• NAWA DASA - Renungan •

42 8 6
                                        

NAWA DASA - SEMBILAN BELAS
« Renungan »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

Ranita termenung saat dalam perjalanan bersama Nando. Udara saat siang hari memang cukup menyengat kulit dan membuat tubuh menjadi gerah, tetapi jika bersepeda seperti ini, angin yang menyambut justru terasa sejuk. Meskipun suara bising serta uap hitam mengepul dari beberapa kendaraan bermotor cukup mengganggu, sejauh ini Ranita nyaman menikmati suasana ketika bersepeda-meski dirinya hanya di boncengan, bukan yang menggowes.

Gadis itu sebenarnya bimbang, ada apa dengan dia saat ini? Bukankah tadi dirinya stres sampai ingin bunuh diri gara-gara merasa patah hati? Lalu, mengapa sekarang Ranita justru menurut saja pada subjek yang membuat perasaannya hancur berkeping-keping? Apakah ini yang dinamakan bucin-budak cinta?

Ranita menggelengkan kepala dan langsung cemberut. Mengapa ia menjadi selemah ini terhadap cinta? Apakah karena dirinya baru pertama kali merasakan sesuatu yang 'katanya' fitrah itu? Jika diminta jujur, maka benar, Fernando adalah orang yang pertama kali disukai oleh Ranita. Pembawaannya serta sorot mata tajam itu, entah mengapa seolah membius seluruh tubuh gadis tersebut, hingga membuatnya lemah dan selalu ingin bersandar pada lelaki tersebut-meski Ranita yakin bahwa hal itu tak mungkin ia lakukan.

"Ranita!" Ranita yang sedang melamun tersentak saat mendengar suara bariton yang setengah berteriak. Langsung saja ia bangkit kembali ke kenyataan.

"Iya? Kenapa, Ndo?"

Fernando pun memperlahan laju sepeda, lalu berhenti di pinggir jalan. Pemuda itu menatap gadis yang ada di boncengannya dengan sorot khawatir.

"Kamu dari tadi aku panggilin, kok, nggak dijawab-jawab? Mikirin apa, sih?"

Ranita spontan menggeleng cepat. "Bukan apa-apa."

"Ranita ...." Fernando menghela napas pelan. "Kalau ada masalah dan kamu mau cerita, nggak apa cerita sama aku, semisal kamu nggak ada temen buat cerita. Daripada kamu stres sendiri dan mutusin sesuatu yang berbahaya."

Tak dapat dielak lagi, dada Ranita terasa membuncah dan perasaannya kian menghangat meski hanya mendengar ucapan dari Nando barusan. Ia sungguh tak percaya jika masih ada orang yang memedulikannya. Saking tidak percayanya, tiba-tiba saja gadis itu memiliki spekulasi, apakah ucapan Fernando barusan hanya omong kosong? Alhasil, ia diam saja.

"Ranita!" Mau tak mau, gadis itu menoleh lagi pada pemuda di depannya.

"Kamu kalau mau refreshing, aku ada rekomendasi tempat. Sebenarnya waktu mau ngajak pulang, aku udah kepikiran buat ajak kamu ke sana, dan baru inget kalau aku belum ngasih tau kamu. Mau ke alun-alun?"

Ranita mendadak tersedak salivanya sendiri, sekali lagi terperangah mendengar ajakan Nando. Gadis itu juga baru menyadari bahwa sejak tadi pun ia sama sekali belum memberi tau pemuda ini di mana alamat rumahnya, tetapi Nando justru terus menggowes sepedanya. Ternyata ia ingin mengajak Ranita ke alun-alun.

Sepertinya itu ide bagus.

"Em ... boleh, sih, kalau kamu nggak lagi ada kesibukan sekarang," lirihnya. Fernando tersenyum lebar, lalu mulai menggowes sepedanya lagi.

Mendadak saja hati Ranita berbunga-bunga hanya karena saling berboncengan sepeda dengan Fernando. Entah mengapa, terlihat romantis saja. Namun, pertanyaannya, mengapa ia baru menyadari sekarang? Bukankah mereka telah berboncengan sepeda sejak tadi?

Ah, apaan, sih! Nggak usah terlalu ngarep, Ranita. Sayangi perasaanmu dulu.

Namun, beberapa detik kemudian, tiba-tiba saja Ranita teringat percakapan antara dirinya dan Reynard saat di UKS. Percakapan yang sungguh membuat Ranita tercengang karena kakak kelasnya itu sudah seperti cenayang, seolah mengetahui apa saja kegundahan gadis tersebut. Degup jantung Ranita spontan bertalu kencang.

Tabir FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang