10 HARI

1.1K 267 57
                                    

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

⇢˚⋆ ✎ ˎˊ- 10 hari lagi ✧

⁺ ˚ . * ✦ . ⁺ . ⁺

"Mampir ke rumah gue, plis!" (Name) meraih tangan Izana dan mulai menyeret-nya ke jalan. "Kita tidak punya banyak waktu lagi, jadi gue memaksa-mu untuk melakukan ini dengan-ku. Alright? Alright!"

"Tunggu, apa yang kau bicarakan?"Izana mengerutkan kening, bingung dengan kata-kata gadis itu. "Apa ini hanya omong kosong-mu, atau gue harus benar-benar khawatir?" Dia mulai bertanya-tanya mengapa (Name) membawa konsep kematian dan kehabisan waktu. Apakah ada sesuatu yang tidak (Name) katakan pada-nya?

Izana tentu saja tidak akan mencampuri masalah ini, tetapi itu mulai mengkhawatirkan anak laki-laki itu.

"Mungkin keduanya..." (Name) tersenyum, berhenti di depan rumahnya, "Jangan pedulikan orang tua-ku. Mereka hanya benar-benar peduli."

Izana mengangguk, "Gue mengerti, jangan khawatir." Dia meyakinkan teman-nya.

(Name) membuka pintu-nya, melangkah masuk dan melepas sepatu-nya dan Izana melakukan hal yang sama.

"(Name)! Bagaimana- Oh? Kau membawa teman?" Ibu gadis itu sedikit terkejut. Dia tidak berpikir putri-nya akan benar-benar menjalin persahabatan sejati dalam dua minggu terakhir hidup-nya, hanya karena apa yang akan terjadi sesudah-nya. "Haru! Lihat! (Name) membawa teman! pacarmu, mungkin?"

"Okaa-san!" (Name) memutar bola mata-nya, menatap ibu-nya dengan muka memerah. Setelah beberapa menit, gadis berambut H/C itu menunjuk ke calon psikopat putih yang lucu di samping-nya sambil tersenyum. "ini Kur-"

"Izana." Penderita insomnia rambut putih segera mengoreksi (Name), menghindari tatapan mata kematian milik gadis tersebut. "Saya sangat berterima kasih untuk putri-mu. Dia adalah teman pertama saya yang benar-benar percaya dalam diri-ku dan dia sudah melakukan banyak hal untuk saya."

"Awwhh!" Hanya itu yang bisa di keluarkan oleh ibu (Name). Yukia mulai menangis.  (Name) tahu ini tidak akan berakhir baik untuk Izana karena dia pasti akan diinterogasi oleh orang tua-nya, tapi dia bisa memikirkan semua hal berat itu nanti. Dia hanya ingin seorang teman selama beberapa hari terakhir jika hidup.

"Okay, tidak ada snack hari ini," Kata (Name) sambil meraih lengan teman-nya. "Izana dan aku akan-"

"Tunggu, gak ada camilan hari ini?" Izana bertanya dengan bingung. Bibir-nya langsung menicibir. "Kau menolak snack? Gue mau snack."

"Ya ampun, kau benar-benar aneh." (Name) berbalik, "Keluarkan snack-nya, Okaa-sannn!!"

───

"Haha, tidak percaya ini kamar-mu." gumam Izana kagum. "Mengapa mereka memberi-mu kamar yang lebih besar? Maksud-ku, bukankah ini yang terbesar?"

"Hm, itu karena mereka mencintai-ku," Goda gadis itu, tapi cepat-cepat menepis-nya.

Setelah orang tua (Name) selesai meng-interogasi Izana, kedua-nya menuju ke kamar (Name), yang merupakan kamar utama. Orang tua-nya memutuskan untuk memberikan segala-nya karena (Name) tidak punya banyak waktu. Mereka ingin dia menjalani sisa hari-harinya tanpa rasa khawatir tanpa keluhan. 

Dia sedih, tidak bisa mendapatkan banyak manfaat dari tempat tidur yang luar biasa nyaman. Tapi itu bagus untuk berbagi dengan tukang tidur cowok rambut putih yang lucu.

"Jadi... Izana, ya?" (Name) terkekeh pelan saat bocah rambut putih itu memutar mata-nya. "Itu kemajuan yang cepat."

"Apa yang telah gue lakukan?" Dia tertawa bersama (Name), lalu menggelengkan kepala-nya. "Semua-nya dengan-mu sangat cepat. Begitulah rasa-nya. Entah bagaimana, gue merasa seperti kita sudah berteman selama bertahun-tahun dan itu menghibur. Kau memiliki pengaruh itu, kurasa."

"Selama bertahun-tahun, ya." Gadis itu tertawa pelan. "Tanpa bertemu orang tua-ku."

"Aku suka mereka. Mereka tampak tulus, ramah, dan perhatian. Mereka baik."

"Urgh, mereka secara resmi menyukai-mu daripada putri-nya ini." (Name) mengerutkan wajah-nya dengan cemberut, melotot pada teman-nya. 

(Name) kemudian jatuh kembali ke kasur-nya yang lembut dan nyaman, berguling ke depan, mendorong wajah-nya ke bantal.

Izana bergabung dengan-nya, dan mereka berbaring dalam keheningan yang sangat nyaman selama beberapa detik yang sangat lama.

"Gue berharap semua masalah-ku akan hilang."

"bukankah kita semua?" Izana tersenyum kecil.

"Iya..." (Name) menoleh ke arah Izana dengan tatapan lembut. "Tapi bukan-nya gue menyingkirkan masalah sendiri, malah masalah menyingkirkan gue. Tapi kemajuan masih dibuat. Kau pernah takut bagaimana hal-hal bisa tiba-tiba berakhir? Hal-hal yang kau dulu keluh tiba-tiba tidak terlalu penting lagi."

Izana berbalik menghadap (Name). "Apa yang kau bicarakan? Yang sebenarnya, (Name)."

"Gak mau kasih tahu." (Name) tersenyum jahil, berbalik membelakangi Izana. "Gue sadar. Gue sadar banyak, sebenarnya."

" Lalu apa yang kau sadari?"

"Bahwa tidak ada yang akan terjadi pada-ku. Apa gue telah melakukan sesuatu untuk mempengaruhi dunia ini selama diri-ku berada di sini? Gue belum melakukan apa pun untuk membantu siapa pun. Gue ingin membantu orang. Seseorang." 

"Apa maksud-mu? Ini belum berakhir. Ada masa depan yang besar di depan-mu." Izana tersenyum pada gadis itu. "Seperti bertahun-tahun. Perjalanan kita berdua masih panjang. Tetapi kita akan sampai di sana. Dan beberapa masalah tidak menghentikan kita. Jangan biarkan masalah menghentikan kita, oke (Name)?" 

"Hm, Izana," (Name) menoleh ke samping sehingga dia menghadapi mata tajam ungu lagi. "Mari kita tidur saja." 

"... Kita tidak bisa." Kata Izana datar. Mereka berdua penderita Insomnia, bagaimana cara mereka tidur?

"Tidak. Suatu hari nanti. Semoga dalam waktu dekat... kita bisa tidur dengan nyenyak dan tak ada satu suara yang dapat menghentikan kita. Kau dan aku." 

"Baiklah," Izana tersenyum memikirkan itu, berguling telentang dan menatap langit-langit.

"Kau dan aku. Suatu hari, kita akan tidur saja. Melihat langit yang menatap ke bawah untuk mengamati kita tidur."

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

14 𝑯𝒂𝒓𝒊 ↪ 𝑲. 𝑰𝒛𝒂𝒏𝒂Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang