma" ucap Jina

"Wah, keren ya kamu. Jungwon sibuk bersih-bersih rumah, tapi kamu malah enak keluyuran. Udah merasa jadi ratu?" ucap Mama nya

"Maaf, Ma. Tapi tadi Jina ud—" ucap Jina terpotong

"Pa, lihat tu anak kamu. Mentang-mentang udah dibaikin sama Jungwon malah ngelunjak, nggak tau diri" ucap Mama nya

Sementara Ayah Jina tidak merespon sama sekali. Beliau berlalu begitu saja di hadapan Jina. Seperti tidak menganggap kehadiran dirinya.

Hati Jina sakit, sangat sakit. Lebih baik Ayahnya memarahinya atau memukulnya saja, asal jangan seperti ini. Dianggap seperti angin lalu tidaklah menyenangkan.

Tapi apakah dimarahi atau dipukuli juga menyenangkan? Tentu saja tidak. Tetapi setidaknya, kehadirannya masih dianggap oleh Ayahnya. 

"A-ayah ..." gumam Jina

Matanya memanas. Tenggorokan nya tercekat. Jina ingin menangis saat ini juga, tetapi ia urungkan setelah melihat kehadiran adiknya.

"Mama apain Kakak?" tanya lelaki itu

"N-nggak, Mama cuma ngasih tau dia aja" ucap Mama

"Ngasih tau apa kok sampe marah-marah? Emang kakak salah apa?" tanya Jungwon ketus

"Gimana Mama nggak marah, dia enak banget mau pergi keluar, sementara kamu malah bersihin rumah sendirian" ucap Mama

"Kak Jina ikut bersih-bersih kok dari tadi pagi, terus tadi emang tinggal ngepel dapur aja makanya Jungwon sengaja nyuruh Kakak istirahat" ucap Jungwon

DANDELION | HEESEUNG ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang