·•· EPILOG ·•·

74 8 11
                                        

EPILOG
« Bintang Kehidupan »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

"Fernan ...." Sejak tadi, Felicia terus terisak menatap gundukan tanah yang berada di hadapannya. Bahu gadis itu bergetar hebat, bahkan kaki rasanya lemas tak bertulang.

"Kenapa kamu tega, Fer? Waktu itu kamu bilang mau pindah sekolah mendadak banget, dan sekarang ...." Akhirnya, pertahanan Fel pun runtuh. Ia jatuh terduduk yang membuat seorang gadis dan seorang pemuda yang berada di sampingnya terkejut.

"Fel!"

"Kak Fel!"

Alicia pun ikut terduduk lalu mengelus pelan pundak Fel yang masih bergetar.

"Sudah, Kak Fel. Jangan begini, kasihan Kak Nando."

Felicia menggelengkan kepalanya pelan. "Aku selama ini jahat sama Fernan, nggak pernah nurut sama omongannya. Sekarang, aku nggak bisa nebus semua kesalahanku itu."

Andika yang melihat Felicia terpuruk seperti itu menghela napas berat. Jujur, ia pun sangat terkejut ketika mendapatkan kabar bahwa sahabatnya sejak kelas X SMA tiba-tiba dikabarkan telah tiada. Tentu saja Dika sangat syok, mengingat Fernando selalu terlihat baik-baik saja ketika mereka berkomunikasi.

"Jangan begitu, Kak Fel. Aku yakin, Kak Nando pasti maafin Kak Fel. Bahkan dia juga mau bersahabat sama Kak Fel, kan?"

Lagi-lagi Felicia menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Aku nyesel karena selalu gengsi kalau kontakan sama dia. Andai aku berani waktu itu, pasti setidaknya aku masih mengobrol sama dia. Aku-"

"Sudah, Fel. Nggak ada gunanya berandai-andai sama menyesal kayak gini," ujar Dika yang membuat Felicia semakin menangis histeris. Tentu saja kelakuannya itu membuat Alicia memicingkan mata.

"Kak Dika apaan, sih, ngomong kayak gitu ke Kak Fel?"

Dika pun menghela napas dengan pelan. "Maaf kalau omonganku kedengerannya kasar, tapi itu bener. Ikhlasin aja Nando, kasihan dia."

Felicia justru menundukkan kepalanya dalam ketika mendengar ucapan Dika, berusaha untuk mencernanya sebaik mungkin. Meski begitu, air mata tak berhenti mengalir sejak tadi. Namun, beberapa detik kemudian, isakan dari Fel mulai berhenti dan membuat Alicia spontan menoleh.

Sampai akhirnya, netra adik kelas dari Felicia dan Dika itu terbelalak lebar ketika mendapati Fel mulai limbung.

"Kak Fel!"

Dika sendiri juga tak kalah terkejut. Bagas yang berada di seberang mereka pun berdiri lalu menghampiri ketiga remaja tersebut.

"Kayaknya dia masih syok, bawa aja ke rumah Om. Ini kuncinya," ujar pria tersebut sembari mengulurkan sebuah kunci pada Dika. Pemuda itu pun mengangguk, lalu mengangkat Felicia yang terkulai lemah.

"Langsung baringin dia ke kamar aja nggak apa-apa. Om percaya sama kamu." Lagi-lagi Dika mengangguk dan berjalan keluar dari area pemakaman diikuti Alicia di belakang.

Sebenarnya, orang Surabaya yang pertama kali diberi kabar Fernando telah tiada adalah Ayah Felicia, yang tak lain dan tak bukan adalah pemilik yayasan di sekolah Fernando dulu. Tentu saja Fel syok setengah mati mendengarkan kabar tersebut. Ia terus saja merengek pada kedua orangtuanya untuk pergi ke Malang, tetapi sayang mereka masih ada keperluan yang harus diselesaikan. Alhasil, Fel nekat ingin sendirian ke Malang.

Karena khawatir, akhirnya Mama Fel minta tolong pada Dika untuk mengantar Fel sebab sang Mama sangat mengenali lelaki tersebut. Di sisi lain, Alicia sendiri yang mendengar kabar tersebut juga memohon untuk ikut ke Malang. Alhasil, mereka semua sepakat segera pergi ke Kota Apel Hijau tersebut.

Tabir FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang