Hadar

596 89 3
                                    

Happy reading yeorobun ~

Sudah hampir seminggu Jeno ada dirumahnya. Dan sudah hampir seminggu juga setiap malam Jeno harus menahan dirinya agar suara muntahannya dikamar mandi tidak terdengar keluarganya. Kondisinya semakin menurun, bahkan dia sudah mulai resisten terhadap obat penahan nyeri dan mual.

Seperti malam ini, Jeno menunduk sambil membasuh mulutnya dengan air setelah memuntahkan darah pekat dari mulutnya. Mendongak untuk melihat wajah pucatnya didepan cermin. Mata itu sedikit basah karena dia sempat menangis tadi. Pipi yang dulunya chubby sudah mulai tirus.  Jeno tampak semakin menyedihkan.

"Tuhan.. Aku lelah, Tolong beri aku kekuatan sampai aku pergi dari rumah ini"

Setelah puas meratapi nasibnya dikamar mandi, Jeno keluar dan memastikan bahwa tidak ada satu orangpun yang curiga.

Selama seminggu Jeno dirumah, banyak hal yang dilakukannya, seperti bermain dan jalan-jalan bersama Mark, pergi bersama Taeyon, bertemu dengan teman-teman lamanya, dan masih banyak lagi. Tapi diantara semua itu, ada satu hal yang dihindari Jeno.

Ketika Donghae mengajak untuk menemui Irene dan menjenguk adik-adik kembarnya di asrama saat hari libur.

Hal ini tentu membuat Donghae gusar, dan semakin mendiamkan Jeno.

Jeno berusaha acuh akan sikap daddynya itu. Sunggu demi apapun, Jeno hanya ingin egois saat ini, dia lelah harus selalu menjadi pihak yang mengalah dan mencoba menggandeng tangan para orang dewasa itu agar hidup dengan tenang dan baik-baik saja.

Mengalah demi kebahagiaan semua orang dan abai terhadap perasaannya. Untuk saat ini Jeno sungguh sudah lelah selalu mengalah, jadi bolehkan kalau sekarang Jeno yang mengalah?

Pagi itu, Jeno sedang packing untuk kembali lagi ke Jakarta sambil menelpon eommanya.

Tiba-tiba Donghae masuk ke kamarnya dan meminta untuk bicara diruang keluarga, lalu dia keluar begitu saja.

Setelah mematikan sambungan teleponnya, Jeno berjalan pelan mengikuti daddynya ke ruang tengah. Mendudukkan diri di sofa seberang sofa yang diduduki Donghae.

15 menit berlalu belum ada seorangpun yang membuka suara, sampai akhirnya Donghae yang memecahkan keheningan itu.

"Apa maksudmu sebenarnya pulang kesini?" tanya Donghae datar

"Apa maksud daddy bertanya begitu? Apa aku tidak boleh pulang? Ini masih rumahku kan?" tanya Jeno membalik pertanyaan. "Aku pulang karena aku rindu dengan kehidupanku disini. Apa itu salah?" Sambungnya.

"Untuk apa kamu pulang? Sementara kamu selalu sibuk dengan duniamu. Daddy kira kamu pulang untuk meminta maaf atas sikap kasarmu ke bunda dan adik-adikmu, ternyata daddy salah. Kamu bahkan tidak ada itikad baik untuk meminta maaf"

"Daddy kecewa sama kamu Jeno. Daddy kira menyekolahkanmu jauh-jauh di ibukota akan membuatmu semakin pintar dan beretika, tapi nyatanya malah menjadi sampah " Donghae berbicara sambil menahan emosinya kepada Jeno.

"Tolong daddy berkaca pada diri daddy. Apa selama aku datang daddy senang? Bahkan saat pertama kali daddy melihat aku saja daddy tidak ada rasa senang sedikitpun. Apa sekarang aku sudah bukan bagian dari keluarga ini?"

"Kamu sendiri yang membuat keadaan jadi seperti ini Jeno! Kamu keras kepala. Siapa yang mengajarimu hingga sikapmu kurang ajar begini pada orang tua!?" bentak Donghae sambil menunjuk muka Jeno, wajahnya memerah mengisyaratkan betapa marahnya Donghae saat itu.

"Daddy. Daddy yang mengajarkan sikapku yang sekarang. Daddy sadar tidak jika sering membantah nenek setelah menikah dengan tante Irene? Bahkan daddy sudah lupa janji daddy untuk lebih mengutamakan aku dan Mark hyung. Aku sudah cukup sering mengalah ya daddy. Bahkan untuk biaya kuliah sekarang aku harus menanggung sendiri, padahal dulu daddy bilang aku bekerja untuk pengalaman saja, belahar mandiri menggunakan gajiku hanya untuk membayar sewa kosan, biaya hidup dan biaya kuliah masih ditanggung daddy. Tapi lihat keadaan sekarang? Si kembar terus yang daddy utamakan!" 

"Aku cuma bilang tidak harus menuruti si kembar untuk pindah ke asrama. Tapi lihat, daddy bilang aku egois. Daddy yang egois! Pernah tidak daddy tanya apa aku benar bahagia di keluarga ini? Daddy kira aku gak tau kalau tante Irene itu selingkuhan daddy dulu? Yang membuat daddy membentak dan menyebut aku anak durhaka karena lebih memilih mama Taeyon? Aku ingat. Tante Irene itu hanya seseorang yang selalu merebut daddy dari aku!"

PLAK

Donghae berdiri dari duduknya dan menampar Jeno keras hingga wajahnya terlempar kesamping. Jeno yang sedari tadi mengeluarkan unek-unek didalam hatinya memegang pipinya yang panas sambil melirik kepada Donghae yang nafasnya terengah melampiaskan emosinya.

"See?? Daddy berani main tangan lagi sama aku. Hanya demi selingkuhan daddy yang sekarang resmi jadi istri simpanan itu? Aku kira daddy akan berubah jadi lebih baik, tapi nyatanya malah seperti ini, Jeno kecewa dengan Daddy" Jeno menatap Donghae dalam sambil menahan airmatanya.

"KELUAR KAMU DARI RUMAH INI! Anak tidak tahu diri. Aku tidak sudi punya anak sepertimu. MULAI SAAT INI KAMU BUKAN ANAKKU LAGI!"

"Oke. Setelah aku keluar dari rumah ini. Aku bukan anak daddy lagi. Aku tidak akan menyesal, karena dari awal bukan aku yang meminta kepada Tuhan untuk hadir di keluarga ini."

Jeno segera pergi dari ruang tengah menuju kamarnya untuk mengambil koper. Meninggalkan Donghae yang masih emosi di ruang keluarga. Saat melewati pintu pembatas antara ruang keluarga dan ruang tamu Jeno berpapasan dengan Mark.

Ya. Mark ada disana saat Donghae menampar Jeno dan mengusirnya. Melihat Jeno yang akan pergi sambil membawa kopernya Mark berlari mengejarnya.

"Ayo, hyung yang akan mengantar ke bandara" ucap Mark sambil menarik tangan Jeno menuju mobilnya.

Selama perjalanan suasana sangat hening. Tidak ada percakapan antara Mark dan Jeno, mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga tanpa sadar mereka sudah sampai dibandara.

Saat akan masuk kedalam ruang tunggu penumpang, Mark memeluk Jeno erat. Entah mengapa, hatinya risau dan merasa berat melepas kepergian adiknya itu, seolah ini akan jadi pertemuan terakhirnya.

 Entah mengapa, hatinya risau dan merasa berat melepas kepergian adiknya itu, seolah ini akan jadi pertemuan terakhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*anggep aja mereka lagi dibandara ya 😅*

"Jaga diri baik-baik ya disana, maaf hyung belum bisa jadi hyung yang baik. Nanti kalau ada waktu hyung akan menemuimu. Maafkan hyung karena kamu selalu disakiti" bisik Mark disela pelukannya.

"Tidak apa. Hyung tidak salah apa-apa. Hyung juga baik-baik disini. Aku pergi dulu ya. Aku sayang hyung" balas Jeno. Mark mengangguk dan melepaskan pelukan mereja

Setelah itu Jeno masuk keruang penumpang meninggalkan Mark yang menatap punggung adiknya menghilang dibalik pintu. Entah mengapa, perasaan takut kehilangan itu semakin menekannya.




TBC ~

Terimakasih untuk yang masih mau membaca cerita yang makin absurd ini 😅
Makasih juga yang sudah vote dan komen.. I nana youu 💚💚

See you next chapter 👋🏼👋🏼

Last FarewellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang