Bagian 13

282 192 272
                                    

Di Hari Kelulusanku

_____

Hari ini adalah upacara kelulusan yang sudah kami tunggu-tunggu. Setelah tiga hari melakukan gladi resik, akhirnya kami semua berkumpul pagi ini dengan perasaan haru, senang dan sedih, juga tangis dan tawa. Saya melihat berbagai macam peristiwa seperti reka adegan serupa yang diperankan oleh orang berbeda. Semua orang tua memeluk anak masing-masing. Mengucap syukur juga terima kasih. Raut bahagia terlihat jelas, anakan sungai air mata terlihat di mana-mana. Sungguh hari ini adalah upacara kelulusan kami.
 
“Untuk hasil terbaik tahun ini, kami berikan untuk anak kami, kebanggaan kami, ananda Viviana Tan. Waktu dan tempat kami persilahkan,” pungkas sang pembawa acara.
 
Saya menaiki panggung yang disediakan. Berjalan penuh kegugupan juga perasaan bangga yang membara karena berhasil mendapat predikat lulusan terbaik tahun ini.
 
Di sini, di atas panggung ini. Saya melihat wajah teman seangkatan saya. Barisan orang yang saya kenal, mereka tersenyum bangga. Meskipun saya tidak mengenal seluruhnya, namun senyum tulus mereka membuat rasa haru saya membuncah. Ayah, Bunda, dan kak Jeremy tak luput tersapu pandangan saya. Bahkan Bunda sudah menangis tersedu dibantu Ayah yang menepuk punggungnya. Kakak saya sibuk jadi fotografer dadakan. Namun raut bahagianya tidak mampu ia sembunyikan.
 
Setelah sepatah dua patah kata, juga penyerahan ijazah secara simbolis. Acara dilanjutkan dengan foto bersama sebagai dokumentasi.

*****

Saya celingukan mencari keberadaan Hendery, saya harus meluruskan segala hal. Saya berjalan menuju kerumunan teman sekelas Hendery. Bertemu sapa dengan Lucas, dan berakhir kami yang berfoto alay bersama.

“Gue pengen foto bareng si nomor satu sebagai kenang-kenangan. Fotonya lo yang simpan, gue kasih tanda tangan. Nanti kalau gue terkenal bakalan susah dapat tanda tangan gue.” Ternyata Lucas sudah di dapuk sebagai calon model. Ya wajar saja. Proporsi tubuhnya yang tinggi juga wajah tampannya memang mubadzir jika dibiarkan begitu saja.
 
“Luke, ini serius polaroidnya buat gue?” Lucas hanya mengangguk.

"Gue pengen jadi salah satu kenangan di dalam hidup lo Vi," Lucas menutup ucapannya dengan seulas senyum.
 
“Lo nyari Hendery kan?” Kini giliran saya yang mengangguk.
 
“Tunggu bentar ya, kayaknya tadi nyamper ke Aruna,” jawab Lucas sembari memotret saya lagi dan lagi.
 
“Luke apaan sih, gantian foto bareng temen lo deh jangan gue terus".
 
Lucas tertawa garing, kemudian ia merangkul pundak saya. Sekali lagi mengajak saya berfoto melalui ponselnya. Kali ini dia bilang akan menyimpan foto itu seumur hidup. Terserah Lucas ganteng maunya bagaimana.
 
“Dery, woyy di tungguin Vivi nih dari tadi!”
 
Saya berbalik arah, melihat kemana arah pandang Lucas di tujukan. Di sana, Hendery berjalan sangat santai. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Rambutnya sudah rapi, tidak seperti jamet saat terakhir kali saya bertemu dirinya yang sedang tertidur.
 
“Dery ...” Sapa saya sedikit kaku.
 
“Hai tetangga lulusan terbaik,” kemudian Hendery tersenyum. Senyum yang sudah lama tidak saya lihat. Senyum yang selalu menjadi candu tersendiri bagi saya pribadi.
 
“Selamat atas kelulusan lo ya,” saya merentangkan kedua tangan. Menunggu Hendery untuk menyambutnya. Namun setelah menunggu selama satu menit lamanya, kedua tangan saya tidak menerima sambutan apapun. Hendery membeku pada tempatnya berdiri. Berjarak lima langkah di depan saya.

Mungkin dirinya belum ingin berdamai dengan saya, perlahan saya menurunkan kedua sisi tangan yang saya bentangkan dengan perasaan kecewa yang kentara.

Saya tersenyum kecut menatap Hendery, dia masih enggan bersuara. Sepertinya memang harus berhenti sampai disini. Saya harus pergi, ada sesuatu yang harus saya lakukan.

Best Friend || Hendery (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang