• DASA - Drugs and Suicide •

42 12 2
                                        

DASA - SEPULUH
« Drugs and Suicide »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

"Nando!" Pemuda bermata tajam itu menoleh kala seseorang memanggil namanya. Saat mengetahui siapa yang memanggil, seperti biasa, Fernando melengos kesal.

Bisa ditebak, kan, siapa yang memanggilnya barusan?

"Wih, ada Mas Reynard," ujar Tony dengan lirih saat melihat kakak kelasnya yang sangat terkenal di SMA Pelita Jaya. Hendra pun ikut tertegun menatap sepupu teman barunya ini.

"Kenapa?" tanya Fernando agak malas. Melihat reaksi temannya yang terkesan 'tidak sopan' pada kakak kelas, Hendra menyodok pelan pinggang pemuda bermata tajam tersebut, berniat menegur supaya tidak melengos seperti itu.

"Kamu nggak ada niatan buat lanjut tanding basket, Ndo? Masih inget, kan, kemarin skor kita masih seri? Cuma gara-gara ada Adrian jatuh, pertandingan kita terpaksa berhenti."

'Cuma gara-gara' katanya? Bener-bener nggak waras otak satu orang ini.

"Nggak, aku udah nggak mood mau tanding lagi." Memang benar, Fernando sangat malas untuk melanjutkan battle basket itu demi menekan ketenaran sang sepupu.

Tidak, Fernando bukan berarti iri dengan kepopuleran Reynard. Hanya saja, dia sudah muak dengan segala pencitraan dari sepupunya itu. Nando hanya ingin Reynard takluk dengan permainan basketnya, lalu merasa malu dan mungkin saja pemuda tersebut meminimalisir, atau lebih bagus lagi menghilangkan sifat pencitraannya.

Namun, setelah dipikir-pikir, rencananya memang cukup bodoh juga. Untuk apa dia rela mengotori tangannya demi mencampuri dan mengaduk-aduk permasalah ketenaran Reynard? Pasca kejadian Adrian jatuh dari lantai atas, pemuda itu baru menyadari kebodohannya menerima permintaan battle dengan Reynard.

Jangan salahkan dia, tetapi salahkan otaknya yang terlalu bekerja sama dengan perasaannya sehingga tak dapat berpikir dingin dan jernih.

"Lah, kok, nggak mood, sih? Bukannya kamu kemarin menggebu-gebu banget pengen battle sama aku?" Fernando sontak mengerutkan kening mendengar ucapan Reynard yang baru saja terlontar. Sepertinya ada yang tidak beres dengan lelaki ini.

Bukankah Reynard yang waktu itu justru sangat memaksa Fernando untuk battle dengannya saat istirahat kedua?

"Kapan aku-"

"Kamu benar-benar nggak mau lanjutin battle? Udah? Nyerah? Kamu kewalahan main sama aku kemarin?"

"Apaan, sih?" Fernando pun langsung meninggalkan Reynard dengan raut penuh kekesalan. Ia sungguh geram dengan sepupunya itu. Katanya, Fernando yang menggebu-gebu ngajak dia battle, tetapi kenapa sekarang dia malah menunjukkan hal yang sebaliknya? Terlalu memaksa Fernando.

Meski begitu, pemuda bermata tajam tersebut menarik sedikit salah satu sudut bibirnya. Sepertinya Reynard hanya perlu dipancing sedikit agar mulai membuka topeng pencitraannya secara perlahan. Buktinya, tadi Fernando menolak ajakan untuk melanjutkan battle saja, Reynard mulai menampakkan bahwa dirinya yang justru menggebu-gebu ingin tanding dengan Fernando, berbanding terbalik dengan apa yang ia ucapkan tadi.

Namun, harapan Fernando pupus saat Reynard tak mengejarnya lagi dan meminta untuk melanjutkan battle basket. Padahal, dia berharap agar Reynard terpancing untuk terus memaksanya. Akan tetapi, Reynard sepertinya telah mengendus akal bulus sepupunya. Ya, bagaimana tidak tau? Bukankah dia orang licik? Jadi, tentu saja dia paham bagaimana karakteristik orang yang sejenis dirinya.

Tabir FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang