O2일; her name

696 136 34
                                    

𝗔𝗸𝗵𝗶𝗿𝗻𝘆𝗮 𝗮𝗸𝘂 𝘁𝗮𝗵𝘂 𝗻𝗮𝗺𝗮𝗻𝘆𝗮—𝗿𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗶𝗮𝗻 𝗵𝘂𝗿𝘂𝗳 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗮𝗸𝗻𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗶𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗯𝗶𝗹𝗮 𝘁𝗲𝗿𝘂𝗷𝗮𝗿 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗯𝗶𝗯𝗶𝗿. 𝗗𝗶𝗮, 𝗕𝗮𝗲.

"Dia salah memakan obat?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia salah memakan obat?"

"Hmmm ... mungkin."

"Ku pikir otaknya belum bergeser dari tempat."

"Yaaaa ... mungkin." Cengiran Jimin semakin melebar. Menyeramkan, ewh.

"Ku pikir ... dia ... jatuh cint—"

"Berhentilah mengoceh, wahai generasi tak berguna," sentak Taehyung tertahan setelah menepis punggung tangan Jisoo yang hampir mendarat di dahinya. 

Jelas, dua orang yang mengapitnya ini membuat ia kesal. Sejak tadi, tak ada ocehan berarti yang mereka lakukan selain mempertanyakan keadaan Taehyung yang mendadak 'aneh' sejak keluar dari ruang kesehatan.

Tentunya dengan ledekan diikuti wajah yang tak luput menambah poin kekesalan seorang Kim Taehyung. 

Sial, memang apa yang aneh dari dirinya? Pun ia masih memakai seragam lengkap, dan tak menyengir sedikit–sedikit tanpa alasan kelucuan seperti Jimin maupun Jisoo ini. Dari ketiganya, jelas Taehyung menganggap bahwa ialah yang paling 'normal'. 

Terdiam sebentar, kembali tawa lepas di masing-masing telinganya kembali terdengar. Hampir membuat berdengung. Tak heran kan jika Taehyung terkadang lebih menyukai ruang kesehatan untuk mengistirahatkan kepala.

"Katakan siapa perempuan tak-beruntung itu?" tuntut gadis bersurai sepunggung kelam—Kim Jisoo. 

Belum dibalas lewat ujaran, Jimin menambah pusing dengan pertanyaan baru. "Biar kita absen daftar kandidat yang patut dicurigai. Satu, dua—"

"Perempuan-tak-beruntung? Jatuh-cinta? Hah? Aku tak mengerti ucapan kalian barusan," sanggah Taehyung ketus. Pundaknya bergerak sedikit demi sedikit mencari jarak, karena dua orang yang semakin berdempet menggeser posisi ke arahnya. Sengaja. 

"Ayolah, Tae. Meskipun nilai akademik yang patut kau banggakan hanya di bidang olahraga, tapi aku sangat yakin lelakiku ini tak bodoh menanggapi ucapanku barusan." Lekas, Jisoo merangkul erat leher Taehyung. Hampir mencekik. 

"Hm! Hm!" Jimin turut memperburuk suasana lewat gerakan mengusap kepalanya pada lengan Taehyung. Memperagakan kucing haus belaian. "Jadi, beritahu kami sebelum kami mencari tahu sendiri."

Jangan dibayangkan betapa sulitnya pergerakan Taehyung sekarang dengan kehadiran 'sepasang benalu' yang bermanja–manja di tubuh nya. Sungguh, bisa mengambil napas saja sudah merupakan anugerah sekali baginya. 

Tak dapat dihindari pula, tatapan dari beberapa murid di lapangan tertuju sekilas ke arah mereka. Sudah biasa, tersirat dari tatapan–tatapan kebanyakan. 

Ya, sudah biasa menemukan kontak fisik 'tak lazim' dari ketiga orang tersebut. Maksudnya, tiga orang aneh. Tentunya dengan Taehyung yang lebih sering dijadikan korban. Ckck.

"Atlet kebanggaan Deokhwa sudah besar ternyata~" senandung Jisoo tanpa melepas jerat.

Jimin mengiyakan, semakin menggunakan lengan kokoh Taehyung sebagai sandaran. "Hm! Hm!"

Secara bertahap, tak lagi Taehyung dengar beberapa pujian nyeleneh yang diujarkan kedua sahabatnya tersebut. Tidak lagi, setelah dalam sekilas menoleh, pemandangan yang ia dapati di tepian lapangan begitu menarik perhatian. 

Sangat. Terlihat jelas betapa memikatnya objek tersebut, hingga membuat pupil matanya melebar tanpa henti. 

Di bawah rimbun nya dedaunan akasia, sorot teduh itu membalas tatapan pria berseragam. Tersenyum. 

Jangan ditebak lagi apa yang Taehyung lakukan setelah menerima sapaan nonverbal tersebut. Satu ujung bibirnya tertarik perlahan, menjadi rekahan lepas yang bisa dibilang mampu melawan teriknya si Raja Siang. 

Lagi–lagi hanya sekelebat bayang. Taehyung tertegun laksana anak kerbau yang baru terbangun dari tidur. Ck, kenapa harus singkat lagi, sih?

"Ku pikir ... banyak wajah 'baru' di sini," celetuknya datar, tanpa meloloskan pandangan pada punggung wanita bersetelan rapi yang kembali berbaur dengan murid–murid. 

Jisoo terhenyak, barulah ia mengatur sikap tegak. "Ah, benar juga, kenapa aku bisa lupa!" serunya pelan sembari menepuk dahi. 

"Apa maksudmu?" Jimin menoleh, ikut terheran.

"Tae, sepertinya kau belum tahu? Ada Guru baru di sekolah kita. Tidak satu ... tapi banyaaak!" celoteh Jisoo berapi–api. 

"Ck, dia berlebihan, Tae. Hanya tiga tidak dapat disebut banyak."

"Tapi itu sudah termasuk 'kejutan' yang jarang terjadi di Deokhwa, wajah mesum!"

"Kau selalu saja melebih–lebihkan sesuatu yang tak sesuai kenyataan. Pft!" ludah Jimin nyaris membentuk 'hujan lokal' ke arah Jisoo. 

"Lantas, apa bedanya denganmu? Kau terkadang lebih menjijikkan dari itu, kan? Pft!"

Pertikaian ludah dengan Taehyung sebagai wasit dadakan pastilah membuat pria Kim itu semakin tak tahan untuk melarikan diri dengan segera. Kenapa jadi begini, sih? Padahal pertanyaan barusan hanya sebagai 'pancingan' dari rasa penasarannya. 

Dan, oh ... apa tadi? Guru baru, mereka bilang? 

"Guru ... baru?"

Barulah pertanyaan terkini Taehyung membuat perang 'liur' itu berakhir tiba–tiba. Jisoo mengangguk cepat.

"Ya, meskipun mereka tidak sepenuhnya mengajar di kelas kita."

"Hah?" Taehyung mengernyit. 

"Maksud Jisoo ...  hanya satu guru saja dari ketiga guru itu. Siapa namanya ...  Kim—Kim—"

"Kim Joonmyeon, Guru Sejarah!" imbuh Jisoo cepat, sekilas berpaling menyelipkan anak rambut ke balik telinga. O ... oh. 

Taehyung ber-hm. "Lalu, yang lainnya ...  siapa?" Memang, rasa keingintahuannya sudah terlalu tertuju pada satu Guru bertubuh mungil yang sudah dua kali ia temui itu.

Pesona menakjubkan yang sang Guru cantik tuaikan sepertinya mampu menggetarkan tembok kokoh Kim Taehyung, mungkin nanti akan dikilas secara jelas seberapa cantiknya sosok bidadari tersebut. 

"Bae Joohyun, Guru Kesenian. Lalu satu lagi Kim Minseok, Guru Bahasa Mandarin." Jimin memainkan ranting yang baru saja ia pungut di dekat kaki, tak begitu menarik peduli pada perangai Taehyung yang mulai berubah warna setelah beberapa detik nama itu disebut. 

Warna merah muda telah mendominasi wajah dan cuping seorang Kim Taehyung.  "Aku kira apa," sahutnya kecil. Mencoba untuk terlihat tak peduli, tak tahu saja bagaimana reaksi tubuhnya setelah beberapa waktu kemudian. 

Tepatnya, jangan sampai teman-teman nya tahu. Bisa rusak di tempat reputasi yang sejak lama ia 'tinggi–tinggi'kan. 

Bae—panggilan yang manis. Senyum itu merekah diam–diam. Tersipu. []—

take you home. [vrene] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang