3 HARI

999 247 66
                                    

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

⇢˚⋆ ✎ ˎˊ- 3 hari lagi

✧⁺ ˚ . * ✦ . ⁺ . ⁺

"Kami bakal nonton film!"

"Hah?" Izana bertanya, masih menatap lurus ke depan.

"Oh, owgheyy," Kata Izana sambil tersenyum kecil. Dia merasa seperti selalu berada di rumah (Name), baru-baru ini. Dia tidak pergi setiap hari, tetapi rumah (Name) telah menjadi salah satu tempat favorit-nya.

Anak laki-laki itu tersenyum sendiri pada pemikiran itu, menyadari tidak pernah ada momen yang membosankan di hadapan-nya. Baik dan buruk, dia tidak pernah bosan. Itu menarik.

Apakah karena anak perempuan yang berada di sebelah-nya sekarang?

"Izana, mari kita lakukan dokumen kita bersama mulai sekarang!" Itu terdengar seperti (Name) memikirkan sesuatu dan segera mengeluarkan kata-kata itu, menyebabkan Izana mengangkat alis-nya dengan curiga. Yang dilakukan gadis berambut H/C hanyalah memberi Izana senyum lebar, sebagian gugup. "Plis!"

"Napa emang-nya?" Tanya Izana, meski mengeluarkan ponsel-nya dan menuka-rnya dengan milik (Name). "Bukan-nya inti dari rekaman ini seharus-nya gak mendengar apa yang dikatakan orang lain?"

(Name) mengabaikkan-nya, dengan cepat mengangkat ponsel anak laki-laki itu, memasukkan kedua-nya ke dalam bingkai. "Gue mau dapetin video kita berdua bersama!"

Izana memutar mata-nya, menolak untuk melihat ke kamera, yang membuat (Name) cemberut, "Ayolah!" Izana masih saja menggelengkan kepala-nya. "Berhari-hari bekerja keras, membangun persahabatan dan ikatan dengan Izana... dan dia masih jahat sama gue! Omong kosong!"

"Heh, omong kosong?"

"Iya, omong kosong! Izana, lihat kamera!" Izana stres dengan pipi menggembung karena telah menghadapi perempuan gila ini. (Name) tertawa dan mendekatkan wajah-nya ke Izana, "Sekarang kasih gue ciuman di pipi, tolong dan gak terima kasih!"

"Enggak."

"Sial." (Name) menggelengkan kepala-nya. "Tetap aja, habis sekian lama. Gue pikir kau pacar, Iza. Apa kau hanya teman?"

Izana menggelengkan kepala-nya sambil mendesah dan mencondongkan tubuh untuk memberikan ciuman kecil yang manis di bibir gadis itu, segera mengalihkan pandangan ke arah lain. (Name) tertawa, "Jadi Izana bukan teman atau pacar, dia adalah suami resmi, itu aja!"

"(Name)- Hah!?"

───

"Aku pulang sama bawa suami-ku!" Panggil (Name), menutup pintu di belakang-nya lalu melepaskan sepatu-nya.

"Oh, darling!" Ibu gadis itu muncul seperti biasa, memeluk putri-nya dengan erat seolah-olah itu adalah kesempatan terakhir-nya untuk menahan-nya hidup-hidup. Yukia mencium kening (Name), "Kami baru saja menyiapkan segala-nya buat film, apakah Izana bergabung?" Yukia menatap anak laki-laki di samping anak-nya.

"Mhm!" (Name) bersenandung riang.

"Suami?!" Ayah (Name) dengan cepat mengintip dari dapur. (Name) terkekeh dan sudah mencium bau popcorn, jadi dia meraih tangan Izana dan membawa dia ke ruang tamu, memaksa Izana duduk di sofa empuk di samping-nya.

Izana menatap layar saat (Name) memencet daftar film. "Aku gak benar-benar pernah nonton TV."

"Hah?! Lalu apa yang kau lakukan?! Tawuran sama nge-bromance bareng Kangkung-kun?! Sepanjang waktu!?" Gadis itu bercanda dan Izana merasa jijik dengan nama panggilan yang dibuat oleh (Name) untuk Kakucho.

Marathon film dimulai dengan komedi, hidup bahagia. Masih cukup terang di luar. Namun, sekitar jam 9 malam adalah saat orang tua (Name) memutuskan untuk pergi tidur, mencium putri mereka selamat malam dan memberi tahu Izana bahwa dia bisa menginap jika dia mau.

"Gantian." Kata (Name) sambil menyodorkan sebotol es krim oreo kepada Izana sambil memberikan sebotol krim kocok.

"Orang tua-mu seriusan baik," Kata Izana sambil menikmati es krim. "Dan mereka benar-benar peduli pada-mu. Apa mereka selalu kayak gitu? Atau cuman masalah kesehatan dan semacam-nya?"

"Mereka selalu seperti itu. Kurasa kepedulian mereka ke gue jadi makin kuat waktu mereka tahu apa yang gue alami dengan kesehatan. Mereka cuman mau memastikan gue gak memiliki keluhan tentang kehidupan saat mati. Mereka mau aku menjalani kehidupan yang terbaik dan paling sempurna."

"...Apa itu berhasil?"

"Iyalah! Masa kagak? Satu-satunya keluhan yang gue punya adalah meninggo-! Mengecat rambut satu kali."

Oke ini sebenar-nya gak bohong...

"Kau sudah pernah mengecat rambut-mu?" Izana terkekeh, "Warna apa? Gantian,"

Dua rasa es krim di-pertukarkan, "Um, gue mutusin warna ijo neon," Izana tersedak, melemparkan kepala-nya ke belakang sambil tertawa, "Gue mau rambut ini bersinar dalam gelap! Untung-nya itu di-cuci keluar waktu gue mandi."

"Kau gila, (Name). Kita harus mencoba-nya kapan-kapan. Kayak gue sama kamu. Itu bakal ngakak. Gue agak  mau rambut-ku bersinar dalam gelap." Saran Izana.

"...Izana, ayo jalan-jalan."

"Jalan-jalan? Sekarang?" Izana mengangkat alis-nya, bingung dengan tiba-tiba.

(Name) mengangguk bersemangat, meletakkan bak es krim-nya, dan memaksa anak laki-laki itu untuk meletakkan-nya. "Cupu kalau gak keluar!" (Name) terkekeh, "Udara di luar tenang dan hangat, itu bagus."

Dia mendorong pintu belakang ke rumah-nya dan menarik Izana bersama-nya, pergi melalui gerbang. 

Menuju jalan yang gelap dan mulus di lingkungan-nya. 

Lampu jalan menyala.

Bulan membantu menciptakan cahaya yang lebih baik di jalan di depan.

(Name) melepaskan tangan teman-nya dan tersenyum damai saat dia berjalan di depan, meskipun merasakan rasa sakit di dada. Dia berdoa kalau batuk-nya akan menunggu sedikit lebih lama untuk merobek isi mulut-nya.

"Aku suka seperti ini." Kata (Name) sambil menghela nafas kecil. "Ini mengingatkan-ku pada tidur. Gelap dan tenang. Gue suka bagaimana dunia terasa."

"Gue juga." Izana setuju dengan tenang dan mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan (Name). "Apa kau selalu berjalan di malam hari?"

"Mhm, hampir tiap malam. Itu membuat-ku tidak merindukan tidur yang sebenar-nya, kau tahu? Kau tidak tahu-"

"Gue ngerti kok." Teman-nya meyakinkan-nya.

"Izana, apa kematian ideal-mu?" (Name) tiba-tiba berhenti, mengusapkan ibu jari-nya ke tangan Izana. "Gue tahu beberapa orang ingin mati dengan cara kayak singa atau tenggelam. Itu aneh sama sakit."

"Hm, aku gak tahu gimana. Aku mau mati menjadi orang yang paling tinggi dunia, kurasa."

(Name) tersenyum dan berhenti berjalan untuk melingkarkan lengan-nya di leher Izana, "Gue mau mati dalam tidur! Gue mau mati tanpa rasa sakit, damai, dikelilingi sama orang-orang yang gue suka. Orang tua-ku dan kamu."

Izana tertawa kecil, "Yah, Asumsi aja kita masih saling kenal bertahun-tahun ke depan. Mungkin bakal ada lebih banyak orang. Kau akan punya waktu buat nulis surat wasiat. Tapi gue bakal ada di sana. Mungkin kau bakal ada berada di pelukan-ku." Izana tersenyum, bercanda.

(Name) tersenyum, dengan lembut meraih tangan Izana lagi.

"Dalam pelukan-mu bakal menyenangkan."

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

14 𝑯𝒂𝒓𝒊 ↪ 𝑲. 𝑰𝒛𝒂𝒏𝒂Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang